Aktivis hak asasi manusia (HAM) ramai-ramai menyoroti KUHP baru UU 1/2023 pada pasal 100 yang mengatur masa percobaan pidana mati sepuluh tahun. Para aktivis HAM memiliki sejumlah pandangan mengenai pasal tersebut.
Hal itu disampaikan para aktifis dalam FGD bertajuk 'Menjembatani Jurang Kematian: Perlindungan Hak untuk Hidup melalui Kebijakan Perantara (Interim)', pada Jumat (19/5) kemarin. Para aktivis menilai KUHP baru mengenai pidana mati ini bisa memberikan dampak positif, namun pemerintah diminta hati-hati menyikapinya.
"Di tahun 2022, sudah ada 112 negara yang menghapuskan pidana mati. Angka ini meningkat dibandingkan dengan tahun 2021 di mana jumlah negara yang menghapus pidana mati masih di bawah angka 110." Zaky menambahkan, "Ketentuan pidana mati dalam KUHP baru merupakan perubahan yang mungkin berdampak positif. Namun demikian, kita haruslah berhati-hati dalam menyikapinya," ujar Anggota Amnesty International Indonesia Zaky Yamani.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, Dosen hukum pidana Universitas Katholik Parahyangan, Agustinus Pohan, menilai bahwa masa percobaan 10 tahun kepada terpidana mati dalam UU 1/2023 adalah jalan tengah bagi perdebatan penghapusan pidana mati (abolisionis) dan pemberlakuan pidana mati (retensionis). Menurutnya, masa percobaan ini mencerminkan nilai Pancasila karena berupaya menyeimbangkan kepentingan individu dan masyarakat.
Namun, Pohan menilai semangat ini terancam dengan norma dalam Pasal 100 ayat 2 UU 1/2023 yang mewajibkan dimuatnya masa percobaan dalam amar putusan pengadilan.
"Jika melihat naskah akademik (dari KUHP baru/UU 1/2023) sebenarnya sudah jelas masa percobaan ini diberikan secara otomatis. Namun sekarang diwajibkan Pasal 100 ayat (2) (UU 1/2023) untuk dimuat dalam putusan. Apakah berarti kalau tidak dicantumkan (dalam amar putusan), tidak ada masa percobaan? Inilah yang jangan sampai terjadi," katanya.
Pendapat juga disampaikan Ketua YLBHI Muhammad Isnur, dia mengingatkan Pemerintah untuk menepati komitmennya dalam memberlakukan masa percobaan kepada terpidana mati secara otomatis karena dalam pelbagai kesempatan Pemerintah menyatakan bahwa UU 1/2023 mengadopsi ketentuan yang lebih manusiawi dengan merujuk pada penerapan masa percobaan dalam penjatuhan pidana mati.
Selain belum jelasnya keberlakuan masa percobaan, catatan terhadap pidana mati dalam UU 1/2023 juga menyasar pada cara menilai kelakuan baik terpidana mati. Penilaian yang positif merupakan tiket bagi terpidana mati untuk selamat dari eksekusi karena Pasal 100 ayat (4) UU 1/2023 mengatur kewenangan presiden untuk mengubah pidana mati menjadi penjara seumur hidup bagi mereka yang berkelakuan terpuji.