Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan arahan kepada para pejabat untuk tidak menggelar acara buka puasa bersama (bukber) selama Ramadan tahun ini. Arahan itu menuai pro dan kontra.
Pihak Istana sendiri sudah memberikan penjelasan terkait arahan Presiden Jokowi yang melarang pejabat dan pegawai pemerintah untuk mengadakan buka puasa bersama. Istana menyampaikan larangan itu hanya ditujukan kepada para menteri hingga kepala lembaga.
"Saya perlu menjelaskan surat yang dikeluarkan oleh Sekretariat Kabinet berkaitan dengan buka puasa bersama. Yang pertama, buka puasa itu, atau arahan Presiden itu, hanya ditujukan kepada para menko, para menteri, kepala lembaga pemerintah," kata Sekretaris Kabinet Pramono Anung dalam pernyataan pers di akun YouTube Setpres, Kamis (23/3).
Pramono mengatakan larangan ini tidak berlaku untuk masyarakat umum. Oleh karena itu, masyarakat tetap diberi keleluasaan untuk melakukan buka puasa bersama.
"Yang kedua, hal ini tidak berlaku bagi masyarakat umum sehingga dengan demikian masyarakat umum masih diberi kebebasan untuk melakukan atau menyelenggarakan buka puasa bersama," ujar Pramono.
Pramono mengatakan saat ini pejabat pemerintah banyak disorot oleh masyarakat. Pejabat dianjurkan untuk buka puasa bersama secara sederhana.
"Saat ini aparat sipil negara, pejabat pemerintah, sedang mendapatkan sorotan yang sangat tajam dari masyarakat. Untuk itu, Presiden meminta jajaran pemerintah, ASN, berbuka puasa dengan pola hidup yang sederhana," ucap Pramono.
Muhammadiyah Tak Masalah
Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir tidak masalah dengan seruan tersebut. Asalkan dibarengi konsistensi dalam keluarnya kebijakan.
"Kami PP Muhammadiyah sejak dulu konsisten pada kesatuan kebijakan," kata Haedar saat ditemui wartawan di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Kabupaten Bantul, DIY, Jumat (24/3/2023).
Namun, Haedar menilai jika ada larangan untuk buka bersama mestinya pada saat yang sama juga ada larangan untuk acara-acara yang melibatkan massa tingkat tinggi di berbagai daerah bahkan secara nasional.
"Jadi orang hanya bertanya seberapa jauh konsistensi itu. Jadi tidak ada masalah sebenarnya buka bersama itu dibatasi atau dilarang, tetapi harus koheren dengan kebijakan lain," ucapnya.
Pasalnya jika terjadi ketimpangan kebijakan dapat memicu polemik di masyarakat.
"Jadi silakan pemerintah mengambil kebijakan-kebijakan tetapi dalam konteks akuntabilitas publik itu harus koheren, komprehensif, dan objektif. Ini supaya tidak menimbulkan kesan kegiatan keagamaan dibatasi sementara pada saat yang sama kegiatan sosial ekonomi pariwisata tidak dibatasi," ujarnya.
"Kalau pemerintah sudah punya data kuat bahwa kita selesai PPKM lanjut saja selesai, gitu. Artinya ambil keputusan, tapi jangan tarik ulur apalagi pada hal-hal yang sensitif," imbuh Haedar
Cak Imin Anggap Hal Biasa
Ketua Umum PKB Abdul Muhaimin Iskandar atau Cak Imin menilai pemerintah pasti memiliki pertimbangan kuat sebelum menerbitkan arahan tersebut. Menurutnya hal itu biasa dan tidak perlu dibesarkan.
"Saya menilai ini (larangan bukber) hal yang biasa, nggak perlu dibesar-besarkan. Mungkin pemerintah punya pertimbangan-pertimbangan kenapa kemudian dilarang," kata Muhaimin dalam keterangan tertulis, Jumat (24/3/2023).
Cak Imin mengaku telah membaca surat yang ditujukan untuk para menteri, kepala lembaga, badan, hingga pemerintah daerah dari media. Menurutnya, surat tersebut penting untuk kebaikan bersama karena momen Ramadan kali ini berada di masa transisi dari pandemi COVID-19 menuju endemi.
"Yang nggak boleh kan pejabat negara, pejabat pemerintahan. Kalau masyarakat umum kan boleh, asalkan itu tetap jaga prokes. Jadi nanti saya bukber atas nama masyarakat umum saja deh," ucap Cak Imin.
Meski demikian, Cak Imin mendorong Pemerintah untuk menjelaskan dengan detail faktor-faktor yang menyebabkan adanya larangan tersebut bagi penyelenggara negara. Dengan begitu, kebijakan tersebut memiliki kejelasan dan dapat dipahami oleh kalangan pejabat hingga pegawai pemerintah.
Tak hanya itu, ia juga mendorong Pemerintah untuk mengatur kembali ketentuan dan peraturan dalam momen buka puasa bersama. Hal ini ini termasuk jumlah peserta maksimal dan ketentuan lainnya.
"Momen buka puasa bersama ini sudah kita rindukan sejak lama, dua tahun lebih kita tidak menggelarnya, padahal itu tradisi leluhur, tradisi yang baik. Belum lagi bisa mendorong geliat ekonomi juga, orang jadi banyak yang pesan makanan dan minuman, produk cinderamata, sajadah dan lainnya," pungkasnya
(dek/lir)