Heboh soal kasus wabah antraks di Gunungkidul hingga telah memakan sejumlah korban jiwa dan puluhan warga lainnya teridentifikasi suspek. Diketahui kasus antraks di Gunungkidul bermula usai mengonsumsi daging sapi mati.
Berikut sederet fakta yang diketahui sejauh ini terkait kasus wabah antraks di Gunungkidul yang terjadi usai warga mengonsumsi daging sapi mati:
Awal Mula Kasus Antraks di Gunungkidul
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Gunungkidul Dewi Irawaty mengungkapkan awalnya mendapat laporan dari RSUP dr Sardjito terkait adanya pasien laki-laki berusia 73 tahun yang terpapar antraks pada 2 Juni. Pasien warga Pedukuhan Jati, Kelurahan Candirejo, Kapanewon Semanu, Kabupaten Gunungkidul itu lalu meninggal pada 4 Juni.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi ketika ada laporan dari Sardjito terkait orang meninggal karena antraks kami langsung menelusuri. Yang bersangkutan laki-laki 73 tahun, jadi dia ikut menyembelih dan mengonsumsi daging ternak tersebut," katanya kepada wartawan di Kapanewon Wonosari, Kabupaten Gunungkidul, dilansir detikJateng, Selasa (4/7/2023).
Jumlah Korban Meninggal dan Positif Antraks
Untuk memastikannya, Dinkes langsung turun ke lapangan untuk melakukan penelusuran. Hasilnya, memang ada kasus warga meninggal karena antraks di Semanu, Gunungkidul. Lebih lanjut, Dinkes lalu mengambil sampel terhadap ratusan orang yang ikut menyembelih dan mengkonsumsi daging sapi yang terpapar antraks.
"Setelah ada yang meninggal, kami melakukan penelusuran, ada tidak yang bergejala. Kemudian kami ambil sampel darah semua yang terpapar daging diduga karena antraks. Yang kontak dengan daging itu kami ambil semua sampel darahnya ada 125 orang," ujarnya.
"Dari 125 orang itu, yang positif (antraks) ada 85. Tapi yang bergejala ada 18 orang, gejalanya ada luka, bengkak, ada pula yang diare, pusing-pusing dan sebagainya," lanjut Dewi.
Sementara itu Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Gunungkidul Sidig Hery Sukoco mengatakan saat ini sudah melakukan pemeriksaan serologi terhadap ratusan warga Semanu. Hasilnya, jumlah warga yang seropositif mengalami penambahan. Seropositif adalah adanya antibodi terhadap patogen dalam darah.
"Lalu 143 orang sudah menjalani pemeriksaan serum dan yang positif 87 khusus untuk Candirejo. Untuk yang bergejala saat ini tidak ada, semua dalam pemantauan dan kondisinya sehat," katanya seperti dilansir detikJateng, Rabu (5/7/2023).
Warga Makan Sapi Mati yang Sudah Dikubur
Terkait penyebab wabah antraks di Gunungkidul yang menguak usai kasus meninggalnya seorang warga berusia 73 tahun yang terpapar virus antraks itu, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (DPKH) Gunungkidul mengatakan korban sempat mengkonsumsi daging sapi yang mati karena sakit pada Mei lalu.
"Yang dikonsumsi masyarakat ada tiga ekor sapi. Ketiganya sudah sakit dan mati," ujar Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (DPKH) Gunungkidul Wibawanti Wulandari kepada wartawan di kantor Pemkab Gunungkidul, seperti dilansir detikJateng, Rabu (5/7/2023).
Wibawanti menyebutkan bahwa warga sempat menggali tempat penguburan satu ekor sapi yang mati mendadak. Warga disebut menggali kubur dan memakan daging sapi yang mati mendadak itu.
Sementara menurut Kepala Bidang Kesehatan Hewan DPKH Gunungkidul Retno Widyastuti, pihaknya tidak menemukan adanya bangkai dari 12 ekor ternak yang terpapar antraks. Retno mengatakan ada kemungkinan ternak-ternak tersebut telah dikonsumsi warga.
Tentang Tradisi Brandu yang Diduga Jadi Pemicu
Di sisi lain, Retno menjelaskan ada tradisi brandu yang masih melekat di kehidupan warga Gunungkidul yang diduga menjadi pemicunya. Tradisi ini dilakukan untuk menyembelih sapi yang sakit atau sakratul maut lalu dagingnya dijual murah.
"Brandu itu tradisi di Gunungkidul, dan brandu itu macam-macam. Maksudnya brandu itu tergantung sebabnya dan kadang-kadang (ternak) keracunan baru sakaratul maut dipotong," katanya.
Menurutnya, brandu merupakan tradisi yang tujuannya baik. Meski tujuan dari brandu semata-mata untuk membantu sesama, Retno menilai jika ternak yang dibrandu mati mendadak akibat antraks sama saja merugikan masyarakat. Sebab, hal ini hanya akan menyebarkan antraks.
Terkait hal itu, Wakil Bupati Gunungkidul Heri Susanto meminta agar masyarakat tidak menyembelih ternak yang sakit apalagi mati mendadak. Mengingat salah satu penyebab menyebarnya antraks adalah mengkonsumsi daging ternak yang terpapar.
"Pertama kepada masyarakat yang punya ternak kalau ternaknya sakit jangan disembelih, jangan dikonsumsi. Apalagi kalau sudah mati dibrandu (disembelih lalu dibagikan)," ucapnya.
Mengenal Apa Itu Penyakit Antraks
Mengutip dari situs resmi Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Kulon Progo, antraks adalah penyakit bakterial bersifat menular akut pada manusia dan hewan yang disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis.
Dalam bahasa Yunani, antraks berarti batu bara. Istilah ini digunakan karena kulit korban yang terkena antraks akan berubah menjadi hitam. Antraks sendiri lebih sering menyerang hewan herbivora liar dan yang telah dijinakkan.
Penyakit antraks bersifat zoonosis yang berarti dapat ditularkan dari hewan ke manusia atau sebaliknya, namun tidak dapat ditularkan antara sesama manusia.
Bacillus anthracis sebagai penyebab penyakit antraks, bersifat gram positif, berbentuk batang, tidak bergerak dan membentuk spora. Bentuk vegetatif dari bakteri ini dapat tumbuh subur di dalam tubuh dan segera menjadi spora apabila berada di luar tubuh ketika kontak dengan udara luar. Spora ini dengan cepat akan terus menyebar melalui air hujan.
Hewan ternak dapat terinfeksi penyakit antraks apabila memakan pakan atau meminum air yang terkontaminasi spora tersebut atau jika spora mengenai bagian tubuh yang luka. Ternak penderita antraks kemudian dapat menulari ternak yang lain melalui cairan (eksudat) yang keluar dari tubuhnya. Cairan ini kemudian mencemari tanah sekelilingnya dan dapat menjadi sumber untuk munculnya wabah berikutnya.
Simak Video 'Sapi Mati Dikubur Lalu Dikonsumsi Berujung Wabah Antraks di Gunungkidul':