SO (14), seorang siswa di Temanggung, Jawa Tengah (Jateng) diduga membakar sekolahnya karena mengaku di-bully oleh temannya dan guru. KPAI menyayangkan SO yang berstatus anak berhadapan dengan hukum (ABH) ditampilkan di hadapan publik saat polisi menggelar jumpa pers kasus ini.
"Ya kami sudah 2 hari ini memang kami sedang koordinasi karena agak terhambat juga ini beberapa hal. Saya kaget, terus terang ini saya kritik terhadap pengikutsertaan ABH dalam gelar perkara kepolisian ya, saya kira ini harus menjadi perhatian sehingga polisi lebih mencermati undang-undang SPPA (Sistem Peradilan Pidana Anak, red) untuk dilaksanakan," kata Ketua KPAI Ai Maryati kepada wartawan, Minggu (2/7/2023).
"Tentu kami memberikan ruang seluas mungkin pada ranah penyidikan dan keterangan Balai Pemasyarakatan untuk mengetahui bully yang dialami oleh ananda," imbuhnya.
Diketahui dalam jumpa pers kasus ini SO dihadirkan polisi dan memakai penutup kepala. Menurut Ai, kehadiran anak sebagai terduga pelaku itu akan berdampak pada psikologis anak.
"Itu kami sesalkan, kami kaget, kenapa ini polisi, nggak ada cerita ditutup muka, ini anak mengalami guncangan psikologis, karena siapa pun ya, walaupun ditutup mukanya. Inisial aja, saya kira itu juga sudah membuat seseorang secara psikologis terancam, ini yang kami sesalkan di awal. Saya harap kepolisian harus meningkatkan profesionalitasnya," tuturnya.
Ai mengatakan KPAI sedang berkoordinasi dengan Balai Pemasyarakatan setempat mengenai kasus ini. Ai menekankan bahwa anak berharapan dengan hukum ini masih berusia 14 tahun.
"Anak ini kan harus melampaui dulu pertemuan restorasi justice, karena kalau melihat patokan-patokan jelas ada usia di bawah pertanggungjawaban secara hukum, ini 14 tahun. Makanya kami sedang koordinasi penuh dengan Balai Pemasyarakatan serta kepolisian. Tetapi ada ranah yang menurut kami di level awal harus kita koreksi bahwa tidak boleh menampilkan anak di usia 14 ini untuk kepentingan gelar, walaupun tertutup dan sebagainya," katanya.
Ai menduga siswa tersebut mengalami situasi yang sangat miris akibat bullying tersebut yang berujung pembakaran sekolah. Ai berharap dalam kasus ini berbagai pihak dilibatkan sehingga kasus berimbang.
"Karena ini kan ada derajat, ada eskalasi. Mungkin tidak sejauh itu dia melakukan tindakan-tindakan dugaan dia sementara, jika dia juga tidak mengalami situasi yang sangat miris, yang sangat membuat dia menderita. Tentu kami memberi kesempatan yang luas seperti itu dan pelibatan Balai Pemasyarakatan sehingga berimbang informasi melalui penyelidikan, penyidikan dan kemudian melalui penelitian masyarakat (Litpas) dalam hal ini kewenangan BK Bapas," katanya.
Dorong Pemulihan Anak
Selain itu, Ai mendorong agar hak anak yang menjadi terduga pelaku ini dipulihkan. Ai berharap adanya peran orang tua hingga guru dalam hal ini.
"Tentu orang tua dan dewan guru, sekolah, saya kira harus memberikan dukungan atas pemulihan, percepatan pemilihan anak ini. Ini pasti membuat dia juga, secara pribadi mungkin dia syok, ternyata dampak dari dugaan yang dia lakukan membakar itu bukan main-main, sesuatu yang juga merugikan pihak sekolah dan anak-anak lain, kemudian juga bully berikutnya dari secara sosial, bukan hanya di lingkungan sekolah terhadap dia," ujar Ai.
Saksikan Live Detik Pagi:
Simak Video 'Motif Siswa SMP Temanggung Bakar Sekolah: Di-bully Teman dan Guru':
(lir/imk)