Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Pertahanan & Keamanan KADIN Indonesia Bambang Soesatyo mengatakan Indonesia menghadapi berbagai tantangan dunia digital, seperti perkembangan teknologi metaverse yang dapat mengancam keamanan, pertahanan dan kedaulatan Indonesia. Ia menyebut [perkembangan teknologi digital telah menghadapkan dunia pada peperangan generasi kelima, berupa peperangan siber dan informasi di dunia digital yang dikenal juga dengan cyber warfare.
"Kedaulatan bangsa dan negara tidak boleh hanya bertumpu pada kekuatan fisik militer. Karena potensi ancaman akan hadir dalam berbagai aspek, baik ekonomi, sosial-budaya, politik-ideologi, dan berbagai ancaman lainnya yang bersifat soft power. Karena itu, perlu semakin diwaspadai ancaman nirmiliter yang merusak ideologi negara dan berpotensi hadir melalui dunia digital, seperti metaverse, artificial intelligence, cloud computing hingga blockchain," jelas Bamsoet dalam keterangannya, Rabu (12/7/2023).
Hal tersebut dikatakan Bamset usai menandatangani Perjanjian Kerjasama antara KADIN Indonesia dengan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) dan PT SPARK Gateway Indonesia tentang perlindungan informasi dan transaksi elektronik di Jakarta.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketua MPR RI itu menuturkan bangsa Indonesia harus siap menghadapi berbagai kasus kejahatan yang terjadi sebagai dampak perkembangan teknologi digital. Ia mencontohkan serangan ransomware pada 7 Mei 2021 yang menargetkan jaringan pipa bahan bakar terbesar di Amerika Serikat. Selanjutnya, tanggal 9 Februari 2022 terjadi serangan SIM Swapping yang menargetkan korban terkenal di Amerika Serikat, yang diperkirakan mencapai US$ 100 juta dalam bentuk kripto.
Bamsoet menambahkan pada 29 Maret 2022 dilaporkan serangan peretasan berhasil mencuri aset kripto dari sidechain dan blockchain Ronin Network senilai lebih dari US$ 615 juta atau setara dengan Rp 8,8 triliun. Laporan tahunan yang dikeluarkan BSSN, lanjut Bamsoet, juga mencatat sepanjang tahun 2021 terdapat 1,6 miliar anomali trafik atau serangan siber di seluruh Indonesia. Hal itu termasuk ratusan hingga ribuan potensi serangan yang menargetkan Istana Negara dan Presiden Joko Widodo.
"Tidak tertutup kemungkinan serangan serupa dapat menyasar bangsa Indonesia. Perang siber dan informasi di dunia digital berdampak lebih dahsyat dibandingkan perang fisik dengan menggunakan kekuatan militer. Untuk itu sangat dibutuhkan kesiapan seluruh elemen bangsa untuk mampu mempertahankan kedaulatan negara dalam menghadapi cyber warfare yang dilakukan negara atau organisasi lain," papar Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar itu menambahkan perlindungan data pribadi telah dijamin dengan UU No. 27/2022 tentang Perlindungan Data Pribadi. UU tersebut tidak hanya melindungi kedaulatan data pribadi masyarakat dan konsumen, namun juga melindungi dari pencurian data pribadi oleh peretas. Di samping itu, untuk melindungi masyarakat dalam bertransaksi elektronik dan mendapatkan informasi ada Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
"Perlindungan data menjadi isu penting di tengah lompatan kemajuan teknologi, khususnya teknologi informasi. Pandemi COVID-19 telah mendorong percepatan digitalisasi dan migrasi sektor bisnis dan aktivitas sosial masyarakat, menuju era cyberspace (dunia maya), dan selanjutnya metaverse (realitas virtual)," ujar Bamsoet.
(fhs/ega)