GMNI: Asia Pasifik Palagan Geopolitik, KTT ASEAN Jangan Seremonial Saja

Suara Mahasiswa

GMNI: Asia Pasifik Palagan Geopolitik, KTT ASEAN Jangan Seremonial Saja

Danu Damarjati - detikNews
Kamis, 11 Mei 2023 15:27 WIB
Ketua Umum GMNI Arjuna Aldino Putra (Dok GMNI)
Ketua Umum GMNI Arjuna Aldino Putra (Dok. GMNI)
Jakarta -

Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) ingin agar gelaran Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN kali ini meneguhkan negara-negara Asia Tenggara untuk bersikap independen. Soalnya, Asia Pasifik saat ini sedang menjadi palagan perebutan pengaruh geopolitik dari Barat dan China.

"Jadi saat ini Asia Pasifik jadi medan pertempuran geopolitik. Maka KTT ASEAN jangan hanya jadi pertemuan seremonial belaka. Namun harus bervisikan pandangan politik bersama sebagai kesatuan geopolitik," kata Ketua Umum GMNI Arjuna Putra Aldino dalam keterangan tertulis, Kamis (11/5/2023).

Presiden Jokowi telah membuka KTT ASEAN di Labuan Bajo, NTT. Jokowi perlu menekankan kembali spirit yang telah digelorakan Presiden RI pertama Sukarno dan Presiden Filipina ke-9 Diosdado Macapagal.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"KTT ASEAN kali ini harus dijiwai oleh Doktrin Sukarno-Macapagal yang menyatakan bahwa 'urusan Bangsa Asia diselesaikan oleh Bangsa Asia sendiri'. Doktrin ini penting di tengah persaingan geopolitik di abad Pasifik," kata Arjuna.

Menurut Arjuna, saat ini semua negara adidaya mengarahkan kebijakan luar negerinya ke wilayah Asia Pasifik. Misalnya, Amerika Serikat telah mengarahkan fokusnya ke Asia Pasifik pasca-doktrin 'Pivot to Asia' yang dikeluarkan oleh Barack Obama. Inggris mengeluarkan doktrin 'Indo-Pacific tilt', Jerman dalam 'Policy guidelines for the Indo-Pacific' juga menyatakan kawasan Asia Pasifik merupakan prioritas kebijakan luar negeri Jerman. Tak ketinggalan, China dengan strategi String Of Pearl juga mengarahkan politik luar negerinya ke Asia Pasifik.

ADVERTISEMENT

Apalagi, menurut Arjuna, negara-negara adidaya saat ini juga gencar membangun aliansi ekonomi dan pertahanan guna berebut hegemoni di wilayah Asia Pasifik. Sebut saja ada AUKUS, QUAD, Indo-Pacific Economic Framework (IPEF), Trans-Pacific Partnership, yang digagas oleh coalition of the willing, Amerika Serikat dkk. Serta China dengan Inisiatif One Belt and One Road (OBOR), juga sebagian besar menyasar wilayah Asia Pasifik.

"Doktrin Soekarno-Macapagal sangat relevan di tengah para adidaya berebut pengaruh dan hegemoni di Asia Pasifik. Persaingan geopolitik semakin ketat. Negara-negara ASEAN mesti punya kesadaran geopolitik bersama," kata Arjuna.

Secara geopolitik menurut Arjuna, Asia Tenggara memiliki dua kawasan strategis yang sangat bernilai, yakni Laut China Selatan dan Selat Malaka. Laut China Selatan, selain sebagai jalur perdagangan, menyimpan cadangan minyak dan gas alam yang besar. Sedangkan Selat Malaka adalah jalur perdagangan tersibuk di dunia. Sebanyak 50 ribu kapal melintasi Selat Malaka setiap tahun, mengangkut antara seperlima dan seperempat perdagangan laut dunia. Selat Malaka merupakan 'choke points' yang sangat strategis bagi proyeksi armada angkatan laut negara-negara yang memiliki kepentingan di Kawasan Asia Pasifik. Bahkan Selat Malaka juga dapat menjadi 'alat' dalam rangka forward presence ke seluruh penjuru dunia.

"Asia Tenggara adalah kawasan penting di Asia Pasifik. Bahkan menjadi pintu gerbang di kawasan Indo-Pasifik. Untuk itu, di Asia Tenggara rawan menjadi ladang proxy war. Maka negara-negara ASEAN jangan sampai hanya menjadi korban proxy war negara adidaya. Sudah semestinya kembali ke Doktrin Soekarno-Macapagal," tutup Arjuna.

Simak Video: Hasil KTT Ke-42 ASEAN, Jokowi: Rakyat Jadi Perhatian Penting

[Gambas:Video 20detik]

(dnu/dnu)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads