Titik Terang soal Rp 300 Triliun Usai Mahfud Bertemu Sri Mulyani

Titik Terang soal Rp 300 Triliun Usai Mahfud Bertemu Sri Mulyani

Anggi Muliawati - detikNews
Selasa, 21 Mar 2023 06:22 WIB
Jakarta -

Informasi soal transaksi mencurigakan Rp 300 triliun semakin jelas usai Menko Polhukam Mahfud Md bertemu dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Kepala PPATK Ivan Yustiavandana. Mahfud hingga Sri Mulyani memberi penjelasan soal transaksi Rp 300 triliun.

Pertemuan digelar di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Senin (20/3/2023). Ivan datang lebih dulu ke Kantor Mahfud lalu Sri Mulyani menyusul. Usai pertemuan digelar tertutup, ketiganya menggelar konferensi pers.

Mahfud menjadi yang pertama kali memberi penjelasan. Dia mengatakan informasi soal transaksi Rp 300 triliun itu merupakan laporan terkait dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kami jelaskan bahwa yang kami laporkan itu laporan hasil analisa tentang dugaan tindak pidana pencucian uang," ujar Mahfud di kantor Kemenko Polhukam.

"Berkali-kali saya bilang bukan laporan korupsi," sambung Mahfud.

ADVERTISEMENT

Dia mengatakan laporan dugaan TPPU itu menyangkut transaksi mencurigakan. Dia menyebut angka itu besar karena ada kerja intelijen keuangan yang melacak setiap transaksi diduga mencurigakan.

"Yang menyangkut pergerakan transaksi mencurigakan, saya waktu itu sebut Rp 300 T, sesudah diteliti lagi, transaksi mencurigakan itu lebih dari itu, Rp 349 T, mencurigakan. Saudara harus tahu bahwa TPPU itu sering jadi besar karena itu menyangkut kerja intelijen keuangan," ujarnya.

"Uang yang sama berputar sepuluh kali secara aneh itu dihitungnya hanya dua atau tiga kali padahal perputarannya sepuluh kali, misal saya kirim ke Ivan, Ivan kirim ke sekretarisnya, sekretarisnya kirim ke saya lagi," sambung Mahfud.

Dia kembali menegaskan hal itu bukan dugaan korupsi. Dia berharap semua pihak memahami hal tersebut.

"Itu tindak pidana pencucian uang, jadi jangan berasumsi 'wah Kementerian Keuangan korupsi Rp 349 T', ndak. Ini transaksi mencurigakan dan itu banyak melibatkan dunia luar, orang yang banyak melibatkan sentuhan-sentuhan dengan mungkin orang Kementerian Keuangan," ujarnya.

Transaksi Ternyata Rp 349 T

Mahfud mengatakan transaksi yang diduga merupakan TPPU itu jumlahnya bisa lebih besar dari yang disampaikannya. Dia mengatakan transaksi mencurigakan yang terjadi Rp 349 triliun.

"Saya waktu sebut Rp 300 T, sesudah diteliti lagi transaksi mencurigakan itu ya lebih dari itu, Rp 349 T, (transaksi) mencurigakan," ujar Mahfud.

Mahfud mengatakan, dalam kasus korupsi, biasanya jumlah TPPU lebih besar lagi jika ditelusuri. Dia mengatakan hal itu tentu menjadi bagian dari tugas PPATK dan kementerian terkait.

"Nah, kita membuat undang-undang tindak pidana pencucian uang itu dalam rangka itu, mencari yang lebih besar dari korupsi. Karena itu sebenarnya lebih besar kalau diburu, bisa lebih besar dari pidana korupsi pokoknya," ujar Mahfud.

"Ini bagian dari yang dilakukan oleh PPATK sesuai dengan tugas undang-undang, saya ketua komite, Bu Sri Mulyani anggota, Pak Airlangga Hartarto juga wakil dan seterusnya, semuanya berkewajiban melaksanakan ini," tambahnya.

Mahfud mengatakan TPPU lebih berbahaya daripada korupsi. Dia mengatakan TPPU susah dilacak karena berkamuflase sebagai badan usaha.

"Pencucian uang itu lebih bahaya, kalau saya korupsi menerima suap Rp 1 miliar, dipenjara selesai itu, gampang. Tapi bagaimana uang yang masuk ke istri saya? Itu mencurigakan, dilacak oleh PPATK. Bagaimana perusahaan atas namanya itu tidak beroperasi, misalnya warung makan tidak beroperasi tapi omzetnya Rp 100 miliar, padahal tidak ada yang beli, tidak ada yang jaga juga, hanya ada nama," ujarnya.

"Nah, itu yang disebut diduga, saya katakan sejak awal diduga, ini pencucian uang buka korupsi. Tapi pencucian uang dalam dugaan," tambahnya.

Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.

Penjelasan Panjang Lebar Sri Mulyani

Usai Mahfud, giliran Sri Mulyani memberi penjelasan. Ani, sapaan akrab Sri Mulyani, memberi penjelasan panjang lebar soal transaksi Rp 300 triliun yang disebut mencurigakan oleh PPATK itu.

Ani awalnya menjelaskan soal surat PPATK kepada Kementerian Keuangan pada 7 Maret 2023. Dia mengatakan surat itu berisi seluruh surat dari PPATK kepada Kemenkeu sejak tahun 2009 hingga tahun 2023.

"Surat dari kepala PPATK ini berisi seluruh surat-surat PPATK kepada Kementerian Keuangan terutama ke Inspektorat Jenderal dari periode 2009 hingga 2023, ada 196 surat. Surat ini adalah tanpa ada nilai transaksi, dalam hal ini hanya berisi nomor surat, tanggal surat, nama-nama orang yang ditulis PPATK dan kemudian tindak lanjut dari Kemenkeu," kata Sri Mulyani.

"Terhadap surat tersebut, 196 surat, Inspektorat Jenderal dan Kementerian Keuangan sudah melakukan semua langkah, makanya ini termasuk dulu Gayus sampai sekarang. Ada yang kena sanksi, ada yang kena penjara, ada turun pangkat, kita gunakan PP nomor 94 tahun 2010," sambungnya.

Setelah itu, katanya, muncul pernyataan soal transaksi mencurigakan Rp 300 triliun. Ani mengaku belum menerima surat dari PPATK yang menyebut angka tersebut hingga Sabtu (11/3). Menurutnya, surat PPATK yang berisi angka Rp 300 triliun baru diterima Kemenkeu pada 13 Maret.

"Yang ini 46 halaman lampirannya, berisi rekapitulasi data hasil analisa dan hasil pemeriksaan serta informasi transaksi keuangan berkaitan dengan tugas dan fungsi untuk Kementerian Keuangan 2009 sampai dengan 2023," ujarnya.

"Lampirannya itu, daftar surat di situ 300 surat dengan nilai transaksi Rp 349 triliun, sambungnya.

Ani mengatakan 65 dari 300 surat itu berisi transaksi keuangan perusahaan atau badan atau perorangan yang tidak ada kaitan dengan pegawai Kemenkeu. Namun, katanya, surat itu dikirim ke Kemenkeu karena transaksi yang terjadi berkaitan dengan fungsi Kemenkeu, seperti transaksi untuk ekspor dan impor.

"65 surat itu nilainya Rp 253 triliun. Jadi artinya PPATK menengarai ada transaksi dalam perekonomian entah itu perdagangan, pergantian properti yang ditengarai ada mencurigakan dan itu dikirim ke Kementerian Keuangan supaya Kementerian Keuangan bisa follow up, tindak lanjuti sesuai fungsi kita," ucapnya.

Berikutnya, ada 99 surat yang dikirim PPATK kepada aparat penegak hukum dengan nilai Rp 74 triliun. Sisanya, kata Ani, baru lah surat yang menyangkut dengan pegawai di Kemenkeu.

"Sedangkan 135 surat dari PPATK tadi yang menyangkut ada nama pegawai kementerian keuangan, nilainya jauh lebih kecil, karena tadi Rp 253 plus 74 itu sudah lebih dari Rp 300 triliun," ucapnya.

Dia juga memberikan contoh dari salah satu surat berisi transaksi mencurigakan yang telah ditindaklanjuti oleh Ditjen Bea Cukai Kemenkeu. Surat itu, katanya, dikirim PPATK pada 19 Mei 2020.

Dia mengatakan surat itu berisi soal transaksi Rp 189,273 triliun. Ani mengatakan Kemenkeu langsung menelusuri transaksi itu lewat Ditjen Bea dan Cukai. Namun, katanya, tidak ada ditemukan hal mencurigakan karena transaksinya dilakukan pelaku ekspor dan impor.

"Sesudah dilihat, dari Bea Cukai, teliti nama-nama 15 entitas. Mereka adalah yang melakukan ekspor impor emas batangan dan emas perhiasan dan kegiatan money changers," ucapnya.

Ani menyebut transaksi dari 15 entitas itu naik dan turun, terutama saat pandemi Corona terjadi. Dia mengatakan sudah membahas soal surat itu dengan PPATK pada September 2020.

"Waktu Bea Cukai mengatakan tidak menemukan di Bea Cukai ada kecurigaan, maka Pajak masuk," ucapnya.

Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.

Dia mengatakan Ditjen Pajak juga menerima surat dari PPATK dengan nilai transaksi Rp 205 triliun dari 17 entitas. Ditjen Pajak, katanya, kemudian melakukan penelitian sisi pajak dari 2017 sampai 2019.

Ani mengatakan ada figur SB di dalam PPATK yang menyebut figur itu punya omzet Rp 8,247 triliun. Sementara, data dari SPT pajak, figur itu punya omzet Rp 9,68 triliun.

"Karena si orang ini memiliki saham di PT BSI, kita teliti BSI yang ada di dalam surat PPATK juga. PT BSI ini data PPATK menunjukkan Rp 11,77 triliun. SPT pajaknya menunjukkan, ini pajak dari 2017 hingga 2019, 3 tahun, SPT pajaknya Rp 11,56 triliun, jadi perbedaannya Rp 212 miliar. Itu pun tetap dikejar, kalau memang buktinya nyata maka si perusahaan itu harus membayar plus denda 100 persen," ujarnya.

"PT IKS 2018-2019, PPATK menunjukkan Rp 4,8 triliun, SPT menunjukkan Rp 3,5 triliun. Kemudian ada seseorang DY SPT-nya hanya Rp 38 miliar, tapi PPATK menunjukkan transaksinya mencapai Rp 8 triliun," ujar Sri Mulyani.

Perbedaan data itu kemudian dipakai Ditjen Pajak memanggil pihak-pihak bersangkutan. Dia mengatakan muncul modus SB menggunakan rekening lima orang karyawannya.

"Termasuk kalau kita bicara transaksi ini adalah transaksi money changer," ucapnya.

Ani pun menegaskan Kementerian Keuangan sangat menghargai data PPATK. Dia menyatakan PPATK, Ditjen Pajak dan Ditjen Bea Cukai selalu bertukar informasi untuk memberantas korupsi dan tindak pidana pencucian uang.

"Dalam kondisi itu, di Kementerian Keuangan, Ditjen Pajak sudah dilakukan 17 kasus tindak pidana pencucian uang yang hasilnya Rp 7,88 triliun penerimaan negara. Dan bea cukai ada delapan kasus tindak pidana yang hasilnya Rp 1,1 triliun. Nah, surat PPATK tersebut yang berkaitan dengan internal Kementerian Keuangan, oknum atau pegawai Kementerian Keuangan, mulai dari Gayus itu Rp 1,9 triliun sudah dipenjara, kemudian ada lagi saudara Angin Prayitno itu disebutkan transaksinya Rp 14,8 triliun oleh PPATK itu juga sudah dipenjara," ujarnya.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads