Sorotan ke Kasus ABG di Parimo Usai Disebut Bukan Pemerkosaan

Sorotan ke Kasus ABG di Parimo Usai Disebut Bukan Pemerkosaan

Tim detikcom - detikNews
Jumat, 02 Jun 2023 07:02 WIB
Gadis ABG berusia 15 tahun di Kabupaten Parigi Moutong (Parimo), Sulawesi Tengah (Sulteng) menjadi korban pemerkosaan oleh 11 pria.
Foto: Tersangka kasus persetubuhan ABG di Parimo (dok.istimewa)
Jakarta -

Polisi menyebut kasus ABG berusia 15 tahun di Parigi Moutong (Parimo) Sulawesi Tengah, adalah kasus persetubuhan anak di bawah umur, bukan pemerkosaan. Anggota DPR RI pun memberikan sorotan keras.

"Dalam perkara ini tidak ada unsur kekerasan, ancaman, ataupun ancaman kekerasan termasuk juga pengancaman terhadap korban. Dalam kaitan dengan dilakukan secara bersama-sama, dari pemeriksaan pun sudah jelas dan tegas bahwa tindak pidana ini dilakukan berdiri sendiri-sendiri, tidak dilakukan secara bersama-sama," ucap Kapolda Sulteng Irjen Agus Nugroho dalam konferensi pers yang dikutip Kamis, (1/6/2023).

Agus menyebut peristiwa itu terjadi dalam kurun waktu April 2022 hingga Januari 2023 di mana terindikasi ada 11 orang pelaku yang melakukan persetubuhan terhadap korban yang merupakan seorang anak berusia 15 tahun. Perbuatan itu disebut Agus tidak terjadi bersama-sama sehingga menurutnya istilah pemerkosaan bergiliran tidaklah tepat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Untuk diketahui bersama bahwa kasus yang terjadi bukanlah perkara atau kasus pemerkosaan ataupun rudapaksa apalagi sebagaimana kita maklumi bersama beberapa waktu yang lalu ada yang menyampaikan pemerkosaan yang dilakukan oleh 11 orang secara bersama-sama, saya ingin meluruskan penggunaan istilah itu," ucap Agus.

Namun dari 11 orang itu baru 10 orang yang dijerat sebagai tersangka. Sedangkan seorang lagi yang merupakan oknum Brimob saat ini masih menjalani pemeriksaan.

ADVERTISEMENT

Agus menyebutkan bila pemerkosaan diatur dalam Pasal 285 KUHP di mana disebutkan terdapat unsur kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memaksa wanita bersetubuh di luar perkawinan. Pasal ini disebut Agus memiliki ancaman pidana maksimal 12 tahun penjara. Sedangkan penerapan pasal dalam kasus ini disebut Agus menggunakan Undang-Undang Perlindungan Anak.

Kapolda Sulteng meminta publik tidak menyebut hal ini sebagai pemerkosaan. Berikut penjelasannya.

"Kita tidak menggunakan istilah pemerkosaan melainkan persetubuhan anak di bawah umur. Mengapa? Karena apabila kita mengacu pada istilah pemerkosaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 285 KUHP ini secara jelas dinyatakan bahwa unsur yang bersifat konstitutif di dalam kasus pemerkosaan adalah adanya tindakan kekerasan atau pun ancaman kekerasan memaksa seorang wanita untuk bersetubuh dengannya di luar perkawinan," ucap Agus.

"Modus operandi yang digunakannya pun bukan dengan kekerasan ataupun ancaman kekerasan, melainkan dengan bujuk rayu, tipu daya, iming-iming akan diberikan sejumlah uang, akan diberikan sejumlah barang baik itu berupa pakaian, handphone, bahkan ada di antara pelaku yang berani menjanjikan akan bertanggung jawab jika korban sampai dengan hamil," imbuhnya kemudian.

Selengkapnya pada halaman berikut.

Simak juga 'Saat Dosen Cabul di Buleleng Berniat Perkosa Mahasiswinya':

[Gambas:Video 20detik]



Saat ini Agus mengatakan kasus ini masih terus dikembangkan. Dari 11 terduga pelaku di mana 1 di antaranya adalah oknum anggota Brimob yang belum menjadi tersangka, masih ada 3 orang lainnya yang masih dalam kejaran polisi atau berstatus buronan.

Berikut 11 terduga pelaku persetubuhan anak di Parimo ini:
1. HR alias Pak Kades berusia 43 tahun, salah satu kades di wilayah Kabupaten Parigi Moutong
2. ARH alias Pak Guru berusia 40 tahun, dia adalah seorang ASN, seorang guru SD
3. RK alias A berusia 47 tahun, wiraswasta
4. AR alias R berusia 26 tahun, petani
5. MT alias E berusia 36 tahun, tidak memiliki pekerjaan
6. FN berusia 22 tahun, mahasiswa
7. K alias DD, 32 tahun, petani
8. AW yang sampai saat ini masih buron
9. AS ini pun sama sampai saat ini masih buron
10. AK yang sampai saat ini masih buron
11. NPS yang berprofesi sebagai anggota Polri, sampai saat ini masih dalam pemeriksaan.

Disorot Anggota DPR

Anggota Komisi III DPR dari F-PPP Arsul Sani menyebut yang utama dalam kasus ini adalah penanganan perkara harus jelas dan tegas. Dia meminta penegakan hukum juga harus tegas jika ada aparat yang terlibat.

"Yang paling penting itu adalah proses hukumnya dilakukan dengan jelas dan tegas terhadap siapapun termasuk jika ada aparat Polri yang terlibat," kata Arsul kepada wartawan, Kamis (1/6).

Arsul mengatakan penerapan pasal kepada pelaku bisa dibuat secara berlapis. Dia meminta agar polisi berkoordinasi sejak awal dengan jaksa mengenai penerapan pasal.

"Soal pasal itu kan bisa dibuat berlapis juga. Kami di Komisi III meminta agar dalam kasus-kasus di mana ada persinggungan pasal-pasal pidana terkait dan hal ini mendapat perhatian publik maka seyogyanya dari tahap awal proses hukum, penyidik Polri sudah berkoordinasi dengan Kejaksaan," katanya.

"Karena bagaimanapun juga soal penerapan pasal pidana yang paling pas dan menjadi yang utama atau primair maka itu adalah domainnya jaksa penuntut umum ketika menentukannya dalam surat dakwaan. Dan konsultasi penyidik dengan JPU sejak awal hal yang tidak ada salahnya," lanjutnya.

Arsul kembali menekankan agar pengungkapan kasus ini berjalan cepat. Dia juga mendorong agar bukti-bukti dalam kasus ini segera dilengkapi.

"(Pengungkapan kasus) itu saya kira yang utama, karena soal pengenaan pasal itu kan pada akhirnya akan tergantung pada fakta hukum, bukti-bukti yang dapat diperoleh termasuk apa keterangan ahli," katanya.

Simak selengkapnya pada halaman berikut.

Minta Kapolda Transparan

Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni juga merespons pernyataan Kapolda Sulteng Irjen Agus Nugroho yang menyebut kasus ABG 15 tahun di Parigi Moutong bukan pemerkosaan, tapi persetubuhan anak di bawah umur. Sahroni mengatakan apapun istilahnya, para pelaku harus dihukum berat.

"Aduh Pak Kapolda Sulteng ini gimana sih, namanya anak di bawah umur dan 11 orang diduga pelaku dari persetubuhan. Apapun namanya yang Bapak mau sebut, mereka harus di hukum berat, biadab itu 11 orang," kata Sahroni kepada wartawan, Kamis (1/6/2023).

Sahroni meminta Agus tidak banyak menggunakan bahasa-bahasa lain dan fokus pada pengungkapan kasus. Dia mendorong agar pelaku dihukum berat.

"Pak Kapolda sikapi dengan tegas jangan banyak lagi bahasa-bahasa lain. Hukum seberat-beratnya, titik. Mau apapun namanya intinya sih hukum berat," katanya.

"Sedih lihat demikian dalam kondisi anak di bawah umur sudah diperlakukan demikian kejinya," imbuhnya.

Selain itu, Sahroni meminta agar dugaan oknum Brimob menjadi salah satu pelaku segara diungkap secara terang. Dia ingin kasus ini dijelaskan secara transparan kepada publik.

"Terkait Anggota Brimob praduga tak bersalah, kalau memang dalam pemeriksaan tidak cukup bukti maka sampaikan ke publik agar terang benderang, kenapa awal ada dugaan 11 orang tersebut termasuk oknum Brimob. Harus dan sangat transparan agar publik mengetahui dengan seksama," katanya.

Halaman 2 dari 3
(lir/lir)



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads