Kontroversi Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Zaytun semakin melebar. Bareskrim Polri kini menerapkan lapisan pasal-pasal mulai dari penistaan agama hingga penyebaran hoax yang berujung keonaran di publik.
Persoalan Ponpes Al-Zaytun sebenarnya bergulir sejak lama hingga terbaru mengenai saf salat di ponpes yang dipimpin Panji Gumilang itu mendapatkan sorotan. Sebab saf salat di Ponpes Al-Zaytun mencampurkan saf pria dan wanita yang tidak sesuai dengan anjuran Rasulullah SAW.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Polemik berlarut hingga muncul lagi ceramah-ceramah Panji Gumilang yang dianggap menyesatkan. Akhirnya perkara ini pun dilaporkan ke Bareskrim Polri.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md sempat menerangkan bahwa Al-Zaytun dulu bernama Yayasan Negara Islam Indonesia (NII). Namun saat ini pengusutan fokus di pidana umum terkait Panji Gumilang.
"Untuk Al-Zaytun sekarang ini kita fokus pada pidana umumnya, bukan pada radikalisme NII-nya. Kan yang sekarang muncul dan sedang ditangani. Kalau itu nanti biar BNPT terus mendalami dan kami akan terus monitor NII itu," kata Mahfud di Hotel JS Luwansa, Jakarta, Rabu (5/7/2023).
Dugaan Penistaan Agama
Awalnya Panji Gumilang dilaporkan ke Polda Jawa Barat terkait dugaan penistaan agama. Lalu kasus itu dilimpahkan ke Bareskrim Polri. Perkara yang diusut yaitu terkait Pasal 156 A KUHP yang bunyinya sebagai berikut:
Barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Untuk perkara ini Panji Gumilang diperiksa Bareskrim Polri pada Selasa, 4 Juli 2023. Setelahnya Bareskrim meningkatkan kasus ini ke tahap penyidikan tetapi belum ada tersangka yang dijerat.
"Kami sampaikan selesai pemeriksaan penyidik telah melaksanakan gelar perkara, adapun kesimpulan gelar perkara bahwa perkara ini dari penyelidikan dinaikkan jadi penyidikan dan mulai besok kami sudah melaksanakan upaya-upaya penyidikan," ujar Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri di Gedung Bareskrim Polri, Selasa (4/7/2023).
"Kemarin siang juga dilaksanakan gelar perkara tambahan karena ditemukan oleh penyidik pidana lain dengan persangkaan tambahan yaitu Pasal 45a ayat (2) Jo Pasal 28 ayat (2) UU Nomor 19 tahun 2016 ttg ITE dan/atau Pasal 14 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana," ujar Djuhandani.
Adapun bunyi pasal-pasal tersebut ialah sebagai berikut:
Pasal 45A UU ITE
(2) Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (21 dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000 (satu miliar rupiah).
Pasal 28 UU ITE
Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Pasal 14 UU No 1 Tahun 1946
(1) Barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun.
Djuhandani sudah mengirimkan SPDP atau Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan ke kejaksaan. Kini publik menanti langkah nyata polisi untuk menetapkan siapa tersangka dari perkara ini.