Kata puasa secara bahasa artinya menahan diri. Puasa merupakan salah satu ibadah yang wajib dilakukan umat Islam selama bulan suci Ramadan. Puasa dilaksanakan selama satu bulan penuh saat Ramadan.
Puasa dimulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari. Lantas, apa makna sebenarnya dari puasa? Bagaimana asal-usul kata puasa? Berikut penjelasannya.
Apa itu Puasa?
Menurut situs Provinsi Sumatera Barat, puasa artinya menahan. Secara istilah, puasa adalah menahan diri dari makan, minum, serta hal-hal yang membatalkannya dari terbit fajar hingga terbenam matahari.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam bahasa Arab, puasa disebut shaum. Puasa merupakan rukun islam ketiga. Hukum menjalankan ibadah puasa tertuang dalam surah Al-Baqarah ayat 183 yang berbunyi:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُتِبَ عَلَيْكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Arab-Latin: Yā ayyuhallażīna āmanụ kutiba 'alaikumuṣ-ṣiyāmu kamā kutiba 'alallażīna ming qablikum la'allakum tattaqụn
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa," (QS. Al-Baqarah: 183).
![]() |
Asal-usul Kata Puasa
Bagaimana asal-usul kata puasa? Menurut artikel "Keistimewaan Puasa Ramadhan" oleh KH Musthofa Bisri (Gus Mus) yang dilansir situs GP Ansor Surabaya, kata puasa berasal dari bahasa Sansekerta. Puasa berasal dari kata upavasa.
"Konon puasa berasal dari bahasa Sanskerta: upavasa," demikian keterangan Gus Mus, dikutip detikcom, Jumat (31/3/2023).
"âUpaâ berarti dekat dan âvasa/wasaâ berarti yang maha agung. Upavasa berarti mendekatkan diri kepada Yang Maha Agung," imbuh Gus Mus.
Sejarah Puasa Ramadan
Dikutip dari situs NU online, puasa pada zaman Rasulullah SAW, dimulai pada tahun kedua Hijriah. Semasa hidupnya, Rasulullah SAW menunaikan ibadah puasa sebanyak sembilan kali.
Pada awalnya, waktu dan tata cara ibadah puasa belum seperti sekarang. Menurut Syekh Khalid ibn 'Abdurrahman dalam kitabnya As-Shaumu Junnatun, halaman 17, ada sejumlah proses dan tahapan pemberlakuan puasa. Berikut penjelasannya.
1. Sudah ada perintah puasa Ayyamul Bidh
Sebelum ayat perintah puasa Ramadan turun, sudah diberlakukan perintah puasa Ayyamul Bidh setiap bulan hijriah dan puasa 'Asyura setiap tanggal 10 Muharram. Rasulullah SAW senantiasa mendorong para sahabat untuk menunaikan puasa itu. Namun, ketika puasa Ramadan diwajibkan, beliau tak lagi memerintah mereka dan tidak pula melarangnya.
2. Masih ada keringanan menjalankan puasa tidak secara total.
Ada keringanan berbuka puasa lebih awal. Mereka yang mampu diizinkan berpuasa dan yang tidak mampu berpuasa cukup mengeluarkan fidyah. Ketentuan ini mempertimbangkan masih banyaknya sahabat yang belum terbiasa berpuasa, sebagaimana yang disebutkan dalam surah Al-Baqarah ayat 184:
"Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin." (QS Al-Baqarah:184).
3. Keringanan berbuka puasa bagi yang mampu dihapuskan.
Kebolehan berbuka puasa hanya berlaku bagi orang yang sakit dan bepergian jauh. Hal itu disebutkan dalam surah Al-Baqarah ayat 185 yang berbunyi:
"Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain," (QS Al-Baqarah: 185).
4. Penetapan kewajiban puasa Ramadan
Setelah berbagai proses, ditetapkan aturan puasa yang berlaku sampai sekarang. Aturan puasa adalah menjauhi segala yang membatalkan, seperti makan, mainum, maupun hubungan suami-istri, sejak terbit fajar shadiq hingga terbenam matahari. Sedangkan pada malam hari, semua itu diperbolehkan, tanpa ada syarat: setelah atau sebelum tidur, setelah atau sebelum shalat Isya.
(kny/imk)