49 Tahun Berkarya, Abie Wiwoho Si 'Mantri Kakus' Resah Mencari Penerus

Sosok

49 Tahun Berkarya, Abie Wiwoho Si 'Mantri Kakus' Resah Mencari Penerus

Nada Celesta - detikNews
Senin, 12 Jun 2023 06:48 WIB
Jakarta -

Konsistensi Abie Wiwoho dalam menjalani pekerjaannya selama hampir 50 tahun terakhir membuatnya memiliki banyak julukan. Sanitarian asli Ponorogo ini pernah dipanggil 'Mantri Kakus', 'Mantri WC', hingga 'Dosen Jamban'.

Julukan-julukan itu didapatkan Abie saat 'blusukan', untuk mengajari teknik pengolahan air limbah ke daerah-daerah. Ini dilakukan Abie sejak lulus dari Akademi Penilik Kesehatan tahun 1974.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Abie juga menciptakan desain Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dengan biofilter tempurung kelapa. Desain IPAL Abie itu sederhana dan jauh lebih murah dari IPAL pabrikan. Artinya, temuannya ini bisa membantu masyarakat kecil dan lebih terjangkau untuk kawasan pemukiman dan fasyankes.

Kendati menjalankan peran penting dalam memperbaiki kualitas sanitasi di berbagai daerah di Indonesia, Abie mengakui bahwa profesinya ini tak cukup 'seksi'. Bahkan, sejak ia masih menjadi dosen, mahasiswanya sering kabur karena menganggap mata kuliah yang diampunya tidak masuk akal.

ADVERTISEMENT

"Namanya mata kuliah Air Limbah itu nggak ada mahasiswa tertarik. Pikirannya diskusi tentang kotoran orang, kan nggak masuk akal gitu.'Ini pekerjaan apa, IPAL itu? Cuman ngobok-ngobok kotoran orang!'" kenang Abie di program Sosok detikcom.

Meski demikian, Abie tak berkecil hati. Hingga kini, ia masih bertekad menyempurnakan ciptaannya. Ia mengaku, di sela-sela waktu yang ada, Abie masih bisa meluangkan 2-3 jam per hari untuk membuat sketsa dan menghitung variabel-variabel untuk memperbaiki kekurangan di desain IPAL-nya saat ini.

Cita-cita Abie sederhana, ia ingin tidak ada sanitarian yang tidak bisa membuat IPAL. Ia tak kuasa melihat bangsa ini terus bergantung pada sanitarian luar negeri untuk mengatasi persoalan sanitasi.

Maka, meski sudah tidak mengajar di perguruan tinggi lagi, Abie masih aktif 'mengajar' dengan berbagai cara. Mulai dari menjadi pembicara, menjadi dosen tamu, hingga sekadar berbagi lewat obrolan. Bagi Abie, ini adalah ikhtiar untuk membuat bangsanya semakin mandiri.

Namun, Abie sang sanitarian tak lagi muda. Tahun ini saja, ia akan menginjak usia ke-75. Di usia senjanya, Abie mengharapkan adanya seorang penerus. Asisten Abie, Edwin, mulanya digadang-gadang menjadi penerus Abie. Namun, perjuangan Edwin terhenti lantaran pengguna jasanya tak terlalu banyak.

"Tapi ya, emang saya belum menjumpai orang yang mau menekuni IPAL itu juga mungkin merasa gengsi, atau apa, gitu. Ada dulu penerus, asisten saya, namanya Mas Edwin itu penerus, itu pindah ke Palembang juga karena mungkin di sana tidak dikenal, jadi tidak ada orang yang pesan desain IPAL-nya, dan sebagainya," terang Abie.

Kendati kesulitan mencari penerus, Abie tidak lantas ambil pusing. Ia tetap berusaha menyebarkan pengetahuan yang ia punya, demi kualitas sanitasi Indonesia yang lebih baik.

Selain turun langsung ke lapangan sebagai pengajar dan konsultan, Abie juga ingin menulis buku. Abie ingin membuat buku dasar-dasar pengolahan limbah cair, agar literasi mengenai desain IPAL di Indonesia lebih mudah diakses.

"Saya sebenarnya ingin sekali membuat buku ya, pilihan kita hanya membuat buku tentang dasar-dasar pengolahan limbah cair. Sehingga, kekayaan intelektual itu ada pada bangsa kita ini, gitu," terang Abie.

"Jangan sampai kita itu apa-apa harus belajar ke luar. Itu aja sebenarnya. Sederhana, tidak tinggi-tinggi, karena saya udah tua," tambahnya.

(nel/vys)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads