Komisioner Komnas Perempuan Veryanto Sitohang menyoroti perihal proses pendaftaran calon anggota Bawaslu di daerah. Dia menuturkan banyak pengaduan dari calon anggota Bawaslu daerah yang mengaku soal proses pemeriksaan kesehatan yang tak lazim .
"Kemudian kami juga ingin menyampaikan bahwa di dalam proses rekrutmen penyelenggara pemilu, khususnya Bawaslu, yang sudah berlangsung, khususnya pada tahap pemeriksaan kesehatan. Salah satu calon yang mendaftar di salah satu daerah, melaporkan kepada kami bahwa mereka berkeberatan di dalam proses pemeriksaan kesehatan," kata Veryanto kepada wartawan di kantor Komnas Perempuan, Jakarta Pusat, Jumat (12/5/2023).
Proses tak lazim yang dimaksud adalah calon anggota perempuan diminta melepas seluruh pakaiannya. Veryanto menuturkan tentu pemeriksaan semacam itu membuat tak nyaman.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di mana di dalam proses tersebut, tim pemeriksa kesehatan meminta perempuan untuk menanggalkan seluruh pakaiannya. Artinya mereka dalam situasi telanjang. Dan ini membuat ketidaknyamanan, bahkan ketakutan di antara perempuan yang melamar sebagai penyelenggara pemilu," sambungnya.
Veryanto mengatakan calon anggota Bawaslu akhirnya tetap menjalankan proses pemeriksaan tak lazim itu. Alasan pengadu, sambung Veryanto, adalah takut tak diluluskan.
"Tapi memang petugas kesehatan yang ada di dalam ruangan itu meminta perempuan calon komisioner Bawaslu, meminta pakaian bawahnya dilepas, dan pakaian dalam. Begitu juga pakaian atasnya. Bahkan mereka diminta untuk telentang," ujarnya.
"Ini membuat mereka risi dan tidak nyaman, tetapi karena ini proses seleksi yang mana mereka merasa kalau kita protes, nanti akan berdampak mereka nggak lulus," imbuh dia.
Ia mengungkapkan bahwa kejadian tersebut ternyata tidak terjadi hanya di satu daerah, tapi juga di banyak daerah. Para calon anggota Bawaslu juga sudah melaporkannya kepada Komnas Perempuan dan berharap metode seperti itu tidak dilakukan lagi.
"Lalu mereka melaporkannya ke tim seleksi, lalu ke teman-teman aktivis perempuan di provinsi itu, dan kemudian melakukan pengaduan ke Komnas Perempuan dengan harapan Komnas Perempuan bisa menyampaikan agar metode ini tidak dilakukan lagi," ucapnya
"Ini terjadi di Provinsi Aceh. Tetapi kemudian secara informal, saya juga mencari Informasi tempat lain dan ternyata terjadi juga di daerah lain," lanjutnya.
Pihaknya berharap, dengan kejadian tersebut, KPU maupun Bawaslu tidak menunjukkan keberpihakan gender dalam menyeleksi anggotanya. Komnas Perempuan juga optimistis KPU dan Bawaslu dapat mengerti pentingnya perempuan dalam pemilu yang akan datang.
"Kami berharap bahwa penyelenggara KPU dan Bawaslu lebih menggunakan sensitive gender di dalam proses rekrutmen. Supaya kemudian semakin banyak perempuan yang mendaftar," imbuhnya.
Komnas HAM mengaku optimis dengan KPU dan Bawaslu. "Kami optimis KPU dan Bawaslu memahami dan mengerti pentingnya kepemimpinan perempuan untuk diperjuangkan dan dari situ mereka dapat mengganti regulasi yang mereka buat dan akan berdampak ke kepentingan perempuan," pungkasnya.
Simak juga 'Aksi Sawer Uang Kader NasDem di Kantor KPU Garut':