Johanna menyebut RTH itu dulunya sering dimanfaatkan oleh warga untuk beraktivitas. Setelah itu, di lokasi tersebut dibangun sekolah swasta.
"Dulu itu dipakai untuk main basket, klub-klub basket, ada pertandingan, ada apa, (acara) 17-an di sini, setiap pemilu digunakan untuk TPS. Nah, tapi memang lahan ini, karena memang luasnya sangat menggiurkan, 4.000 meter persegi, itu sudah berkali-kali dicoba untuk diambil alih, dibangun sekolah, dibangun apalah, itu sudah berkali-kali percobaannya, sampai akhirnya mereka berhasil," ujar Johanna.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Johanna kemudian menjelaskan mengenai lahan tersebut. Dia menyebut lokasi ini awalnya terdiri dari 3 bagian.
"Memang bidang ini secara peruntukannya dibagi menjadi tiga, lapangan basket dulu ada dua. Di titik sana (kini BTB School) itu lapangan basket, ada ruang hijau, terus ada lapangan satu di sini, hijau lagi. Lalu, sekitar pertengahan 80-an, mulai tiba-tiba berdiri bangunan di sini. Waktu itu masih PPL Pluit yang difungsikan sebagai TK. Terus, TK enggak berjalan, lama-lama berubah menjadi kantor. Kantornya anak perusahaan JakPro. Dulu namanya PT Jakarta Management Estatindo, lalu berubah lagi namanya, PT Jakarta Utilitas Propertindo. Tapi, itu semua namanya anak perusahaannya JakPro," tutur Johanna.
Johanna mengaku warga tidak ada kepentingan dengan ruang terbuka hijau itu. Menurutnya, warga hanya ingin menggunakan lokasi tersebut untuk melakukan aktivitas, salah satunya untuk olahraga.
"Kalau warga sih di sini nggak ada kepentingan. Maksudnya, kita warga menggunakan lapangan basket untuk olahraga, ada kelompok lansia yang setiap pagi untuk senam pagi, ya pokoknya benar-benar, namanya ruang terbuka, anak-anak main sore di sini, semuanya begitu," jelasnya.
Johanna mengatakan RTH itu kemudian dibangun untuk sekolah swasta. Dia menyebut JakPro diberikan kewenangan untuk mengelola aset tersebut.
"Jadi JakPro, mereka bilang, mereka diberikan wewenang dari Pemprov DKI untuk mengelola seluruh aset Pemprov DKI. Aset kan berarti menyangkut lahan-lahan publik dong? Itu JakPro bilang, 'ini tanah milik JakPro', mereka bilang milik JakPro," tutur dia.
"Mereka pasang plang di seluruh jalur hijau. Waduk, itu semua ada plang. 'Lahan ini milik JakPro, dilarang mengubah fungsi'. Katakanlah mereka diminta untuk mengelola aset untuk Pemprov DKI. Nah, tapi mereka BUMD. Kalau namanya badan usaha, kan itu artinya unit bisnis yang orientasinya profit. Yang mereka lakukan dengan mengelola itu, mengkerjasamakan lahan-lahan atau aset-aset yang ada di bawah wewenang mereka, dikerjasamakan dengan swasta, salah satunya adalah ini yang sudah bertahun-tahun diincar. Karena luasnya ini yang hampir 4.000 meter persegi, 3.999 meter persegi," imbuhnya.
Johanna mengatakan pihak JakPro menyampaikan kepadanya bahwa tidak ada aturan yang dilanggar. Akan tetapi, dia menyoroti soal sertifikat tanah.
"Pihak BTB dan JakPro mengatakan, 'kita enggak melanggar, Ibu lihat saja prosedur IMB. Ternyata untuk sekolah, tidak diperlukan izin tetangga kiri dan kanan, kita sudah penuhi semua syaratnya'. Tapi, hanya satu yang mereka tidak bisa penuhi, yaitu JakPro tidak pernah bisa menunjukkan sertifikat atas tanah ini bahwa ini milik siapa. Harusnya dia bisa menunjukkan sertifikat, entah itu SHM, SHGB, atau apa pun," jelasnya.
Mengenai kesaksian dari warga Pluit Putri ini, detikcom telah menghubungi Riang Prasetya. Namun hingga berita ini diturunkan Riang belum memberikan jawaban.
(lir/lir)