Inspektur DKI Jakarta Syaefuloh mengaku tak mempermasalahkan apabila pejabat di lingkungan Pemprov DKI memiliki barang mewah. Syaefuloh menekankan sejak awal, yang dilarang ialah memamerkan gaya hidup mewah atau flexing.
"Sebenarnya gini, yang namanya flexing itu orang kan boleh aja dia punya barang mewah kan, yang nggak boleh itu flexing, memamerkan," kata Syaefuloh di Balai Kota DKI Jakarta, Jumat (5/5/2023).
Selain itu, Syaefuloh juga meminta agar para pejabat mampu mempertanggungjawabkan sumber kekayaannya. Menurutnya, bisa saja sumber kekayaan pejabat tersebut berasal dari warisan dari keluarganya. Meski begitu, dia meminta agar kekayaan itu bisa dimanfaatkan sendiri tanpa harus dipamerkan di hadapan publik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saat orang punya barang mewah, dia harus bisa mempertanggungjawabkan sumbernya dari mana. Kalau dia ternyata dapet warisan dari mertuanya yang kaya ya wajar nggak apa-apa, tapi selayaknya pun kalau kita punya uang triliunan ya nggak usah dipamerin lah, dinikmatin saja. Saya misalnya punya (mobil) Alphard 5 gitu, nggak usah dipamerkan, disimpan saja gitu di rumah," jelasnya.
Syaefuloh kemudian menjelaskan edaran tentang penerapan pola hidup sederhana yang diterbitkan oleh Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta Joko Agus. Syaefuloh menyampaikan edaran tersebut sifatnya anjuran supaya para aparatur sipil negara (ASN) Pemprov DKI Jakarta menghindari kebiasaan gaya hidup mewah.
"Saya pikir kita semua udah dewasa. Pada saat diingatkan oleh pimpinan melalui Surat Edaran Sekda, saya yakin mestinya suruh aparatur Pemprov DKI berpedoman edaran itu, termasuk mengingatkan anggota keluarganya menghindari gaya hidup berlebihan. Kita dianjurkan bergaya hidup sederhana," tegasnya.
Syaefuloh kemudian mengingatkan agar para ASN mencontohkan perilaku baik di hadapan masyarakat. Menurutnya, berpenampilan menarik tak harus dengan cara menggunakan barang mewah.
"Para aparatur itu kan jadi panutan seluruh warga, seperti saat kondisi ekonomi seperti sekarang layaknya kita berempati kepada seluruh masyarakat. Oleh sebab itu bergaya hidup sederhana," terangnya.
"Ini (kemeja) berapa ratus ribu tetap cakep kan. Emang ada indikatornya? Nggak. Indikator hidup mewah kan perspektif tapi kita bisa lihat keumuman seperti apa. Kalau misalnya Pak Syaefuloh bisa pakai kemeja RP 200 ribu itu aja udah ganteng, nggak usah yang Rp 20 juta kan," tambahnya.