Pimpinan Cabuli 15 Santriwati, Izin Ponpes di Batang Akan Dicabut!

Pimpinan Cabuli 15 Santriwati, Izin Ponpes di Batang Akan Dicabut!

Yulida Medistiara - detikNews
Rabu, 12 Apr 2023 16:03 WIB
ilustrasi
Ilustrasi pelecehan seksual (Foto: Edi Wahyono)
Jakarta -

Kementerian Agama (Kemenag) akan mencabut izin pondok pesantren di Babdar, Kabupaten Batang, Jawa Tengah buntut kasus pimpinan ponpes tersebut, Wildan Mashuri, diduga mencabuli 15 santri dalam beberapa tahun. Kemenag mendukung penegakan hukum yang diterapkan kepada pelaku kekerasan seksual tersebut.

"Kami mendukung penuh penegakan hukum yang dilakukan. Setiap tindak pidana, siapa pun pelakunya, serta kapan dan di manapun kejadiannya, harus ditindak tegas," ujar Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Waryono Abdul Ghofur dalam keterangannya, Rabu (12/4/2023).

"Oleh sebab itu, izin pesantren akan dicabut atas tindakan pencabulan yang dilakukan pimpinan ponpes. Jelas ini tindakan pidana, perbuatan tidak terpuji, mencoreng marwah Ponpes secara keseluruhan, dan menyebabkan dampak luar biasa bagi korban," imbuhnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sementara itu, para santri juga dilakukan pendampingan untuk memastikan dapat melanjutkan pendidikannya. Sebab, meski izin pesantrennya dicabut, hak pendidikan para santri harus dilindungi.

"Kami juga memberi perhatian pada kelanjutan pendidikan para santri. Mereka harus terus belajar. Kita berkoordinasi dengan Kanwil Kemenag Jawa Tengah dan sejumlah pesantren lainnya," ujar Waryono.

ADVERTISEMENT

Kemenag juga bersinergi dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Pelindungan Anak (KPPPA) dan pihak kepolisian terkait penyelesaian kasus kekerasan seksual di lembaga pendidikan.

Menurutnya, proses pelindungan korban tindak kekerasan pada anak dan perempuan, apalagi tindak kekerasan seksual, perlu melibatkan banyak stakeholders. Para pihak perlu memikirkan nasib korban kekerasan. Misalnya, mengenai masa depan si korban, apakah langsung dipulangkan ke orang tua? Lalu bagaimana masa depan pendidikannya? Kalau korban hamil dan punya anak, bagaimana? Kalau korban tidak mau pulang dititipkan ke siapa?

"Ini semua harus dipikir. Kita tidak bisa hanya menyelesaikan pelakunya saja, tapi juga perlu dipikirkan nasib korbannya seperti apa. Nah, untuk itu kita libatkan Dinas Sosial," tuturnya.

"Jadi kita juga harus melindungi korbannya, terutama anak-anak dan perempuan. Dan, penanganannya juga harus komprehensif," kata Waryono.

Selain itu, Kementerian Agama juga terus melakukan sejumlah langkah pencegahan dan upaya preventif agar peristiwa yang sama tidak terulang. Upaya tersebut antara lain dengan melakukan pembinaan dan sosialisasi pesantren ramah anak.

"Kami punya buku panduan pesantren ramah anak. Ini kami sosialisasikan," ucapnya.

Kemenag, kata Waryono, juga terus menjalin komunikasi dengan pesantren untuk saling mengingatkan bahwa santri adalah titipan orang tua kepada para kiai, ibu nyai, dan ustaz. Sehingga, santri harus diperlakukan seperti anak sendiri.

"Artinya, santri harus mendapatkan perlindungan dan pembelajaran. Kalau sakit, diobati. (santri) Tidak boleh mendapatkan kekerasan. Ini terus kami komunikasikan dan sosialisasikan," ujarnya.

Lebih lanjut, Kemenag juga terus melakukan sosialisasi terhadap pesantren, saat ini terdapat lebih 37 ribu pesantren yang terdaftar di Kemenag. Sosialisasi disampaikan kepada para Kepala Bidang dan Kepala Seksi di Kanwil Kemenag Provinsi yang bertugas dalam pembinaan pesantren. Sosialisasi juga diberikan kepada perwakilan pesantren, baik melalui forum dalam jaringan (daring) atau luar jaringan (luring).

"Kami sampaikan bahwa pengasuh pesantren harus membaca regulasi terkait perlindungan anak dan perempuan. Bahkan, saya menyebutnya regulasi itu sebagai "kitab kuning baru". UU perlindungan anak dan perempuan agar menjadi panduan pesantren dan seluruh masyarakat Indonesia," tuturnya.

"Jadi, pesantren tidak hanya membaca kitab kuning (keagamaan) ansich, tapi juga kitab kuning dalam bentuk regulasi yang berlaku di Indonesia," sambungnya.

Sementara itu, Kemenag sudah menerbitkan Peraturan Menteri Agama (PMA) No 73 Tahun 2022 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan pada Kementerian Agama. Regulasi ini antara lain mengatur masalah pencegahan kekerasan seksual di lembaga pendidikan agama. Aturan ini mendorong lembaga pendidikan agama untuk membuat satuan tugas pencegahan dan penanganan kekerasan seksual (Satgas PPKS).

Terkait penanganan, regulasi ini mengatur alur pelaporan bagi korban kekerasan seksual. Kemenag akan bekerja sama dengan Dinas Sosial dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) untuk membantu mendampingi korban dari aspek psikologis. Diatur juga sikap lembaga pendidikan terhadap pelaku dan korban. Para korban harus diberi kesempatan untuk tetap melanjutkan pendidikan.

Terkait pelaku kekerasan seksual, Waryono menjelaskan bahwa regulasi mengatur tentang sanksi dalam bentuk administratif dan pidana. Jika memenuhi unsur pidana, pelaku diserahkan ke penegak hukum. "Kalau administratif bisa berupa pemecatan," kata Waryono.

"Regulasi juga mengatur bahwa pelaku harus membayar ganti rugi untuk memulihkan mental dan kesehatan korban," ucapnya.

Sebagai tindak lanjut dari PMA 73 tahun 2022, Kemenag saat ini tengah melakukan finalisasi Keputusan Menteri Agama (KMA) tentang Panduan Penanganan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan pada Kementerian Agama. KMA ini diperlukan sebagai regulasi teknis yang akan mengatur langkah dan upaya pencegahan kekerasan seksual di satuan pendidikan binaan Kemenag.

"Kekerasan seksual adalah perbuatan yang bertentangan dan merendahkan harkat dan martabat manusia. Karenanya, praktik kekerasan dalam bentuk apa pun tidak boleh terjadi lagi," ungkapnya.


Korban Pencabulan Ponpes Batang Tak Hanya Santriwati tapi Alumni

Sebelumnya, pengasuh ponpes di Babdar, Batang, Wildan Masyuri (57) mencabuli dan memperkosa belasan santriwati. Tak hanya santriwati yang masih aktif, Wildan juga mengaku pernah mencabuli beberapa alumni atau santriwati yang telah lulus.

Untuk diketahui, perbuatan bejat Wildan Masyuri itu berlangsung sejak awal pondok pesantren itu mulai terisi santri. Aksi bejat itu dilakukan sudah beberapa tahun ini.

"Sejak tahun 2019. Pondok pesantren baru terisi santri 2019," kata Wildan saat dihadirkan dalam jumpa pers di Mapolres Batang, Selasa (11/4/2023).

Bahkan, Wildan sempat mengaku lupa saat ditanya berapa jumlah total korbannya. Meski demikian, pria paruh baya itu akhirnya mengakui dirinya juga pernah melakukan aksi bejatnya kepada santriwati yang telah lulus atau alumni pondok tersebut.

"Ya, satu atau dua, lupa," ujar Wildan yang tak hanya selaku pengasuh, tapi juga pengajar di ponpes itu.

Simak juga 'Tampang Pensiunan PNS yang Cabuli Bocah di Parepare':

[Gambas:Video 20detik]



(yld/idh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads