Lestari Moerdijat: Koperasi Bagian Tak Terpisahkan Kehidupan Masyarakat

Lestari Moerdijat: Koperasi Bagian Tak Terpisahkan Kehidupan Masyarakat

Hana Nushratu - detikNews
Rabu, 12 Jul 2023 20:47 WIB
Lestari Moerdijat
Foto: dok. MPR RI
Jakarta -

Menghidupkan kembali koperasi sebagai bentuk inovasi dan bagian dari proses pembangunan perekonomian nasional merupakan sebuah keniscayaan. Hal tersebut disampaikan oleh Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat ketika membuka diskusi daring bertema Koperasi di Tengah Badai Ekonomi yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12.

"Koperasi saat ini bisa jadi bagian yang tidak terpisahkan dengan kehidupan masyarakat. Karena koperasi punya rekam jejak yang kuat dalam ikut serta membangun perekonomian bangsa," ungkap wanita yang akrab disapa Rerie tersebut dalam keterangannya, Rabu (12/7/2023).

Diskusi yang dimoderatori Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Pelita Harapan Dr. Radityo Fajar Arianto, MBA, itu menghadirkan Wakil Ketua Komisi VI DPR RI H.P. Martin Y Manurung, SE, MA, Kepala Bidang Kelembagaan Koperasi, Kementerian Koperasi dan UKM RI Aditya Putra dan Ekonom INDEF/Institute for Development of Economics and Finance Nailul Huda, sebagai narasumber. Selain itu, turut hadir Wakil Pemimpin Redaksi KONTAN Titis Nurdiana sebagai penanggap.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Rerie, apabila koperasi dikelola dengan baik, maka berpotensi memberi daya ungkit bagi perekonomian nasional. Hal serupa bisa terjadi jika koperasi menjadi bagian dari perencanaan pembangunan. Kiprah koperasi saat pandemi bersama sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) mampu menjadi salah satu jalan keluar bagi perekonomian masyarakat.

Menurut Rerie yang merupakan legislator dari Dapil II Jawa Tengah itu, koperasi harus didorong menjadi bagian dari gerakan ekonomi rakyat. Ia menegaskan tantangan yang dihadapi saat ini, yaitu mewujudkan koperasi sebagai sebuah entitas yang bisa bermanfaat luas bagi lebih banyak orang.

ADVERTISEMENT

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, H.P. Martin Y Manurung mengungkapkan, saat ini pemerintah sedang menyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perkoperasian. Menurut Martin, dari sisi mekanisme perundang-undangan, pihaknya menargetkan pembahasan RUU Perkoperasian bisa selesai dengan cepat.

"Kalau bisa Agustus tahun ini sudah selesai," ujarnya.

Martin menilai, kehadiran undang-undang ini sangat penting. Sebab, tertuang dalam UUD 1945 Pasal 33, koperasi adalah soko guru perekonomian negara. Di samping itu, Martin menambahkan bahwa UU no 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian yang ada saat ini sudah tidak mampu mengantisipasi perkembangan zaman.

Ia juga menilai bahwa di masa Orde Baru, koperasi cukup eksis meski pembentukannya top down. Padahal semangat pembentukan koperasi adalah bottom up.

Namun, pada kenyataannya, yang terjadi saat ini banyak koperasi simpan pinjam yang gagal bayar. Di saat yang sama sekarang muncul BUMDes di desa-desa. Koperasi terkesan luput dari perhatian.

Menurut Martin, pada RUU Perkoperasian yang akan diajukan ini ada sejumlah pengaturan yang lebih detail seperti antara lain ada tentang koperasi syariah dan pemanfaatan sistem digital. Harapannya, jika UU Perkoperasian yang baru berlaku, dapat membantu menyelesaikan sejumlah kasus perkoperasian yang terjadi saat ini.

Lihat juga Video 'Teten Yakin Ganjar Harapan Kemajuan Ekonomi Indonesia':

[Gambas:Video 20detik]



Senada, Kepala Bidang Kelembagaan Koperasi, Kementerian Koperasi dan UKM RI, Aditya Putra mengungkapkan bahwa UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian sudah tidak mampu mengikuti perkembangan zaman.

Aditya mengungkap, proses pembuatan RUU Perkoperasian yang baru, saat ini sudah melaksanakan tahap sosialisasi ke masyarakat, dan berkomunikasi antar kementerian dan lembaga terkait sejumlah kewenangan.

Menurutnya, kehadiran RUU Perkoperasian tersebut bertujuan untuk menjawab kebutuhan masa kini dan mengantisipasi masa depan yang sarat dengan perubahan.

Selain itu, RUU Perkoperasian yang merupakan revisi dari UU No.25 Tahun 1992. Hal ini bertujuan agar koperasi setara dengan badan-badan usaha lainnya, memiliki cakupan usaha yang lebih luas dan juga meningkatkan aspek perlindungan terhadap anggotanya.

Terkait mekanisme perlindungannya, Aditya menjelaskan bahwa hal tersebut bisa dalam bentuk menghadirkan lembaga pengawas seperti OJK dan lembaga penjamin simpanan seperti LPS di perbankan.

"Jadi, nanti ada penataan aspek perlindungan terhadap anggota dan koperasi sebagai badan hukum," ujarnya.

Ekonom INDEF, Nailul Huda berpendapat dahulu koperasi adalah soko guru perekonomian nasional, tetapi sekarang masalah yang dihadapi koperasi malah bertubi-tubi. Ia pun menuturkan, sejatinya orientasi koperasi adalah gerakan ekonomi rakyat yang berasaskan kekeluargaan. Sehingga, koperasi merupakan bagian penting dalam membantu pemulihan ekonomi rumah tangga dan nasional.

Menurut Nailul, pola bisnis koperasi pun mengalami sejumlah perubahan. Dahulu, banyak koperasi memberi layanan simpan pinjam, memproduksi dan menjual sejumlah barang. Ia mengungkap, kini banyak koperasi menjalankan praktik seperti lembaga investasi, bahkan terkadang investasi bodong.

INDEF mencatat, saat ini 70 persen koperasi di Indonesia merupakan koperasi simpan pinjam yang melayani permodalan untuk masyarakat yang tidak terjangkau perbankan. Sekitar 60 persen koperasi beromzet di bawah Rp 300 juta dan hanya kurang dari 1 persen yang beromzet di atas Rp 5 miliar.

Nailul mengungkap sejumlah kelemahan sebagian besar koperasi di tanah air. Di antaranya adalah lemahnya manajemen dan permodalan, rendahnya partisipasi anggota dan kapasitas koperasi serta SDM.

Wakil Pemimpin Redaksi KONTAN Titis Nurdiana berpendapat aspek perlindungan terhadap anggota koperasi harus mendapat perhatian serius dalam UU Perkoperasian yang baru. Ia pun menyarankan, bila membangun perekonomian seharusnya mulai dari membangun koperasi, baru mendirikan BUMDes, BPR dan seterusnya.

Selain itu, Titis juga menegaskan bahwa kehadiran UU Perkoperasian yang baru harus menghadirkan aspek pengawasan yang kuat. Sebab, jika koperasi dikelola dengan baik dan benar maka berpotensi menjadi lembaga keuangan besar.

"Bila aspek pengawasannya lemah bisa menimbulkan banyak masalah," ujar Titis.

Wartawan senior Saur Hutabarat berpendapat dulu aspek pengawasan di perkoperasian diakomodasi dalam bentuk pembinaan, sehingga praktik perkoperasian di Tanah Air sulit berkembang.

Saur menuturkan, kehadiran UU Perkoperasian yang baru dengan pengaturan pengawasan yang lebih ketat bisa menjadi legacy penting dari wakil rakyat dan pemerintah saat ini. Hal ini khususnya bagi perkembangan perkoperasian nasional di masa datang.

Pada kesempatan itu, Saur memberi contoh tentang koperasi susu di India yang berdiri sejak 1946 dan saat ini memiliki revenue sampai USD 6,9 miliar.

"Kita perlu belajar dari India," pungkasnya.

Halaman 2 dari 2
(prf/ega)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads