Lestari Moerdijat Soroti Belum Optimalnya Implementasi UU TPKS & PKDRT

Lestari Moerdijat Soroti Belum Optimalnya Implementasi UU TPKS & PKDRT

Dea Duta Aulia - detikNews
Rabu, 31 Mei 2023 20:17 WIB
Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat
Foto: Dok. MPR RI

Kendati demikian, Meilani menyoroti meningkatnya kasus KDRT saat ini. Dia menilai hal ini terjadi karena kurangnya sosialisasi sehingga masyarakat dan aparat penegak hukum seringkali salah persepsi terkait kehadiran UU tersebut.

Apalagi, kata Meilani ada putusan pengadilan, pascahadirnya UU TPKS, malah membebaskan terdakwa tindak kekerasan seksual. Itu terjadi karena sejumlah bukti kekerasan seksual tidak dihadirkan oleh hakim. Meilani mengakui UU TPKS cukup rumit dalam memahaminya sehingga perlu pendidikan dan pelatihan lebih lanjut bagi para aparat penegak hukum.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam kesempatan yang sama, Sekretariat Nasional Forum Pengada Layanan, Siti Mazumah membeberkan dalam penanganan kasus-kasus tindak kekerasan seksual menghadapi sejumlah kendala. Di antaranya adalah bentuk keterbatasan sumber daya dan dana dalam proses hukum, yang dialami korban.

Siti menambahkan kompetensi pendamping dan aparat penegak hukum yang belum sesuai dengan yang diamanatkan UU PKDRT dan UU TPKS juga menjadi kendala. Sehingga ada kasus kekerasan seksual berbasis elektronik diselesaikan dengan menggunakan UU ITE.

ADVERTISEMENT

Dia mengungkapkan dalam sejumlah kasus tindak kekerasan seksual dan KDRT, tidak sedikit korban diadukan balik oleh terdakwa. Ironisnya proses hukum pengaduan dari terdakwa bisa lebih cepat daripada proses hukum yang diajukan korban.

Siti menegaskan fenomena itu menyebabkan banyak korban KDRT dan tindak kekerasan seksual memilih jalan pengadilan perdata untuk melakukan perceraian. Hal itu dilakukan untuk memutus mata rantai kekerasan yang dialaminya.

Sementara itu, Direktur Institut Sarinah, Eva Kusuma Sundari mengucapkan kemampuan para penegak hukum merupakan kunci dari pelaksanaan UU PDKT dan UU TPKS.

Menurut Eva semangat pro terhadap korban harus dimiliki oleh setiap aparat penegak hukum. Sebab dalam beberapa kasus tindak kekerasan seksual dan KDRT, ada aparat hukum yang malah mengedepankan upaya damai. Hal itu membuat korban kekerasan seksual dan KDRT tidak sampai pengadilan sehingga tidak mendapat keadilan.

Menanggapi hal itu, Wartawan senior, Saur Hutabarat mengatakan kecenderungan korban tindak kekerasan seksual dan KDRT adalah perempuan. Karena itu, perlu mempertimbangkan perempuan sebagai aparat penegak hukum seperti polisi, hakim dan jaksa.

Menurutnya hal itu dilakukan agar proses hukum yang berjalan bisa diterapkan dengan perspektif kaum perempuan. Karena semua kejahatan seksual dan KDRT, menurut Saur, salah satunya bersumber dari budaya patriarki yang berlaku di masyarakat

Sebagai informasi, diskusi tersebut dimoderatori Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI Arimbi Heroepoetri dan menghadirkan Analis Kebijakan Madya Bidang Pidum Bareskrim Polri, Kombes Pol. Ciceu Cahyati Dwimeilawati, Jaksa Ahli Madya pada JAM Pidum, Kejaksaan Agung RI, Erni Mustikasari, dan Anggota Dewan Kehormatan DPD Kongres Advokat Indonesia / KAI Jawa Barat Melani sebagai narasumber.

Selain itu, hadir pula Sekretariat Nasional Forum Pengada Layanan Siti Mazumah dan Direktur Institut Sarinah/ Koordinator Koalisi Sipil Untuk RUU PPRT Eva Kusuma Sundari sebagai penanggap.


(akn/ega)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads