Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian menggaet Institut Pertanian Bogor untuk mengukur stok karbon di Desa Sumber Sari, Kecamatan Parigi Selatan, Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah. Diketahui, desa tersebut merupakan kampung durian dengan luas sekitar 500 hektare.
Kegiatan ini bertujuan untuk memastikan kemampuan durian dalam penyerapan stok karbon. Pengukuran dilakukan terhadap berbagai tanaman dengan tingkatan umur mulai dari 0-10 tahun, 10-20 tahun hingga lebih dari 20 tahun.
Direktur Jenderal Hortikultura Prihasto Setyanto mengatakan mitigasi dampak perubahan iklim dapat dilakukan dengan pengembangan kampung durian.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Untuk tanaman durian, kita memiliki 7 juta pohon. Total kampung durian sampai tahun 2022 mencapai 422 kampung durian. Tentunya ini menjadi peluang yang sangat besar dalam rangka penyerapan stok karbon durian," ujar Prihasto dalam keterangan tertulis, Senin (10/7/2023).
Direktur Perlindungan Hortikultura Jekvy Hendra menjelaskan kebijakan dampak perubahan iklim sub sektor hortikultura dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan.
"Pendekatan dampak perubahan iklim bisa melalui langkah antisipasi, mitigasi dan adaptasi. Kami akan terus melakukan langkah cepat dan terobosan di lapangan untuk mengatasi dampak perubahan iklim. Tim bergerak cepat melakukan langkah mitigasi dengan pengukuran karbon stok pada buah tahunan khususnya komoditas durian di Parigi Moutong Provinsi Sulteng," tutur Jekvy.
Petani di Kecamatan Parigi Selatan sudah lama melakukan penanaman durian. Bahkan, terdapat tanaman durian dengan umur 40 tahun ke atas.
Salah satu petani sekaligus penangkar benih durian, Maria menerangkan varietas yang mereka kembangkan kebanyakan otong dan varietas lokal. Petani durian lain, Thomas yang memiliki lahan 6 hektar pohon durian sejak 1973 mengungkapkan dirinya kini telah memiliki 500 pohon.
"Di Desa Sumber Sari ini saya menanam dengan kerapatan 10 m x 10 m dengan varietas otong dan lokal super. Biasanya saya panen dua kali dalam setahun yaitu Maret dan kisaran Juni - Juli. Kami sangat senang dengan adanya petugas dari Jakarta untuk melakukan pengukuran di lokasi kami. Ternyata durian yang kami tanam disamping bernilai ekonomi juga berperan menjaga lingkungan," terang Thomas.
Dosen IPB I Putu Santika Yasa menyebutkan metode pengukuran yang dilakukan adalah pengambilan sampel non destruktif atau tanpa melukai tanaman. Pengukuran stok karbon dilakukan untuk mengetahui potensi penyerapan karbon di suatu wilayah.
"Komoditas durian diketahui sebagai komoditas unggulan sebagai upaya mitigasi dampak perubahan iklim untuk mengurangi emisi karbon. Oleh karena itu kita perlu mengetahui perhitungan stok karbon pada suatu komoditas," papar Putu.
Dirinya menjabarkan lokasi penyimpanan karbon dalam tanaman (carbon pool) meliputi tegakan atas dan bawah permukaan, serasah, tanaman bawah serta tanah.
"Menghitung total karbon yang mampu disimpan tanaman dilakukan pada kelima lokasi tersebut. Pendekatan yang digunakan tidak melukai tanaman. Jadi langkah yang dilakukan dengan mengukur parameter-parameter yang bisa digunakan untuk menduga biomassa yang pada akhirnya bisa diduga cadangan karbon pada suatu tanaman," jelasnya.
Koordinator Dampak Perubahan Iklim Ditjen Hortikultura Agung Sunusi menyampaikan sejauh ini pengukuran stok karbon dilakukan ke beberapa komoditas buah tahunan seperti pohon durian, mangga, manggis, alpukat, jeruk, dan nangka. Pengukuran ini telah dilakukan di beberapa zona seperti Jawa, Sumatera, Kalimantan, Bali hingga Sulawesi.
"Saat ini kami melakukan pengukuran di Zona Sulawesi. Untuk zona Papua akan dijadwalkan selanjutnya. Diharapkan dengan pengukuran ini petugas dan petani dapat memahami dan mengetahui begitu pentingnya pengukuran karena disamping komoditas durian mempunyai nilai ekonomi, juga mempunyai peran yang cukup besar dalam menyimpan stok karbon sekaligus berperan dalam mitigasi gas rumah kaca," pungkasnya.
(anl/ega)