Kata Ahli Hukum soal Koalisi: RI Sistem Presidensial, Bukan Parlementer

Kata Ahli Hukum soal Koalisi: RI Sistem Presidensial, Bukan Parlementer

Andi Saputra - detikNews
Jumat, 28 Apr 2023 16:20 WIB
Ilustrasi Pilpres
Ilustrasi (Edi Wahyono/detikcom)
Jakarta -

Para ahli hukum tata negara menyoroti berbagai manuver politik jelang Pilpres 2024 dalam mengusung calon presiden. Menurut para ahli hukum, koalisi tidak dikenal dalam sistem presidensial sebagaimana dianut Indonesia. Koalisi hanya dikenal dalam sistem parlementer.

"Dalam sistem presidensial seperti di Indonesia, tidak dikenal koalisi. Koalisi hanya dikenal di sistem parlementer," kata pakar hukum tata negara UNS Solo, Agus Riewanto, kepada wartawan, Jumat (28/4/2023).

Meminimalkan jumlah parpol ikut berkoalisi agar presiden terpilih tak tersandera partai-partaiAhli hukum tata negara Agus Riewanto

Dalam sistem presidensial, koalisi parpol di parlemen dibangun setelah pilpres selesai.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Hal itu untuk membangun relasi dengan DPR agar kebijakan presiden terpilih tak dipersulit dan deadlock (presiden minority)," ujar Agus Riewanto.

UUD 1945 dan UU Pemilu menegaskan, sepanjang parpol memenuhi presidential threshold 20 persen, maka sudah bisa mengusulkan capresnya sendiri. Tidak ada kewajiban bagi pemegang golden ticket untuk berkoalisi dengan parpol lain. Satu-satunya parpol yang sudah mempunyai syarat presidential threshold adalah PDI Perjuangan.

ADVERTISEMENT
Pengamat politik UNS Agus RiewantoAgus Riewanto (Bayu/detikcom)

"PDI Perjuangan seharusnya hanya berkoalisi dengan parpol lain pascapilpres," kata Agus tegas.

Menurut Agus, koalisi yang dilakukan bukan policy blind coalition (memaksimalkan kekuasaan), tapi coalition based programmatic/ideology). Sehingga menghasilkan koalisi yang sederhana, awet dan berkesinambungan.

"Meminimalkan jumlah parpol ikut berkoalisi agar presiden terpilih tak tersandera partai-partai," cetus Agus.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Pusat Kajian Hukum dan Pemerintahan (PUSHAN) Dr Oce Madril menyatakan parpol yang sudah memenuhi syarat presidential threshold idealnya mencalonkan kadernya sendiri. Oce mengingatkan koalisi tidak tepat dengan konsep ketatanegaraan Indonesia.

"Konstitusi kita tidak mengenal koalisi dan dalam konsep hukum tata negara koalisi itu digunakan sistem parlementer. Pilpres tidak dalam konteks bagi-bagi kekuasaan, tapi kebijakan apa yang ditawarkan ke masyarakat. Kita harus ingat Pasal 4 UUD 1945 dan Pasal 17 UUD 1945. Memang tidak ada koalisi, tapi yang ada kerja sama dalam pemenangan pilpres. Parpol yang kerja sama dengan parpol pengusul, berani nggak bergabung tanpa syarat embel-embel kursi menteri?" kata Oce.

Sebagaimana diketahui, dua nama sudah memenuhi presidential threshold. Yaitu Anies Baswedan diusung sebagai bakal calon presiden oleh koalisi NasDem, PKS, dan Partai Demokrat. Ganjar Pranowo diusulkan oleh PDI Perjuangan dan belakangan didukung PPP. Adapun Prabowo dan Airlangga Hartarto yang ramai digadang-gadang menjadi bakal calon presiden belum resmi memegang tiket presidential threshold dan masih menunggu parpol lain berkoalisi mendukungnya.

(asp/zap)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads