YLKI Jaring 123 Pengaduan Pendidikan, 24% Terkait Pungutan

YLKI Jaring 123 Pengaduan Pendidikan, 24% Terkait Pungutan

- detikNews
Rabu, 30 Agu 2006 17:21 WIB
Jakarta - Bulan pengaduan pendidikan YLKI sudah berakhir. Selama 4 bulan (Mei-Agustus 2006), LSM ini berhasil menjaring 123 pengaduan yang kebanyakan dari orangtua murid. Rata-rata menyangkut pungutan.Dari 123 pengaduan tersebut, sebanyak 85 atau 69 persen berasal dari orangtua murid, masyarakat umum 29 atau 24 persen, dan 8 pengaduan dari tenaga pendidik seperti guru atau karyawan.Hasil pengaduan masyarakat itu dibeberkan anggota Pengurus Harian YLKI Sudaryatmo di Jakarta Media Center, Jalan Kebon Sirih, Jakarta, Rabu (30/8/2006).Sementara masalah yang dikeluhkan didominasi kasus pungutan sebanyak 30 pengaduan (24 persen), buku pelajaran 27 pengaduan, penerimaan murid baru 19 pengaduan (15 persen), dan sisanya terkait dengan ujian, BOS, proses belajar mengajar, infrastruktur fisik dan pengeloaan SDM/guru.Masalah pungutan yang mendasar yang dikeluhkan orangtua meliputi 6 elemen, yaitu proses pengambilan keputusan satu jenis pungutan yang tidak partisipatif, beragamnya jenis pungutan dan dalam beberapa hal tidak jelas rasionalisasinya, besaran pungutan masing-masing item.Selain itu juga masalah tidak transparannya penggunaan uang hasil pungutan, sulitnya mengakses laporan pertanggungjawaban atau penggunaan dana hasil pengutan, dan lemahnya akuntabilitas dalam pemanfaatan uang hasil pungutan.Sementara yang menyangkut buku pelajaran, sebagian besar terkait pengadaan. Ada enam yang dikeluhkan, yakni proses pengambilan keputusan penentuan buku pelajaran yang tidak melalui rapat guru dan tidak dikonsultasikan dengan komite sekolah, dalam proses penentuan buku pelajaran tidak berdasaran pertimbangan mutu buku, pemilihan buku pelajaran dari satu penerbit, penggunaan buku teks pelajaran yang tidak memenuhi standar mutu, penjualan buku pelajaran di sekolah, dan mahalnya paket buku pelajaran.YLKI mensurvei penggunaan buku pelajaran di 36 SD yang tersebar di Jakarta, Depok dan Bogor. Dalam survei buku yang dipakai Erlangga dan Yudhistira ternyata masih banyak digunakan. Padahal buku-buku tersebut tidak memenuhi standar, tetapi buku ini yang paling banyak dipakai di sekolah-sekolah.Survei itu mengacu pada Permendiknas RI Nomor 11/2005 tentang buku pelajaran di sekolah dan Keputusan Dirjen Dikdasmen Nomor 455 dan 505 2004 tentang penetapan buku yang terpilih sebagai buku mata pelajaran pokok, matematika, bahasa Indonesia, sains, dan pengetahuan sosial untuk SD.Kategori buku yang memenuhi standar ada 54,2 persen, yang tidak memenuhi standar 29,2 persen. Soal penerimaan murid baru, YLKI mendata adanya pungutan terhadap murid yang usianya kurang 6 tahun. Murid yang usianya kurang 1 bulan dikenakan pungutan Rp 100 ribu, dan kalau kurang dua bulan ditambah Rp 100 ribu lagi, penentuan besaran sumbangan dana pendidikan, iuran Diknas, tes IQ sampai bayar premi asuransi.Sementara Lucya Andam Dewi dari IKAPI menyoroti kebijakan pemerintah yang sering gonta-ganti kurikulum. Contohnya, kurikulum 1994 yang diganti kurikulum 1999. Sikap pemerintah ini telah merugikan penerbit, karena stok buku masih menumpuk. Apalagi tahun 2006 keluar Peraturan Menteri Nomor 22 tentang standar isi yang harus berbasis kompetensi, Peraturan Menteri Nomor 23 tentang Standar Kompetensi Kelulusan, dan Permen Nomor 24 tentang Kurikulum Kompetensi Tingkat Satuan Pendidikan. (umi/)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads