Hakim tunggal dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) dan Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta dilaporkan ke Komisi Yudisial (KY) atas dugaan pelanggaran kode etik dalam persidangan kasus AG (15) di kasus penganiayaan David Ozora. Juru bicara KY Miko Ginting mengatakan pihaknya akan memeriksa laporan tersebut.
"Tentu kita akan periksa dulu laporannya," ujar Miko ketika dimintai konfirmasi, Kamis (25/5/2023).
Miko mengatakan akan melihat lebih dulu alasan di balik pelaporan dua hakim tunggal tersebut. Jika ada alasan kuat, pihaknya akan menindaklanjuti laporan itu.
"Jika memang beralasan, tidak ada alasan untuk tidak menindaklanjuti laporan dari masyarakat," sebutnya.
2 Hakim Agung Dilaporkan
Sebelumnya diberitakan, Koalisi Anti Kekerasan Berbasis Gender Terhadap Anak Perempuan (Koalisi AG-AP) melaporkan dua Hakim Tunggal tersebut ke KY. Keduanya dilaporkan atas dugaan pelanggaran kode etik dalam persidangan kasus AG di kasus penganiayaan David Ozora.
Peneliti Indonesia Judicial Research Society (IJRS) Aisyah Assyifa, yang merupakan perwakilan Koalisi AG-AP, meminta KY segera memeriksa kedua hakim tersebut. Menurutnya, perilaku kedua hakim tersebut dapat menjadi contoh buruk terhadap proses peradilan kelompok rentan seperti anak perempuan.
"Kami meminta Komisi Yudisial (KY) dan Bawas MA untuk segera memeriksa kedua hakim tersebut," kata Aisyah kepada wartawan di Komisi Yudisial (KY), Kamis (25/5).
Aisyah menilai hakim tunggal PN Jaksel Sri Wahyuni Batubara tidak berimbang dalam melakukan pemeriksaan. Disebutkan bahwa hakim tunggal tersebut menolak memutarkan video CCTV di ruang sidang yang memuat bukti yang berlainan dengan klaim terkait fakta oleh hakim dalam putusan.
Selain itu, Aisyah menilai hakim tunggal PN Jaksel tidak memutus berdasarkan fakta di persidangan. Selain itu, Sri Wahyuni dinilai tidak melakukan pemeriksaan sesuai Perma 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum terkait latar belakang seksual anak.
"Hakim tunggal tidak mempertimbangkan fakta yang menunjukkan bahwa anak berhubungan seksual dengan orang dewasa sebanyak lima kali, hal yang merupakan perbuatan pidana berdasarkan UU TPKS," sebutnya.
Aisyah juga menilai hakim tunggal PN Jaksel tidak melihat laporan penelitian kemasyarakatan yang wajib dalam UU SPPA. Hakim tunggal tersebut juga dianggap tidak memberikan waktu yang cukup untuk pembelaan kepada AG. Padahal hal pembelaan dengan waktu cukup merupakan prinsip dasar dalam KUHAP dan UU SPPA.
Simak berita selengkapnya di halaman selanjutnya.
(jbr/jbr)