Keputusan cepat dan tepat Aipda Hartono, bisa mencegah konflik warga Desa Torobolu, Kecamatan Laeya, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara (Sultra), pecah. Konflik tersebut terkait dengan akses mata air warga Desa Torobulu.
Konflik tak sampai terjadi, mata air warga bisa diakses kembali. Bhabinkamtibmas Desa Torobulu tersebut bahkan rela berutang agar permasalahan mata air itu bisa selesai. Hal itu yang membuat Aipda Hartono diusulkan Kepala Desa Torolobu, Nilham, sebagai kandidat penerima Hoegeng Awards 2023 melalui formulir digital https://dtk.id/hoegengawards2023.
detikcom kemudian menghubungi Nilham untuk menggali lebih dalam sosok Aipda Hartono dan apa yang dilakukannya untuk meresolusi konflik mata air di sana. Dia mengatakan bahwa ada sebuah mata air yang berada di lahan milik salah satu warga.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lahan tersebut kemudian hendak ditutup oleh pemiliknya, dengan alasan hendak dijual. Mata air tersebut digunakan oleh sekitar 7.000 warga Desa Torobulu.
"Berjalannya waktu, tiba-tiba dia mengklaim sumber air itu dan dia mau jual. Kami mencari alternatif lahan lain yang juga kami sudah dapat," kata Nilam kepada detikcom, Jumat (24/2/2023).
Kemudian dilakukan pengerjaan untuk distribusi air bersih di lokasi yang baru. Selama pengerjaan itu, semula pemilik lahan bersedia warga mengakses sumber airnya, sehingga membuat warga geram.
"Tiba-tiba pemilik lahan yang sumber air itu langsung menutup, menghentikannya air untuk masyarakat. Jadi masyarakat sudah ribut, ingin mendatangi orang tersebut mau demo. Saya lapor ke Pak Hartono, ini sudah tidak sesuai kesepakatan, masyarakat sudah lapor Kepala Desa mau adakan aksi. Ini nanti terjadi konflik antara masyarakat," terangnya.
Nilham mengatakan saat malam hari itu juga, Aipda Hartono menemui pemilik lahan untuk menyampaikan keluhan warga. Kemudian, pemilik lahan meminta agar lahannya tersebut dibeli.
Dia tak menyalahkan apabila pemilik lahan hendak menjual lahannya. Sebab, itu sudah merupakan haknya.
"Beliau (Aipda Hartono) mau beli, tapi ternyata uangnya belum cukup waktu itu. Akhirnya saya tambah-tambah sedikit sebagai amal, juga masih kurang," imbuhnya.
Singkat cerita, lahan tersebut bisa dibeli oleh Aipda Hartono yang dibantu dengan sejumlah pihak. Akhirnya tanah tersebut dihibahkan untuk masyarakat, sehingga sumber mata airnya bisa terus digunakan.
"Sumber mata airnya kayak kolam bekas galian gitu ada sumber mata airnya, jadi dia kurang lebih 3.000 m2. Airnya disedot masuk ke penampungan, dari penampungan masuk ke warga. Sudah ada jaringan airnya yang masuk ke rumah warga, sudah di pipa. Pak Hartono ini mengamankan mata air itu sehingga saat ini tidak ada masalah lagi, dan alhamdulillah sekarang tidak ada kendala," terangnya.
Air Bersih Masalah Genting
Nihlam menyebut air bersih menjadi masalah genting di sana. Menurutnya, orang bisa bertengkar karena air bersih.
"Di sini tanahnya gersang, air itu kalau dijual per tangki sekarang Rp 60 ribuan per tower 12 ribu liter, mahal air kalau di sini. Ini masih banyak warga yang beli karena instalasi air ada yang belum dapat. Orang berani ribut kalau yang begituan," jelasnya.
Tak hanya di Desa Torobulu, air bersih juga menjadi masalah di desa sekitarnya. Namun, desa-desa lain sudah punya sumber mata airnya masing-masing yang stabil.
"Kalau sekarang desa-desa lain juga cukup bermasalah, tapi mereka sudah ada sumber-sumber airnya," ungkapnya.
Selain itu, mayoritas masyarakat di sana bekerja sebagai nelayan. Ada juga masyarakat suku Bajau yang membangun rumah di atas air laut.
"Jadi memang kalau sumber air itu ada, tapi air laut, jadi kalau mau masak dan minum itu butuh air bersih," bebernya.
Saat ini, warga sudah bisa menggunakan kembali sumber mata air tersebut. Nilham menyebut Aipda Hartono telah menghibahkan tanah di sumber mata air itu kepada Pemerintah Desa Torobulu.
Kapolres Puji Keputusan Cepat Aipda Hartono
Kesaksian lainnya datang dari Kapolres Konawe Selatan, AKBP Wisnu Wibowo. Dia menyebut kesigapan Aipda Hartono bisa mencegah konflik di masyarakat.
"Kalau saya pribadi, karena kecepatan yang bersangkutan mengambil keputusan untuk mencegah konflik, jadi hitungannya bukan tipikal, kalau begini tidak menunggu perintah dulu, karena ini sangat urgent, yang bersangkutan langsung berangkat," kata AKBP Wisnu.
Dia sendiri sebelumnya tak mengetahui ada permasalahan tersebut. Kepada AKBP Wisnu, Aipda Hartono mengatakan karena segera bergerak mencegah konflik, sehingga tidak sempat melaporkan kepadanya.
"Saya nggak tahu masalah awal, baru dapat kabar setelah selesai. Saya bilang 'ini kenapa?' Dia bilang 'karena harus gini-gini ndan jadi tidak sempat melaporkan,' oh ya sudah. Saya mau ganti duitnya, menolak juga, ya sudah," terangnya.
AKBP Wisnu mengatakan konflik saat itu sudah hampir terjadi. Dengan kesigapannya, Aipda Hartono mencari cara agar konflik tidak terjadi dan warga bisa tetap mendapatkan akses air bersih.
"Itu hampir ada mau konflik warga dengan pemilik tanah. Sebagai Bhabinkamtibmas, yang bersangkutan langsung menindaklanjuti agar tidak terjadi konflik. Makanya yang bersangkutan mencari cara bagaimana biar warga yang lain masih dapat air," tuturnya.
Kini, pihak yang semula berkonflik telah didamaikan. AKBP Wisnu menyebut warga juga telah mendapatkan kembali akses air bersih.
"Alhamdulillah, sama yang bersangkutan segera cepat sehingga tidak terjadi konflik horizontal antarmasyarakat. Sudah aman, konflik warga sudah tidak ada. Itu kan masalah sosial, untuk Kamtibmas alhamdulillah sudah bisa kita kendalikan. Sudah kita pertemukan, sudah tidak dipermasalahkan lagi," imbuhnya.
![]() |
Aksi Negosiasi Aipda Hartono
Dihubungi terpisah, Aipda Hartono mengatakan pada bulan Oktober 2022 kemarin, pemilik lahan menginginkan lahannya untuk dibeli. Pemilik lahan memutuskan untuk menutup akses lokasi air bersih yang selama ini digunakan warga.
Mencegah konflik membesar, Aipda Hartono segera turun tangan. Hasilnya, akses sumber mata air masih bisa digunakan sementara sampai warga mendapat sumber mata air baru.
"Makanya masyarakat sampai melakukan aksi unjuk rasa warga kurang lebih sekitar 100-an orang, ingin air tetap dialirkan ke rumah-rumah warga. Kemudian saya turun ke lokasi, saya lakukan mediasi dengan pemilik lahan, warga, dan Pemdes. Pada saat itu pemilik lahan membolehkan untuk digunakan untuk sementara waktu sambil mencari solusi yang lain," kata Aipda Hartono.
Aipda Hartono mencoba bersikap netral dalam konflik tersebut. Dia juga memberi pemahaman kepada warga bahwa pemilik lahan juga berhak menjual lahannya. Namun, hal itu dilakukan sembari mencari solusi atas permasalahan itu.
"Saya berikan pemahaman kepada masyarakat tidak boleh begitu, harus sabar. Bahwa belum tentu ketika persoalan tersebut ada di pihak kita, kita ikhlas untuk menyerahkan. Masyarakat alhamdulillah paham, saya jelaskan juga seandainya lahan itu ada di milik kita, kita pun belum tentu ikhlas juga memberikan kepada warga," bebernya.
Sekitar dua sampai tiga minggu kemudian, pemilik lahan kembali menutup area sumber mata air warga. Aipda Hartono sempat berhasil membujuk pemilik lahan untuk membuka kembali, namun hal itu hanya berjalan satu bulan.
"Menurut pemilik lahan oleh anaknya perjanjian yang disepakati hanya 1 bulan. Padahal sebenarnya tidak ada kesepakatan seperti itu. Sambil menunggu lahan, tetap bisa digunakan. Dia tetap bertahan bahwa lahan akan ditutup. Sehingga saya kembali melakukan pendekatan, datang ke rumahnya, ketemu orang tuanya, yang bersangkutan. Kalau bisa mohon dibukakan kembali," jelasnya.
Sempat dibuka selama empat hari, lokasi kembali ditutup. Akhirnya Aipda Hartono kembali mencoba bernegosiasi dengan pemilik lahan.
"Memang dia harus menutup, tidak ada pilihan lain saat itu. Makanya kita berpikir saat itu kayaknya memang harus dibeli lahan ini. Luas lahan seluruhnya itu 2 hektare. Dia mau menjual senilai Rp 150 juta. Cuma saya berpikir ambil uang dari mana," terangnya.
Tak habis akal, Aipda Hartono bernego untuk membeli lahan yang hanya ada mata airnya saja. Luas lahan yang ada mata air tersebut sebanyak 3.200 m2.
"Pada saat itu, pemilik lahan menyampaikan oke bisa. Cuma harga yang diberikan saat itu Rp 50 juta," tuturnya.
Aipda Hartono tetap tidak memiliki dana yang cukup, karena dia hanya memiliki dana sebesar Rp 15 juta. Dia kembali menawar hingga pemilik lahan mengajukan angka Rp 35 juta. Dia menelepon Pemerintah Desa Torobulu untuk meminta bantuan dana.
Dia menyampaikan kepada pemilik lahan agar diberikan waktu. Belum sampai waktu yang ditentukan, akses sumber mata air kembali ditutup.
"Saat itu kita dapat bantuan jelasnya terkumpul pada saat itu Rp 23 juta, kurangnya masih Rp 12 juta. Saya sampaikan ke pemilik lahan kalau bisa mohon diberi waktu, saya akan berupaya menyelesaikan itu hari Minggu. Namun hari Sabtu oleh pemilik lahan ditutup lagi," bebernya.
![]() |
Rela Meminjam Uang
Aipda Hartono berpikir tak ada jalan lain. Dia akhirnya meminjam Rp 12 juta untuk membeli lahan yang terdapat sumber mata air tersebut.
"Akhirnya ada salah satu warga saya meminta tolong pinjamkan saya uang kekurangannya sejumlah Rp 12 juta. Saya ragu juga saat itu sebenarnya apakah mereka berani meminjamkan. Mungkin karena selama ini komunikasi baik, dipercaya juga di situ. Yang bersangkutan memberikan Rp 12 juta, langsung hari itu juga saya langsung selesaikan tanggal 9 Februari 2023 kalau nggak salah," ujarnya.
Usai dibeli, lahan tersebut kemudian dihibahkan kepada warga Desa Torobulu melalui Pemerintah Desa. Dia merasa lega bisa melakukan itu mesti jalan yang ditempuh penuh liku dan utangnya kepada warga belum lunas.
"Dari pribadi saya pada saat itu Rp 15 juta ditambah Rp 12 juta, ini pun yang Rp 12 juta belum sepenuhnya lunas," ucapnya.
(rdh/bar)