MK: Hukuman Mati Percobaan di KUHP Baru Belum Berlaku

MK: Hukuman Mati Percobaan di KUHP Baru Belum Berlaku

Andi Saputra - detikNews
Jumat, 26 Mei 2023 13:34 WIB
9 Hakim MK (Repro detikcom)
9 Hakim MK (Repro detikcom)
Jakarta -

Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan belum bisa mengadili judicial review UU Nomor 1/2023 tentang KUHP karena belum berlaku dan baru efektif pada 2 Desember 2026. Hal itu disampaikan saat mengadili judicial review KUHP Nasional yang diajukan Leonardi Siahaan dan Ricky Marpaung.

Keduanya menggugat sejumlah pasal, di antaranya soal hukuman mati percobaan. Dalam Pasal 100 UU Nomor 1/2023, hukuman mati si terpidana mati bisa dianulir sepanjang berkelakuan baik dalam masa tunggu selama 10 tahun.

"Terhadap KUHP baru atau UU 1/2023 telah disahkan dan diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023. Namun demikian, dalam Pasal 624 BAB XXXVII mengenai Ketentuan Penutup dinyatakan bahwa UU a quo atau KUHP a quo mulai berlaku setelah 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Dengan kata lain, KUHP a quo baru akan mulai berlaku pada 2 Januari 2026," demikian bunyi putusan MK yang dikutip detikcom, Jumat (26/5/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

MK menyebut terdapat fakta bahwa KUHP baru yang uji tersebut secara hukum belum berlaku.

"Dengan demikian, unsur syarat adanya anggapan kerugian konstitusional dengan berlakunya norma undang-undang dan unsur adanya hubungan sebab-akibat (causal verband) antara anggapan kerugian konstitusional para Pemohon yang disebabkan oleh berlakunya norma undang-undang yang dimohonkan pengujian belum terpenuhi karena belum berlakunya undang-undang yang bersangkutan," paparnya.

ADVERTISEMENT

"Dengan demikian, Mahkamah berpendapat dalil para Pemohon mengenai anggapan kerugian dan/atau anggapan potensi kerugian yang dialami para Pemohon dalam menjelaskan kedudukan hukumnya merupakan dalil yang terlalu dini (prematur)," sambungnya.

Karena KUHP baru belum berlaku, MK tidak bisa mengadili uji materi itu.

"Mahkamah akan berpendirian bahwa permohonan para Pemohon adalah permohonan yang prematur," ungkapnya.

Sebagaimana diketahui, pemohon meminta masa percobaan 10 tahun bagi hukuman mati dihapus karena dinilai bertentangan dengan UUD 1945 dan memicu kolusi di dalam lembaga pemasyarakatan (LP). Aturan yang dimaksud tertuang dalam Pasal 100 KUHP baru yang berbunyi:

Hakim menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan selama 10 (sepuluh) tahun dengan memperhatikan:

a. rasa penyesalan terdakwa dan ada harapan untuk memperbaiki diri; atau
b. peran terdakwa dalam Tindak Pidana.

Pemohon menilai kemungkinan besar dan sangat bisa terjadi terjadinya permainan para pihak untuk memberikan pernyataan bahwa terdakwa sudah merasa menyesal dengan perbuatannya. Sebab, menurut mereka, pernyataan ini hanya bisa dikeluarkan oleh lapas yang bersangkutan dengan demikian menciptakan suatu dimensi kejahatan berupa jual-beli surat pernyataan

"Maka sangat dimungkinkan terjadinya jual beli surat pernyataan lapas. Dengan kemungkinan hal inilah maka semakin merajalela jual beli surat pernyataan lapas dan sama sekali tidak berguna penjatuhan hukuman mati bagi terdakwa," demikian alasan pemohon keduanya.

Menurut keduanya, hukuman mati dianggap sebagai hukuman paling manjur untuk memberikan keadilan dan mencegah terulangnya kejahatan serupa. Teror dan rasa takut karena kehilangan nyawa dinilai mereka akan membuat para calon pelaku jera dan melahirkan kontrol dan stabilitas di masyarakat.

"Penilaian unsur kelakuan baik yang dimiliki terdakwa dalam masa percobaan 10 tahun sangat sulit karena ini mengingat merupakan penilaian subjektif dari lembaga pemasyarakatan, karena ini berdasarkan murni dari penilaian subjektif masyarakat maka secara terang benderang di kemudian hari akan tercipta suatu kasus kontroversial terpidana mati yang berubah menjadi pidana seumur hidup," ungkapnya.

Lihat juga Video 'Habiburokhman Bantah KUHP Baru soal Hukuman Mati Disiapkan untuk Sambo':

[Gambas:Video 20detik]



(asp/zap)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads