Polisi menyebut Moses Bagus Prakoso (33) sengaja ditabrak OS (26) menggunakan mobil dari belakang hingga tewas. Pakar psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel, mengatakan tindakan tersebut lebih berat dari insiden kecelakaan.
"Lebih serius daripada kecelakaan. Polisi bisa menakar seberapa jauh situasi yang berlangsung adalah tewasnya seseorang akibat perbuatan orang lain (homicide)," kata Reza kepada wartawan, Jumat (16/6/2023).
Dia mengatakan tindakan homicide terbagi tiga. Pada level pertama, katanya, pelaku (A) semata-mata ingin meluapkan amarahnya (road rage) dengan cara menabrak korban (B).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada level ini, katanya, pelaku tak memikirkan dampak perbuatannya kepada korban. Kendaraan pelaku menabrak sampai melindas korban karena mobilnya melaju begitu kencang sehingga tak dapat dihentikan seketika atau dengan cepat.
"Ini diistilahkan sebagai third degree murder. Mungkin bisa disetarakan dengan penganiayaan yang mengakibatkan orang meninggal dunia," katanya.
Sementara itu, pada level 2, lanjutnya, menjelang menabrak si korban, pelaku sudah membayangkan bahwa perbuatannya itu bisa menewaskan korban, dan si A tidak mengurungkan tindakannya. Menurutnya, tindakan tersebut disebut second degree murder atau pembunuhan.
Sedangkan pada level 3, sejak sekian waktu sebelumnya si A sudah berniat bahwa ia ingin menghabisi si B dengan cara menabraknya.
"Third degree murder. Pembunuhan berencana," katanya.
Dia mengatakan, dalam situasi amarah di jalan raya, penabrak bisa menggunakan defence of provocation sebagai dalihnya. Reza menjelaskan, dalam kondisi itu, pelaku akan mengatakan perbuatannya itu dilakukan semata-semata karena didahului serangan (provokasi) pihak lain.
"Berhadapan dengan pembelaan diri sedemikian rupa, otoritas penegakan hukum akan mengujinya lewat tiga tahap. Pertama, memastikan bahwa provokasi itu betul-betul ada. Bukan halusinasi ataupun tafsiran keliru si penabrak atas pengemudi lain," ucap dia.
Jika pengujian tahap satu terpenuhi, masuk ke tahap kedua, yaitu kondisi provokasi dari korban sedemikian hebatnya sampai-sampai menghilangkan kontrol diri si penabrak.
Kemudian, pada tahap ketiga, penegak hukum akan melihat jarak waktu antara provokasi dan serangan balik. Penegak hukum juga akan meninjau instrumen yang digunakan si pelaku.
Menurutnya, jika jeda waktunya sangat singkat dan si pelaku menggunakan instrumen seadanya bahkan sekenanya, sebatas apa yang dia pegang atau dia temukan di dekatnya, maka perbuatan si pelaku dapat dinilai sebagai reaksi spontan.
"Hitung-hitungan di atas kertas, jika defence of provocation terbukti, hukuman bagi si pelaku bisa diringankan. Bahkan, becermin pada sejumlah kasus pembunuhan terhadap pelaku begal oleh warga, bisa saja pelaku dibebaskan dari pertanggungjawaban pidana," kata dia.
Simak berita selengkapnya di halaman selanjutnya.
Simak juga Video: Rekaman CCTV Detik-detik Pemotor Tewas Ditabrak Tetangga di Jaktim