Polisi menyebut kasus anak baru gede (ABG) berusia 15 tahun di Parigi Moutong (Parimo), Sulawei Tengah, bukanlah kasus pemerkosaan tapi persetubuhan anak di bawah umur. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) meyakini bahwa kasus itu memenuhi unsur pemerkosaan.
Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar, menjelaskan terkait aturan terkait pemerkosaan. Dia menyebut aturan itu termuat dalam Pasal 285 KUHP.
"Perkosaan diatur dalam Pasal 285 KUHP 'Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama 12 tahun'" kata Nahar kepada wartawan, Kamis (1/6/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nahar mengatakan unsur perkosaan juga diatur dalam pasal dalam UU Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Dia menjelaskan bahwa hal itu termuat dalam pasal 76D.
"Unsur perkosaan dalam KUHP tersebut diatur juga dalam Pasal 76D UU 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang menegaskan bahwa 'Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan memaksa Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain'" katanya.
Berdasarkan penjelasan itu, Nahar menyebut kasus ABG disetubuhi di Parimo memenuhi unsur pemerkosaan, atau bisa disebut perkosaan.
"Jadi tetap memenuhi unsur perkosaan atau dapat disebut 'perkosaan' sebagaimana dimaksud dalam KUHP, hanya saja khusus perkosaan terhadap anak diatur dalam aturan khusus (lex specialis) dalam UU 35 Tahun 2014, dengan cara melakukannya dikembangkan bukan hanya melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 81 Ayat (2) UU 17 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, bahwa selain cara yang diatur dalam Pasal 76D juga berlaku bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain," kata dia.
"Selanjutnya Pasal 4 Ayat (2) huruf c UU 12 Tahun 2022 tentang TPKS ditegaskan bahwa perkosaan atau persetubuhan terhadap anak masuk kategori Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS)," imbuhnya.
Nahar kembali menegaskan bahwa kasus ini masuk kepada perkosaan khusus terhadap anak. Oleh karena itu, dia meminta ahli pidana dilibatkan dalam mengusut kasus ini.
"Saya melihat tetap masuk perkosaan khusus terhadap anak, dengan cara melakukannya yang diperluas tidak hanya sebagaimana diatur dalam Pasal 285 KUHP. Untuk memastikannya, maka dalam proses pemeriksaan kasus ini, dapat meminta pendapat Ahli Hukum Pidana," katanya.
Simak selengkapnya pada halaman berikut.
Saksikan juga 'Ayah Bejat yang Tega Perkosa Anak Tiri Hingga Hamil 7 Bulan':
Polisi Nyatakan Kasus Persetubuhan Anak
Kapolda Sulteng Irjen Agus Nugroho dalam konferensi pers yang dikutip Kamis, 1 Juni 2023, mengatakan narasi awal yang menyebutkan pemerkosaan adalah keliru karena menurutnya tidak ada kekerasan atau ancaman kekerasan di baliknya. Selain itu, perbuatan itu disebut Agus tidak terjadi bersama-sama sehingga menurutnya istilah pemerkosaan bergiliran tidaklah tepat.
"Dalam perkara ini tidak ada unsur kekerasan, ancaman, ataupun ancaman kekerasan termasuk juga pengancaman terhadap korban. Dalam kaitan dengan dilakukan secara bersama-sama, dari pemeriksaan pun sudah jelas dan tegas bahwa tindak pidana ini dilakukan berdiri sendiri-sendiri, tidak dilakukan secara bersama-sama," ucap Kapolda Sulteng Irjen Agus Nugroho dalam konferensi pers yang dikutip Kamis, (1/6/2023).
Namun dari 11 orang itu baru 10 orang yang dijerat sebagai tersangka. Seorang yang belum dijerat sebagai tersangka adalah oknum anggota Brimob yang disebut Agus masih menjalani pemeriksaan. Agus juga menyebut alasan oknum Brimob itu belum jadi tersangka karena minimnya alat bukti.
Di sisi lain, ada 3 orang dari 10 orang tersangka yang statusnya masih buronan. Dia meminta para buronan itu segera menyerahkan diri.