Warga Tolak Penutupan
Warga menolak perlintasan itu ditutup. Warga menyebut jalur itu ramai dilintasi.
"Tidak setuju, karena di sini penduduknya padat, ramai, lalu lintas sudah ramai sekali. Keputusan diterima apa nggak itu tergantung PJKA. Kalau warga maunya dibuka, juga ditingkatkan kemampuan penjaganya tingkat wibawanya. Kemarin sopir angkot dikasih tau dilarang nggak mau 'minggir-minggir agak ke tengah, ngotot'," kata Suparyono saat ditemui detikcom, Minggu (18/6).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Suparyono menyebut ada perlintasan resmi di dekat lokasi TKP, yaitu di Pondok Terong. Namun pelintasan itu tidak efisien untuk warga sekitar TKP.
"Ada banyak (pelintasan), yang resmi Pondok Terong tapi harus muter, jauh si nggak cuma efisien, yang punya mobil sudah banyak," ujarnya.
Suparyono menyebut lokasi TKP tersebut sudah 4 kali terjadi kecelakaan. Namun warga tetap melalui pelintasan itu karena dapat mempersingkat waktu.
"Kejadian (kecelakaan kereta) banyak udah sering. Mungkin waktunya dipersingkat lewat sini, saya nggak tau alasan warga. Kejadian sudah 4 kali naik motor, taksi, kebanyakan motor korbannya, taksi pernah keseret," ujarnya.
Warga lainnya, Didin, menolak juga pelintasan itu ditutup sebab membuat warga harus memutar jauh. Dia mengatakan alasan warga tak melalui pelintasan resmi karena warga sekitar TKP padat penduduk.
"Saya sih nggak setuju ditutup soalnya muternya agak jauh. Emang ada di Pondok Terong tapi kan kita penduduk dalem, padet penduduk juga di sini," ujar Didin.
Didin menyebut kecelakaan di TKP ini sudah 4 kali kejadian. Namun dia tetap menolak perlintasan ditutup dan meminta penjaga palang kereta ditambah.
"Udah keempat kali kejadian si, membahayakan si emang tapi kan kita punya kendaraan ya repot sebagian. Nggak setuju ditutuplah, kalau bisa penjaganya ditambah," ungkapnya.