Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menghadiri acara silaturahmi Idul Fitri 1444H PP Muhammadiyah.
Pantauan detikcom di Kantor PP Muhamadiyah, Menteng, Jakarta Pusat pada Rabu (3/5/2023) pukul 10.50 WIB, Menko PMK Muhadjir ikut dalam acara silahturahmi tersebut.
Selain Menko Muhadjir, hadir juga Ketua KY Mukti Fajar, Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Amirsyah Tambunan, dan Sekretaris Jenderal (sekjen) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Abdul Mukti, dan jajarannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah acara selesai, para pimpinan dan jajarannya saling bersalaman Idul Fitri dan berbincang. Namun Muhadjir tidak menyampaikan pernyataan usai acara.
Sementara itu usai acara, Sekjen Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Abdul Mukti mengatakan Idul Fitri tahun ini membuat pihaknya bersitegang.
"Baru tahun ini kita mengalami ketegangan yang lumayan tinggi. Dimulai dari dilarangnya salat idul fitri oleh seorang Wali Kota di Pekalongan dan Sukabumi, tapi kemudian alhamdulilah selesai juga," katanya pada wartawan di Kantor PP Muhamadiyah, Jakarta Pusat.
"Kemudian ketegangan berlanjut ketika muncul berbagai perdebatan yang sampai saat ini muncul dan kami masih diskusi sampai sekarang ini di grup. Masih ada salah satu media yang mempersoalkan Idul Fitri menurut NU dan Muhamadiah," lanjutnya
Menurutnya, persoalan tersebut seharusnya tidak perlu dibesar-besarkan. Terutama oleh pemerintah yang menurutnya masih mengurusi persoalan tersebut.
"Karena menurut saya persoalan itu adalah persoalan ibadah. Negara dan pemerintahan juga sesungguhnya tidak punya kewenangan mengurus masalah
Ibadah mahdoh itu," ujarnya.
Mukti mengatakan bahwa kewenangan negara ialah menjamin kemerdekaan masyarakatnya untuk beribadah dan berkeyakinan.
"Kewajiban pemerintah negara itu adalah menjamin kemerdekaan masyarakatnya dalam beribadah dan memiliki keyakinan," ungkapnya.
"Sehingga upaya untuk memutuskan Idul Fitri menurut keputusan pemerintah ini menjadi sebuah keputusan politik yang seharusnya tidak dilakukan oleh negara," sambungnya.
Ia menuturkan bahwa pemerintah lebih mencampur adukan keyakinan dengan realitas politik yang ada. "Sehingga menurut saya kecenderungan seperti ini adalah sebuah realitas politik yang dalam jangka panjang akan menguras tenaga kita. Jadi sepertinya kita ada ritual tahunan yang ada dalam penetapan awal Ramadan, Idul Fitri dan Idul Adha itu," pungkasnya.
(yld/yld)