Hakim konstitusi Enny Nurbaningsih menanyakan modifikasi sistem pemilu yang paling cocok untuk diterapkan di Indonesia. Hal itu melihat fenomena kutu loncat petualang politik hingga kekurangan proporsional terbuka dan tertutup.
"Kalau dari hasil kajian Bu Titi sendiri, sesungguhnya dari perjalanan panjang sejak kita memodifikasi sistem itu, termasuk yang most open tadi itu sudah tidak murni lagi, termasuk yang tertutup pun ada yang tidak murni lagi, itu modifikasi-modifikasi yang selama ini dari hasil
riset yang tepat, paling tidak, yang cocoklah, paling tidak, dengan kondisi bangsa kita ini dengan kepemiluan kita ini yang seperti apa sebetulnya dari modifikasi itu?" tanya Enny yang tertuang dalam risalah sidang MK sebagaimana dikutip detikcom, Selasa (15/5/2023).
Pertanyaan itu disampaikan kepada pengajar hukum kepemiluan FH UI, Titi Anggraini. Menjawab pertanyaan itu, Titi menjelaskan panjang lebar soal pemilu yang menggunakan sistem campuran.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam praktik sistem pemilu dunia, modifikasi juga bisa dilakukan dengan menemukan upaya mengurangi kelemahan antara satu sistem dan mengambil kelebihan dari satu sistem yang lain. Jadi, sebagai contoh yang jamak dilakukan adalah dengan memilih sistem campuran atau mix member," jawab Titi.
Titi menjelaskan sistem campuran ada dua, yaitu mix member proportional dan paralel. Contoh mix member proportional itu ada di Selandia Baru dan ada di Jerman. Sementara itu, untuk paralel ada di Jepang dan Filipina.
"Tetapi memang dia bukan sesederhana menggabungkan dalam satu surat suara. Kita juga harus membagi dapil, ada kursi yang diperebutkan untuk memilih partai, ada kursi yang diperebutkan untuk memilih caleg," papar Titi Anggraini.
Untuk memilih partai, biasanya menggunakan closed list, sedangkan untuk memilih caleg dia menggunakan sistem pluralitas.
"Sebagai contoh, mix member proportional yang dianut di Selandia Baru memberikan dua suara kepada pemilih, yaitu satu suara untuk memilih partai politik atau party vote dan satu suara untuk memilih kandidat atau electorate vote," ujar Titi.
Nah, daftar partai untuk surat suara yang tertutup, sama semua. Tetapi untuk dapil kandidat itu berbeda. Setiap dapil berbeda kandidat.
"Nah, jadi bukan hanya soal surat suara, tetapi kita harus menentukan realokasi kursi," ungkap Titi.
Menurut Titi, penerapan sistem mix member proportional sebagai upaya pertemuan dua kebutuhan mengurangi kekurangan mengambil kelebihan tersebut, tidak bisa tergesa-gesa. Sebab, harus juga diikuti dengan realokasi dapil.
"Berapa dapil dari 580 kursi, itu akan diperebutkan dengan party list dan mana yang akan diperebutkan dengan pluralitas. Lalu juga bagaimana metode penentuan calon terpilih dan seterusnya. Jadi pilihan-pilihan itu dimungkinkan, tetapi tidak saya kira saya belum pernah menemukan ada yang beralih dari sistem proporsional ke sistem campuran itu dilakukan di masa tahapan pemilu krusial. Saya sudah coba tadi cari di database, semuanya biasanya berangkat dari evaluasi pascapemilu," jawab kandidat doktor dari FH UI itu.
Sebagaimana diketahui, judicial review sistem pemilu proporsional terbuka digugat oleh:
1. Demas Brian Wicaksono (pengurus PDIP Cabang Probolinggo)
2. Yuwono Pintadi
3. Fahrurrozi (bacaleg 2024)
4. Ibnu Rachman Jaya (warga Jagakarsa, Jaksel)
5. Riyanto (warga Pekalongan)
6. Nono Marijono (warga Depok)
Pemohon beralasan, parpol mempunyai fungsi merekrut calon anggota legislatif yang memenuhi syarat dan berkualitas. Oleh sebab itu, parpol berwenang menentukan caleg yang akan duduk di lembaga legislatif.
"Menyatakan frasa 'proporsional' Pasal 168 ayat 2 UU Pemilu tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'sistem proporsional tertutup'," urai pemohon.
Sistem proporsional tertutup memiliki karakteristik pada konsep kedaulatan parpol. Parpol memiliki kedaulatan menentukan kadernya duduk di lembaga perwakilan melalui serangkaian proses pendidikan dan rekrutmen politik yang dilakukan secara demokratis sebagai amanat UU Parpol.
"Dengan demikian, ada jaminan kepada pemilih calon yang dipilih parpol memiliki kualitas dan kemampuan sebagai wakil rakyat," beber pemohon.
(asp/dnu)