Kementerian Pendidikan, Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) menggelar kegiatan pertukaran budaya bidang kuliner dengan Qatar. Pertukaran kebudayaan Indonesia-Qatar itu dilakukan melalui program Culinary Journey.
Direktur Jenderal Kebudayaan Hilmar Farid mengatakan program Culinary Journey adalah kegiatan kuliner yang mengandung unsur nilai budaya dan sosial kemasyarakatan. Program ini dilestarikan secara turun temurun dan mempertemukan 2 chef ternama dari Qatar dengan 1 chef ternama Indonesia.
Selain itu, Culinary Journey adalah rangkaian program pertukaran budaya tahunan Qatar-Indonesia 2023 Year of Culture. Kegiatan ini diikuti oleh dua chef asal Qatar, yakni Hassan Abdullah Alibrahim dan Noof Al Marri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hilmar menyebutkan lewat program ini keduanya mengikuti proses pembuatan kuliner asli Tanah Air secara tradisional, sekaligus mengenalkan kuliner khas dari negara mereka.
"Keduanya bersama memperdalam pemahaman antara negara dan masyarakatnya, budaya, makanan dan pengalaman kuliner dari bagian timur hingga barat Nusantara untuk lebih memahami budaya masing-masing melalui masyarakatnya. Selain itu, juga makanan tradisional tiap daerahnya dan juga bahan-bahan yang digunakan dalam setiap masakan," jelas Hilmar dalam keterangan tertulis, Rabu (5/7/2023).
Hilmar mengungkapkan kegiatan ini dilakukan di 3 wilayah Indonesia, di antaranya adalah Kota Jayapura, Papua pada 19-24 Juni, Kota Medan, Sumatera Utara pada 24 - 27 Juni, dan Bali pada 27 Juni - 2 Juli 2023.
Di Papua, 2 chef asal Qatar itu diajak ke kampung Skouw Sae. Kampung ini terletak di perbatasan antara Papua dan Papua Nugini. Penduduk di kampung Skouw Sae masih merawat kearifan lokal dengan merawat makanan khas mereka, yaitu sagu.
Selain itu, di Kota Medan, Chef Hassan dan Noof bersama Chef asal Indonesia mengeksplorasi keunikan kuliner khas hasil peleburan berbagai budaya Melayu, Tiongkok, India, Aceh, Minang, Jawa serta tradisional Batak. Chef Hassan dan Noof juga disuguhkan dengan makanan tradisional Medan, seperti Putu Bambu Sudi. Para chef juga melakukan cooking demo Sago Qatar, puding tapioka tradisional Qatar yang dibumbui dengan kapulaga hijau, kunyit, dan air mawar.
Sedangkan, saat di Bali, Chef Hassan dan Noof turut mendalami budaya yang dipadukan dengan adat dan agama, tradisi Megibung di Taman Soekasada Ujung. Tradisi tersebut dikenalkan oleh Raja Karangasem dan menjadi tradisi yang memiliki nilai untuk menumbuhkan rasa kebersamaan tanpa melihat status sosial.
Hilmar melanjutkan pemilihan lokasi, Papua, Medan serta Bali pada rangkaian Culinary Journey ini dipastikan bukan hanya mempunyai ragam kuliner, tetapi juga sarat akan nilai Budaya.
"Ini sebuah proses saling mengenal budaya, kebudayaan Indonesia dengan ekologi yang sangat variatif dan kebudayaan Qatar, ketika kita bicara pangan, ini tidak hanya soal makanan, namun juga tradisi-tradisi yang mengikutinya," terangnya.
Hilmar berharap melalui Qatar-Indonesia 2023 Year of Culture, kedua negara bisa lebih mempererat persaudaraan, menggali dan lebih memahami keunikan dan keragaman yang ada.
Sementara itu, Direktur Kepercayaan Terhadap Tuhan YME dan Masyarakat Adat dari Kemendikbud Ristek Ditjen Kebudayaan Sjamsul Hadi menyatakan kegiatan itu tersebut adalah ajang pengenalan filosofi budaya, norma dan kebiasaan masyarakat yang diwariskan dalam makanan.
Dia menilai keragaman kuliner dapat berperan sebagai media paling mudah untuk memperkenalkan aneka budaya, adat istiadat hingga nilai-nilai masyarakat agar mudah dipahami bangsa lain.
"Culinary Journey banyak mengandung arti kebudayaan dari kegiatan tersebut, salah satunya media komunikasi," tegasnya.
Lebih lanjut, dia mengungkapkan kegiatan ini mempertemukan Hassan Abdullah Alibrahim 'The Captain Chef' dari Qatar yang telah menjelajahi masakan restoran dan kaki lima di 175 kota di dunia dengan Noof Al Marri, Chef ternama Qatar dengan spesialisasi masakan lokal Timur Tengah. Keduanya dipertemukan untuk bertukar ide dan mengenal masakan tradisional Papua dengan Charles Toto, Chef Indonesia yang giat melestarikan masakan tradisional Papua.
Halaman Selanjutnya: 2 Chef Qatar Kagum dengan Makanan Tradisional Papua
Simak juga 'Jokowi Tiba di Papua Nugini Disambut PM James Marape':
Di sini, Chef Hassan dan Noof ikut memanen sagu, memproses hingga mencicipi hidangan sagu yang disiapkan menggunakan cara tradisional Bakar Batu. Bakar Batu yang merupakan salah satu tradisi penting di Papua yang berupa ritual memasak bersama-sama warga satu kampung.
Tradisi ini bertujuan untuk bersyukur, perdamaian,silaturahmi (mengumpulkan sanak saudara dan kerabat, menyambut kebahagiaan baik berupa kelahiran, perkawinan adat, penobatan kepala suku).
Syamsul mengatakan Kemendikbudristek sangat mengapresiasi kedatangan Chef Hassan dalam rangkaian program Culinary Journey ini ke Papua, khususnya dalam Sagu Festival yang biasa digelar pada 21 Juni 2023.
"Hal ini lebih mendorong rasa percaya diri masyarakat Papua, khususnya generasi muda, agar lebih tahu proses bagaimana pengolahan sagu hingga proses pembuatan ragam makanan berbahan pokok sagu," ujarnya.
Sementara itu, Chef Hassan mengaku kagum kepada masyarakat Papua yang melestarikan sagu.
"Saya acungkan jempol bagi masyarakat Papua daΕam melestarikan sagu. Salut akan upaya Indonesia untuk melestarikan sagu menjadi tanaman berkelanjutan yang tepat untuk melestarikan bumi," katanya.
Sementara itu, Chef Charles mengaku senang karena antusiasme Chef Hassan dalam memanen sagu.
"Beliau bukan hanya memotong pohon sagu, memarut sagu hingga membantu memasak menggunakan Bakar Batu, tetapi juga mengikuti tradisi kami menggunakan alat-alat tradisional. ahkan juga ikut mencicipi ulat sagu yang biasa dikonsumsi sebagai sumber protein untuk masyarakat tradisional," kata Chef Charles.
Selanjutnya, Chef Hassan dan Noof mengenalkan makanan tradisional Qatar di SMKN 1 Jayapura.Di sana, siswa-siswi disuguhi Madrouba, bubur ayam tradisional Qatar yang kaya akan rempah-rempah, seperti kunyit, cengkeh, kapulaga hijau, jinten dan lainnya yang dibuat oleh Chef Noof seperti Ayam Mashkhuol, nasi basmati rempah yang dimasak dengan cara slow cook.
Bahan utama dari nasi basmati tersebut adalah kayu manis, kapulaga hijau, saffron, air mawar, ketumbar dan lainnya. Sajian tersebut disajikan istimewa dengan selada dan saus tomat oleh Chef Hassan.
"Senang melihat antusiasme siswa-siswi SMKN 1 Jayapura. Kami berharap agar apa yang kami sajikan bisa memberikan inspirasi baru bagi mereka, para calon chef," ujar Chef Noof.
Perjalanan Chef Hassan dan Noof di Papua ini ditutup pada acara outdoor cooking di ekowisata burung Cendrawasih di Isyo Hills, Nimbokrang. Para chef bisa melihat 28 spesies dari 30 spesies burung Cendrawasih yang ada di Indonesia.
Di kesempatan ini, Chef Hassan bersama dengan Chef Charles akan membuat hidangan manis dan gurih tradisional yang populer di Qatar, Balaleet. Ini menu sarapan yang populer, secara tradisional terdiri dari bihun yang dimaniskan dengan gula, kapulaga hijau, air mawar, dan kunyit, dan disajikan dengan telur dadar di atasnya.
Ragam cita rasa dan cara mengolah makanan tradisional yang dipadukan dengan sentuhan modern telah dirangkai dalam rangka bertukar budaya melalui kuliner dengan para chef dari Qatar.
Koordinator Program untuk Iftar dan Culinary Journey, Santhi Serad mengatakan pada program ini pihaknya berusaha untuk menyajikan kayanya keanekaragaman hayati Indonesia. Dimulai di Papua, kami memperlihatkan sumber pangan lokal yang mempunyai keanekaragaman (biodiversitas) flora tertinggi di dunia.
"Sedangkan Medan kami pilih sebagai representasi dari pertemuan berbagai budaya seperti Melayu, Tiongkok, India, Aceh, Minang, Jawa serta tradisional Batak. Lalu kami juga ingin mengangkat tradisi masak bersama (Mebat) untuk menyiapkan makan bersama sebagai cerminan ikatan bekerja sama atau gotong royong antara orang yang menjamu dan masyarakat lainnya di Bali melalui acara Megibung," pungkas Santhi.