Mantan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK menjadi lima tahun tidak bisa langsung diterapkan di era pimpinan KPK Firli Bahuri dkk. Kenapa?
"Ada prinsip nonretroaktif yang tersebut secara implisit di dalam Pasal 28I ayat 1 UUD 1945 yang harus diberlakukan atas putusan MK di atas. Oleh karena itu, pemberlakuan atas putusan MK dimaksud tidak serta-merta dapat dilaksanakan pada periode jabatan pimpinan KPK saat ini 2019-2023. Jika nekat tetap diterapkan, akan terjadi tindakan inkonstitusional," kata Bambang Widjojanto dalam keterangan tertulisnya, Jumat (26/5/2023).
Pria yang karib disapa BW itu menyebut, dalam periode lima tahun, pemberantasan korupsi tersungkur berkali-kali. BW menyebut hal itu membuat indeks persepsi korupsi merosot tajam.
"Pemberantasan korupsi tersungkur berkali-kali dalam periode 5 (lima) tahun ini dan hal itu dikonfirmasi dengan indeks persepsi korupsi yang merosot tajam sehingga skornya sama dengan periode awal kepemimpinan Presiden Jokowi, yaitu hanya 34 poin saja; serta kinerja KPK periode 2019-2023 diperburuk dengan Revisi UU KPK menjadi UU No 19 Tahun 2019, " kata BW.
BW mengatakan MK telah mengingkari prinsip penjaga kedaulatan rakyat lewat putusan perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK ini. Tak hanya itu, kata BW, MK juga mengingkari nilai spiritualitas.
"MK melalui Putusannya No.112/PUU-XX/2022 telah menguah 2 (dua) buah norma yang tersebut di dalam UU KPK, yaitu: syarat usia minimal menjadi Pimpinan KPK dan perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK," kata BW.
"MK telah mengingkari salah satu prinsip dasar yang harus dijaganya, yaitu sebagai 'the guardian of people sovereignty', bukan sekedar sebagai 'the guardian of constitution' serta mengingkari nilai spiritualitas dari era reformasi atas hadirnya upaya pemberantasan korupsi yang tegas dan berwibawa.
BW meyakini putusan MK itu tidak akan membuat upaya pemberantasan korupsi menjadi efektif. Bahkan, kata BW, pemberantasan korupsi menjadi tuntas karena putusan MK itu hanyalah khayalan.
"Kami meyakini, putusan MK di atas tidak akan pernah mengubah apa pun dan/atau membuat upaya pemberantasan korupsi makin berwibawa dan terhormat, apalagi menjadi efektif. Putusan itu juga tidak membuat upaya pemberantasan korupsi menjadi trengginas dan tuntas mengulik semua kejahatan korupsi karena semua itu kini jadi khayalan," kata BW.
"Bahkan disinyalir, upaya pemberantasan korupsi bertambah runyam dan suram, serasa sudah di tubir jurang kendati optimisme harus terus ditegakkan untuk meraih harapan," sambungnya.
Lebih lanjut, BW menyebut putusan MK terkait masa jabatan pimpinan KPK menjadi lima tahun justru menampar muka MK sendiri dan mendelegitimasi kewibawaan MK. Sehingga, kata BW, putusan memunculkan bahwa MK tengah bermain politik.
"Argumen yang dibangun dan dijadikan dasar untuk mengubah kedua norma di atas di dalam Putusan MK seolah sedang 'menampar' muka MK sendiri dan sekaligus mendelegitimasi kewibawaan Lembaga MK karena selama ini MK senantiasa menggunakan doktrin dan dalil 'open legal policy' atas berbagai macam judicial review yang diputus sebelumnya, seperti misalnya, di isu yang paling nyata ketika memutus begitu banyak persoalan yang berkaitan dengan presidential threshold 20 persen," ujarnya.
"Pada titik inilah timbul sinyalemen, kini, MK tengah 'bermain politik' karena 'menyamakan' irama genderang kepentingan kekuasaan yang tengah ditabuh di tahun politik," imbuhnya.
Simak Video 'Putusan MK soal Masa Jabatan di KPK Dinilai Politis, Ini Kata Gerindra':
(whn/zap)