Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan beda data transaksi janggal Rp 3,3 triliun di Kementerian Keuangan dengan data Rp 35 triliun yang disampaikan Mahfud Md. Sri Mulyani menegaskan Rp 3,3 triliun yang disampaikannya itu hanya yang berada di lingkup Kemenkeu.
"Kemudian perbedaannya di mana Pak Menko menyampaikan Rp 35 triliun dan kami Rp 3,3 triliun. Yang kami sampaikan Rp 3,3 triliun memang menyangkut Kemenkeu. Rp 18,7 triliun adalah data korporasi, sisanya Rp 13 triliun adalah data yang ada nama pegawai Kemenkeu yang merupakan surat-surat yang dikirim ke APH, 64 surat dengan nilai transaksi Rp 13 triliun," kata Sri Mulyani dalam rapat bersama Komisi III DPR, kompleks Senayan, Jakarta, Selasa (11/4/2023).
Sri Mulyani mengatakan surat yang dikirim ke APH itu tidak diterimanya. Karena itu, dia hanya fokus ke surat yang dilaporkan ke Kemenkeu.
"Karena surat ini tidak ke kami, dan kami hanya menerima informasi dari PPATK mengenai nomor suratnya saja, ya kami tidak bisa menjelaskan lebih lanjut. Makanya di Komisi XI kami fokusnya di yang abu-abu, karena itu suratnya ke kami dan kami bisa buka kembali seluruh data menyangkut surat surat tersebut," ujarnya.
"Itu yang membedakan, sama tapi beda presentasi, Pak Menko menyampaikan Rp 35 triliun karena itu semua menyebut nama pegawai Kemenkeu," lanjut Sri Mulyani.
PPATK Jelaskan Beda Data Tersebut
Dalam rapat di Komisi III DPR, Rabu (29/3/2023), Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana menjelaskan perihal itu. Kehadiran Ivan bersama-sama dengan Mahfud selaku Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (selanjutnya disebut Ketua Komite TPPU).
"Ini tidak mau meng-counter pendapat siapa pun juga dengan rasa hormat, dengan rasa kerendahan hati, hanya ingin mengungkapkan fakta sebenarnya terkait dengan klaster yang tadi," ucap Ivan mengawali penjelasannya.
Untuk memahami hal ini, berikut ini penjelasan Sri Mulyani dalam rapat bersama Komisi XI DPR pada Senin, 27 Maret 2023. Saat itu Sri Mulyani membedah laporan terkait Rp 349 triliun menjadi 3 bagian.
Angka Rp 349 triliun itu muncul dari 300 surat PPATK. Sri Mulyani membagi 300 surat itu menjadi 3 bagian, yaitu 100 surat, 135 surat, dan 65 surat. Berikut ini detailnya:
- 100 surat dengan nilai transaksi Rp 74 triliun dari periode 2009-2023 yang ditujukan PPATK ke aparat penegak hukum lain.
- 65 surat dengan nilai transaksi Rp 253 triliun, yang isinya adalah transaksi debit/kredit operasional perusahaan-perusahaan dan korporasi yang disebut Sri Mulyani tidak berhubungan dengan pegawai Kemenkeu. Di antara 65 surat itu ada 1 surat yang disebut Sri Mulyani yang paling menonjol karena memiliki angka yang paling tinggi yaitu Rp 189 triliun.
- 135 surat dengan nilai Rp 22 triliun, yang isinya transaksi-transaksi yang berhubungan dengan pegawai Kemenkeu.
"Sehingga yang benar-benar berhubungan dengan kami, ada 135 surat nilainya Rp 22 triliun, bahkan Rp 22 triliun ini, Rp 18,7 triliun itu juga menyangkut transaksi korporasi yang tidak berhubungan dengan pegawai Kemenkeu. Jadi yang benar-benar nanti yang berhubungan dengan pegawai Kemenkeu itu 3,3 triliun, ini 2009-2023, 15 tahun seluruh transaksi debit-kredit, termasuk penghasilan resmi, transaksi dengan keluarga, jual-beli aset, jual-beli rumah itu Rp 3,3 triliun dari 2009-2023," sebut Sri Mulyani.
Menurut Sri Mulyani, Rp 3,3 triliun itu berhubungan dengan pegawai Kemenkeu dalam kurun 2009-2023 yang meliputi transaksi debit kredit pegawai termasuk penghasilan resmi, transaksi dengan keluarga, jual-beli aset hingga jual-beli rumah. Dia juga menegaskan bahwa angka itu tidak terkait pidana apa pun.
"Jadi ya tidak ada hubungannya dalam rangka untuk pidana atau korupsi atau apa, tapi kalau kita untuk ngecek tadi untuk profiling dari risiko pegawai kita. Jadi banyak juga beberapa yang sifatnya adalah dalam rangka kita melakukan tes integritas dari staf kita," tambahnya.
(fca/eva)