Jemaah haji asal Indonesia yang datang ke Madinah di gelombang pertama ramai mengeluhkan terganggunya salat arbain mereka sehingga tak sempurna. Gangguan itu karena jemaah diminta segera keluar dari hotel sebelum lengkap melaksanakan salat arbain.
Berdasarkan keterangan dari Kementerian Agama, jemaah haji Indonesia gelombang pertama dan kedua memang diberi kesempatan untuk melakukan ibadah arbain atau salat wajib sebanyak 40 kali berturut-turut selama delapan atau sembilan hari di Masjid Nabawi Madinah. Pelaksanaan arbain didasarkan pada hadis Nabi SAW dari Anas bin Malik, yang berbunyi:
"Barang siapa salat di masjidku (Nabi Muhammad SAW) 40 salat tanpa ada yang ketinggalan, maka dia dicatat bebas dari neraka, keselamatan dari siksaan, dan bebas dari kemunafikan." (HR Turmudzi).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nah, Timwas Haji DPR banyak menerima keluhan soal salat arbain ini dari jemaah gelombang pertama atau yang ke Madinah sebelum puncak haji. Keluhannya adalah soal jemaah yang diminta segera pindah hotel ke Makkah, padahal salat arbain mereka belum genap 40 salat.
Usut punya usut, setelah berkunjung ke Panitia Penyelenggara Haji Daerah Kerja (PPIH Daker) Madinah, Timwas Haji DPR mendapat informasi soal penyebab jemaah diminta segera pindah hotel. Sewa hotel haji tahun 2023 ini ternyata memang lebih sedikit satu hari dibanding tahun-tahun sebelumnya.
"Jadi untuk salat arbain itu kan butuh delapan hari. Nah, biasanya Kemenag sewa hotel di Madinah 9 hari. Sebenarnya alasannya bagus, untuk antisipasi kalau ada hal-hal lain. Tapi dari BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) menganggap ini temuan, dianggap pemborosan, jadi ini tahun ini sewa hotelnya delapan hari," kata anggota Timwas Haji DPR Abdul Wachid kepada wartawan di Madinah, Rabu (5/7/2023).
Wachid menjelaskan sewa hotel sembilan hari sebenarnya dimaksudkan PPIH untuk antisipasi jika ada keterlambatan pesawat ataupun hal tak terduga lainnya. Namun itu tadi, karena BPK menganggap sewa hotel lebih satu hari ini sebagai temuan, tahun ini sewa hotel di Madinah pas delapan hari.
"Jadinya jemaah yang pesawatnya delayed, dan benar ada delayed kan, ibadahnya nggak komplet. Yang nggak delayed ya pas-pas saja (ibadahnya)," ujar Ketua DPD Gerindra Jawa Tengah ini.
Wakil Ketua Badan Anggaran DPR yang juga anggota Timwas Haji, Syarief Abdullah, meminta BPK mencermati juga keluhan jemaah soal salat arbain ini. Dia berharap BPK menghitung faktor-faktor yang menjadi kendala ibadah jemaah haji Indonesia. Apalagi untuk kasus delayed pesawat, maskapai yang bermasalah bukanlah maskapai Tanah Air.
"Kan sudah terbukti banyak masalah delayed pesawat. Mudah-mudahan ini juga jadi perhatian BPK-lah," kata Ketua DPW NasDem Kalimantan Barat ini.
Simak juga 'Taif, Hidden Gem di Arab Saudi yang Sejuk':