Kondisi jalanan Jakarta yang macet, tidak menyurutkan minat sebagian masyarakat untuk tetap menggunakan kendaraan pribadi sebagai moda transportasi sehari-hari. Djoko Setijowarno pengamat transportasi sekaligus Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) menjelaskan bahwa terbatasnya jumlah transportasi publik bukanlah faktor yang mendorong warga untuk memilih menggunakan kendaraan pribadi.
"Yang jelas itu kenapa macet karena jalannya ada sudah tidak bisa menampung lagi sejumlah kendaraan. Bukan berarti jumlah jalannya terbatas, udah nggak bisa nampung lagi, mau bangun jalan lagi nggak punya anggaran yang besar dibangun pun tidak menyelesaikan masalah. Contoh jalan tol di Jakarta tetap aja macetkan nggak pernah teruraikan tetap macet. Jakarta sudah sebagai laboratorium yang salah dalam mengelola kendaraan," ungkap Djoko dalam program Sudut Pandang detikcom Minggu 19 Maret 2023.
Djoko pun mengkritisi kinerja pemerintah kota yang menurutnya kurang mendorong masyarakatnya untuk beralih ke kendaraan umum. Menurutnya, dengan sistem integrasi berbagai transportasi massa seperti Jaklingko, KRL, hingga Trans Jakarta, seharusnya bisa memenuhi kebutuhan mobilitas masyarakat kota.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jakarta makin macet karena bukan angkutan tidak banyak, sudah mencukupi. Namun (disebabkan) tidak berani atau kurangnya nyali (pemerintah kota) melakukan push strategy di dalam satu,"
Lebih lanjut, Djoko menjelaskan bahwa push strategy merupakan bagian dari manajemen transportasi massa yang bermuara pada penggunaan kendaraan umum secara maksimal di sebuah kota. Sementara itu berdasarkan penelitian yang dilakukannya, ia mengatakan bahwa jangkauan layanan transportasi umum di Jakarta sudah mencapai 92%. Dengan demikian, berbagai instrumen transportasi publik yang ada di ibu kota tidak lagi relevan untuk dijadikan alasan mengapa kendaraan pribadi masih memadati jalanan Jakarta.
Berdasarkan data BPS tahun 2023, tertulis bahwa jumlah jaringan jalan di wilayah Jakarta tidak sebanding dengan peningkatan jumlah kendaraan pribadi dari tahun ke tahun. Tercatat, panjang jalan di ibu kota pada tahun 2020 hingga 2022 berhenti di angka 6.485 kilometer. Sementara itu, kendaraan di tahun 2022 berjumlah 21.856.081 unit atau meningkat lebih dari 1,5 juta unit dari tahun 2020.
Penyebab Jakarta semakin macet dari tahun ke tahun menurut ahli, halaman berikutnya
Ketua Umum Ikatan Ahli Perencana Wilayah dan Kota (AIP), Hendricus Andy Simarmata menjelaskan, jumlah jaringan jalan yang stagnan menjadi salah satu faktor utama mengapa kemacetan di Jakarta semakin parah dari tahun ke tahun.
Faktor inilah yang mendorong pemerintah untuk terus menggenjot pembangunan jalan agar dapat menampung seluruh kendaraan yang terus membeludak. Namun Andy menambahkan bahwa seiring pembangunan jalan, desain kota justru terlupakan.
"Ya jadi kalau bicara kemacetan Jakarta, selalu harus dilihat dari hulunya ya. Sebenarnya, berbagai solusi yang sudah dibawa oleh pemerintah itu lebih pada sisi suplai. Jadi suplai itu maksudnya ya memperbanyak jaringan jalan, angkutan umum, lalu mencoba memberikan restriksi pada jaringan jalan. Jadi semua upaya dilakukan ke sana.Tetapi yang lupa adalah pada aspek kotanya sendiri. Kotanya tentu harus didesain agar tidak tergantung pada kendaraan roda 4," katanya.
Belum selesai dengan masalah ini, pemerintah justru membuat kebijakan yang berdampak pada penambahan jumlah kendaraan. Pada 2021 lalu, muncul kebijakan penghapusan PPnBM untuk memberikan keringanan masyarakat yang ingin membeli kendaraan pribadi.
Berdasarkan data yang dihimpun Kementerian Perindustrian RI, keringanan PPnBM pada periode Maret-Desember 2021 mendongkrak 113% persen menjadi 519 ribu unit atau meningkat sebesar 113% (275 ribu unit) dari periode yang sama tahun sebelumnya. Kemenperin mengklaim bahwa peningkatan ini berkontribusi cukup besar terhadap pertumbuhan industri alat angkutan pada triwulan II dan III tahun 2021 masing-masing sebesar 45,2% (yoy) dan 27,8% (yoy).
Menanggapi hal ini, Andy Simarmata mengatakan bahwa harus ada sistem pengereman kebijakan agar tidak menjadi simalakama di kemudian hari. Menurutnya, harus ada tambahan persyaratan bagi masyarakat yang ingin mendapatkan kendaraan dari kebijakan-kebijakan sejenis. Dengan demikian, jumlah pembelian kendaraan karena adanya relaksasi akan lebih terkendali.
"Ini mau dikasih longgar lagi, kasih keringanan pajak lagi. Belum lagi nanti electrical vehicle gitu ya, akan dapat lagi insentif. Jadi ya akan lebih penuh. Pertanyaannya, boleh nggak orang beli? Ya boleh-boleh aja. Cuma orang beli juga harus punya persyaratan," ungkapnya.
Merujuk pada kebijakan terbaru tentang subsidi pembelian kendaraan listrik, Andy mengungkapkan bahwa akan ada masa di mana nadi transportasi ibu kota akan benar-benar berhenti. Namun demikian, ia mengungkapkan bahwa Jakarta masih memiliki sedikit waktu untuk berbenah. Andy menegaskan, backbone transportasi publik modern di Jakarta harus segera diwujudkan. Jika tidak, arus lalu lintas ibu kota tidak lama lagi akan berhenti.
"Kalau menurut saya dengan membiarkan tren yang ada sekarang, mungkin 2030 kita akan stuck," ungkap Andy.
Baca juga: Hati-hati, "Jebakan" Subsidi |