Ketua MPR RI Bambang Soesatyo akan memaparkan urgensi pentingnya peta jalan model GBHN, yakni Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) pada acara bedah buku terbarunya berjudul 'PPHN Tanpa Amendemen' di Kampus Universitas Terbuka, Selasa (21/3) mendatang.
Berbeda dengan buku-buku sebelumnya, 'PPHN Tanpa Amendemen' ditulis berdasarkan hasil penelitian Bamsoet selama berbulan-bulan usai dua tahun lebih kuliah dan mengikuti pendidikan pada Program Studi Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Padjadjaran.
Dengan disertasi berjudul 'Peranan dan Bentuk Hukum Pokok-Pokok Haluan Negara sebagai Payung Hukum Pelaksanaan Pembangunan Berkesinambungan dalam Menghadapi Industri 5.0 dan Indonesia Emas', Wakil Ketua Umum Partai Golkar meraih predikat yudisium Cumlaude dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 4,0 di Sidang Terbuka Promosi Gelar Doktor Bidang Ilmu Hukum Universitas Padjajaran Sabtu (28/1).
"PPHN Tanpa Amendemen adalah buku ke-30 yang ditulis Bamsoet. Buku ini versi popular dari disertasi dengan bahasa akademis. Harapannya, setelah membaca buku ini, semua komunitas anak bangsa bisa memahami urgensi PPHN dari A sampai Z," ujar Bamsoet dalam keterangannya, Jumat (17/3/2023).
Berlatar belakang non hukum, Bamsoet mengatakan tidak mudah baginya untuk mempelajari ilmu hukum pada Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran. Namun sebagai Ketua MPR RI, ia mengakui dirinya banyak berhubungan dengan aspek hukum, terutama hukum tata negara. Hal inilah yang kemudian yang semakin mendorong semangatnya untuk mendalami ilmu hukum.
"Namun, saya termotivasi untuk belajar karena latar belakang pekerjaan yang banyak bersentuhan dengan hukum. Antara lain sebagai Anggota Komisi III DPR RI yang membidangi hukum, keamanan, dan hak asasi manusia. Kemudian menjadi Ketua Komisi III DPR RI serta pimpinan berbagai Pansus yang membahas RUU dan non-RUU seperti Pansus Angket Bank Century. Saat menjabat Ketua DPR RI, saya berhasil mendorong revisi UU KPK dan UU Tindak Pidana Terorisme yang selama bertahun-tahun mengalami kemacetan. Selain itu, meletakkan dasar pembahasan RUU KUHP yang telah disahkan, dan berbagai undang-undang lainnya yang mengalami kebuntuan," paparnya.
"Apalagi, dari 10 pimpinan MPR, banyak yang sudah Doktor, bahkan ada yang Profesor. Jadi tidak lucu, kalau ketuanya belum Doktor. Ini juga yang menyemangati saya," tambah Bamsoet.
Terkait riset yang dilakukannya, Bamsoet menyampaikan riset tentang peta jalan model GBHN dengan nomenklatur PPHN dilandasi tujuan strategis. Pertama, untuk mengetahui dan melakukan analisis pembangunan nasional sehingga berkesinambungan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Kedua, untuk mengetahui dan menganalisis terhadap konsep hukum dan ruang lingkup PPHN yang paling tepat diterapkan di Indonesia. Ketiga, untuk mengetahui dan menganalisis peran PPHN dalam menjaga kesinambungan, serta menghadapi Revolusi Industri 5.0 dan Indonesia Emas.
"Berdasarkan hasil penelitian, pembangunan nasional memerlukan PPHN sebagai pedoman atau arah untuk menjamin atau memastikan tetap berkelanjutan dan berkesinambungan pada setiap pergantian, baik pimpinan nasional maupun pimpinan daerah," ungkap Bamsoet.
Menurutnya, dalam tiga periode pemerintahan, telah terjadi ketidaksinambungan pembangunan. Akibatnya, proyek pembangunan presiden sebelumnya tidak dilanjutkan oleh presiden berikutnya sehingga muncul proyek mangkrak dan uang rakyat terbuang sia-sia.
Dari hasil penelitiannya, Bamsoet menyimpulkan terdapat lima alternatif pedoman pengaturan PPHN dalam prinsip Good Government Policy of Indonesia. Pertama, melalui perubahan terbatas UUD NRI Tahun 1945, khususnya pada pasal 3 dan pasal 23 ayat 1 UUD NRI Tahun 1945 yang memasukkan substansi kewenangan MPR yakni menyusun PPHN dan melaksanakan PPHN oleh pemerintah.
"Alternatif kedua, PPHN melalui konvensi ketatanegaraan tanpa melalui amandemen. Konvensi merupakan kebiasaan atau tindakan yang bersifat mendasar yang dilakukan dalam menyelenggarakan aktivitas kenegaraan oleh alat kelengkapan negara. Dalam hal ini dilakukan oleh delapan lembaga negara untuk menyemangati pembentukan PPHN," urainya.
Sementara alternatif ketiga, kata Bamsoet, PPHN dalam Tap MPR melalui revisi atau judicial review. Peniadaan pasal 7 ayat 1 UU Nomor 12 tahun 2011 junto UU Nomor 13 tahun 2022 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 12 tahun 2011.
Bamsoet menjelaskan dengan meniadakan penjelasan pasal 7 ayat 1 UU Nomor 12 tahun 2011 maka dengan sendirinya tidak ada lagi batasan pemahaman terhadap Tap MPR sebagaimana dimaksud dalam Tap MPR Nomor 1 tahun 2003. Dengan demikian, hierarki sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 7 ayat 1 secara konsisten dapat dilaksanakan sesuai hierarki peraturan perundang-undangan.
Alternatif keempat, lanjut Bamsoet, dengan mengubah UU Nomor 17 tahun 2014 junto UU Nomor 13 tahun 2019 tentang Perubahan Ketiga Atas UU Nomor 17 tahun 2014 tentang MD3, dengan memasukkan substansi menambah kewenangan MPR membentuk PPHN, dengan menerbitkan produk hukum berupa Tap MPR, yaitu pada pasal 4. Dalam hal ini, MPR akan kembali memiliki kewenangan subjektif superlatif dan sinkron dengan pasal 5 UU tersebut.
"Alternatif kelima, PPHN dalam bentuk UU Lex Spesialis menggantikan UU Nomor 25 tahun 2004 tentang SPPN. PPHN dibentuk dengan UU sebagai UU khusus menggantikan UU SPPN. UU ini nantinya berisi pokok-pokok haluan negara, sehingga memerlukan undang-undang sebagai penjabaran," papar Bamsoet.
Bamsoet menilai hadirnya PPHN akan membuat pembangunan nasional kembali menemukan roh dan jati diri sebagaimana ditegaskan dalam pembukaan konstitusi. Hal ini sekaligus mengingatkan pada gagasan pentingnya perencanaan pembangunan nasional sebagaimana dikemukakan oleh pendiri bangsa pada tahun 1947, yang terlihat dalam tujuh bahan pokok indoktrinasi, yang tujuannya mewujudkan Indonesia maju, sejahtera, dan makmur.
Sebagai informasi, acara bedah buku akan ini dilaksanakan bersamaan dengan Sosialisasi Empat Pilar MPR RI. Selain akan dihadiri secara luring oleh para dosen dan mahasiswa di Kampus UT, beda buku juga akan diikuti mahasiswa Universitas Terbuka secara daring dari seluruh Indonesia dan mancanegara.
Selain Bamsoet, ssejumlah narasumber kompeten di bidang hukum tata negara direncanakan bakal hadir sebagai keynote speaker. Beberapa di antaranya, Ketua Mahkamah Konstitusi Indonesia periode 2013-2016 Prof Dr Hamdan Zoelva, S.H., M.H dan Ahli Hukum Tata Negara Dr Irman Putra Sidin, SH., MH.
Buku terbaru Bamsoet melengkapi 29 judul buku yang telah ditulis Bamsoet sejak 1988 hingga tahun 2022. Buku ini meliputi Rahasia Sukses dan Biografi Pengusaha Indonesia (1988), Mahasiswa dan Lingkaran Politik (1989), Kelompok Cipayung, Gerakan dan Pemikiran (1990), Mahasiswa & Budaya Kemiskinan di Indonesia (1990), Kelompok Cipayung, Pandangan dan Realita (1991), Masa Depan Bisnis Indonesia 2020 (1998), Skandal Gila Bank Century (2010), Perang Perangan Melawan Korupsi (2011), Pilpres Abal-Abal Republik Amburadul (2011).
Buku selanjutnya berjudul Republik Galau (2012), Skandal Bank Century di Tikungan Terakhir (2013), Presiden dalam Pusaran Politik Sengkuni (2013), 5 Kiat Praktis Menjadi Pengusaha No.1 (2013), Indonesia Gawat Darurat (2014), Republik Komedi 1/2 Presiden (2015), Ngeri Ngeri Sedap (2017), Dari Wartawan ke Senayan (2018), Akal Sehat (2019), DPR Adem di Bawah Bamsoet (2020), Jurus 4 Pilar (2020), Solusi Jalan Tengah (2020), Save People Care for Economy (2020), Cegah Negara Tanpa Arah (2021), Negara Butuh Haluan (2021), Hadapi dengan Senyuman (2021), Indonesia Era Disrupsi (2022), Vaksinasi Ideologi Empat Pilar (2022), 60 Tahun Meniti Buih di Antara Karang (2022), dan Catatan Kritis Bamsoet, Bunga Rampai Opini (2022).
Simak juga 'Ketua MPR Bicara Pentingnya PPHN Jamin IKN Dituntaskan':
(ega/ega)