Jakarta -
Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) yang sedang dibahas DPR akan berfokus pada kepentingan bagi ibu dan anak. RUU tersebut juga membahas terkait tambahan cuti melahirkan untuk ibu.
Hal tersebut disampaikan anggota Komisi VIII DPR RI Selly Andriany Gantina saat berbincang dengan dr Reisa Broto Asmoro dalam program acara 'Ngobrolin DPR' melalui live Instagram, Kamis (13/7). Dalam perbincangan tersebut mengusung tema "RUU KIA 'kado' Terindah untuk Ibu dan Anak".
Selly mengatakan RUU KIA akan berfokus pada 1.000 Hari Pertama Kelahiran (HPK) anak. Mulai dari masa pra kehamilan hingga pasca kehamilan yang akan mengedepankan pemenuhan gizi dan nutrisi bagi ibu dan anak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dengan RUU ini, hal itu yang menjadi fokus utama dari anggota DPR RI karena kita merasa bahwa ada keprihatinan tentang masih tingginya angka kematian ibu, kemudian masih tingginya angka kematian bayi dan juga angka stunting," kata Selly dalam keterangan tertulis, Jumat (14/7/2023).
Ia mengatakan dalam RUU KIA juga akan mengatur tentang kewajiban pemerintah pusat dan daerah mengenai penyelenggaraan kesejahteraan ibu dan anak. Tentunya dengan melibatkan partisipasi masyarakat.
"Ini menjadi konteks perhatian dari anggota DPR RI. Kita tidak ingin generasi ke depan terhalang oleh hal-hal yang akan mengganggu keberlanjutan pembangunan Indonesia menuju Indonesia Emas," jelasnya.
Selly pun menyampaikan tentang pentingnya ASI eksklusif untuk anak selama 6 bulan yang kemudian diperpanjang menjadi 2 tahun. Menurutnya, hal tersebut masih kurang terealisasi apalagi bagi ibu yang juga menjadi pencari nafkah.
Oleh karena itu, RUU KIA pun mengatur mengenai penyediaan sarana prasarana untuk ibu bekerja. Mulai dari ruang laktasi yang memadai di perusahaan, hingga tempat penitipan anak di kantor maupun fasilitas umum.
"Artinya ada kuota perusahaan yang harus menyiapkan sarana prasarana yang dibutuhkan untuk ibu rumah tangga yang menjadi pekerja. Untuk memberikan ruang laktasi, kemudian ruang penitipan anak dan banyak lagi. Hal-hal seperti itu yang kita atur dalam UU ini," ungkapnya.
Dalam RUU KIA juga diatur soal penambahan masa cuti melahirkan untuk ibu pekerja, dari yang sebelumnya hanya 3 bulan menjadi 6 bulan lamanya.
Selly membenarkan soal wacana penambahan cuti melahirkan bagi ibu pekerja yang diatur dalam RUU KIA. Meski begitu, penambahan cuti melahirkan tersebut menyesuaikan dengan kemampuan perusahaan sebagai pemberi kerja.
"Kita menitikberatkan bahwa penambahan cuti melahirkan itu paling sebentar 3 bulan. Kemudian apabila ruang usaha itu mampu untuk memberikan tambahan cuti melahirkan, maka bisa diperpanjang 3 bulan kemudian," jelasnya.
Simak Video 'RUU KIA soal Cuti Melahirkan 6 Bulan Sah Jadi Usul Inisiatif DPR':
[Gambas:Video 20detik]
Baca halaman berikutnya soal cuti suami..
Ia mengatakan, selain terkait cuti melahirkan bagi ibu, RUU KIA turut mengatur tentang masa cuti bagi suami selama pendampingan istri yang baru melahirkan. Khusus untuk pria terdapat juga wacana penambahan cuti ayah dalam RUU KAI.
"Jadi untuk cuti pendampingan pada saat kelahiran anak, suami ini diberikan 2 hari cuti untuk mendampingi istrinya melahirkan atau tambahan apabila terjadi sesuatu. Ditambah lagi 3 hari, artinya bisa menjadi 5 hari maksimal dari tempat usaha mereka," terang Selly.
Menurutnya, pemberian tambahan cuti ayah tersebut diberikan dengan catatan pendampingan suami terhadap istri yang baru melahirkan dan juga bayinya. Suami memiliki kewajiban seperti menjaga kesehatan istri dan anak harus memenuhi kebutuhan gizi yang seimbang serta mendampingi saat pemenuhan pelayanan kesehatan.
"Pada saat 5 hari cuti ini ada catatan. Bukan asal diberi cuti terus enak-enakan santai. Tapi harus menjaga kesehatan istri dan anaknya. Mendukung pemberian ASI ekslusif," tuturnya.
Menurutnya, RUU KAI juga meminta ayah untuk turut berperan aktif dalam pengasuhan dan tumbuh kembang anak, sehingga mengurus 'buah hati' tidak hanya dibebankan kepada seorang istri.
"Jadi dalam RUU KIA ini ayah akan ikut berperan dalam pengasuhan dan tumbuh kembang anak. Karena ayah berperan penting dalam golden age anak, termasuk saat bayi baru lahir," terangnya.
Menurut Selly, ada klausul dalam RUU KIA bahwa mengasuh anak adalah tanggung jawab bersama ayah dan ibu. Mulai dari mempersiapkan segala hal sebelum kehamilan seperti menjaga dan memeriksakan kondisi saat perencanaan kehamilan, lalu ketika ibu hamil, sampai saat ibu melahirkan dan pasca melahirkan hingga ibu menyusui.
"Bagaimana ayah memperhatikan tumbuh kembang anak. Lalu mengasuh, memelihara, mendidik, memberikan gizi yang baik, lalu mengupayakan lingkungan yang sehat. Juga memastikan pemenuhan hak-hak anak adalah tanggung jawab ibu dan ayah. Jadi kalau dibilang ibu itu soal domestik saja adalah stigma yang salah," kata Selly.
Menurutnya, kultural-kultural seperti ini yang harus diubah di ruang publik dan ruang usaha dengan literasi dan edukasi yang baik, salah satunya melalui RUU KIA yang merupakan inisiatif DPR.
"Cuti tambahan untuk pendampingan bagi suami menjadi kado yang terbaik bagi ibu dan seluruh keluarga di Indonesia," ucapnya.
Ia mengatakan jika RUU tersebut sudah disahkan, maka kalau ditemukan seorang ibu mengalami diskriminasi hak cuti maka bakal mendapatkan pendampingan hukum. Adapun diskriminasi yang dimaksudnya yakni kalau cuti melahirkan tidak diberikan oleh perusahaan.
"Kalau misalnya terjadi hal-hal begitu, di dalam UU, kita akan memberikan pendampingan hukum bagi ibu-ibu yang mengalami diskriminasi hak cuti seperti itu," tukasnya.
"Jadi RUU ini juga sudah mengatur tentang pelayanan hukum kepada para ibu pencari nafkah atau ibu-ibu yang bekerja karena memang banyak sekali perusahaan-perusahaan yang tidak memenuhi hak-hak mereka untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada ibu," tutup Selly.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini