Polisi mengungkapkan adanya perencanaan di kasus Mario Dandy Satriyo (20) aniaya Cristalino David Ozora (17). Mario Dandy sudah punya niat jahat terhadap David yang dibuktikan dengan adanya kata-kata 'free kick' dan 'nggak takut anak orang mati'.
"Pada saat terjadi penganiayaan yang sangat sadis itu ada 3 kali tendangan ke arah kepala, kemudian ada 2 kali menginjak tengkuk dan 1 kali pukulan ke arah kepala ini ke arah yang sangat vital, ini kepala," ujar Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi dalam konferensi pers, Kamis (2/3/2023).
"Di sana ada kata-kata 'free kick', baru ditendang ke arah kepala seperti tendangan penalti ataupun tendangan bebas," imbuhnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, lanjut Hengki, Mario mengucapkan kata-kata tak takut membuat anak orang mati. Hal ini menunjukkan Mario Dandy sudah punya niat jahat.
"Ada kata-kata gua gak takut anak orang mati. Bagi penyidik disini dan kami konsultasi dengan ahli ini mensrea niat jahat dan actus reus. Korban sudah tidak berdaya 2 kali ditendang masih diadakan penganiayaan lebih lanjut," tambahnya.
Dijerat Pasal Penganiayaan Berencana
Direskrimum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi mengaku menemukan fakta baru dalam kasus penganiayaan Cristalino David Ozora (17) oleh tersangka Mario Dandy Satriyo (20). Fakta ini didapat setelah polisi memeriksa sejumlah alat bukti.
"Kami libatkan digital forensic, kami menemukan fakta-fakta baru, bukti chat WA, video yang ada di HP. Kemudian kami sampaikan, kami juga temukan CCTV sekitar TKP," kata Hengki dalam jumpa pers di kantornya, Kamis (2/3/2023).
Dia mengatakan hasil pemeriksaan alat bukti tersebut membuat penyidik dapat mengetahui peranan orang-orang yang ada di tempat kejadian perkara (TKP) penganiayaan David.
"Sehingga kami bisa melihat peranan dari masing-masing orang yang ada di TKP tersebut," ujar dia.
Baca selengkapnya di halaman selanjutnya....
Simak juga Video: Polisi Ungkap Temuan Terbaru di Kasus Penganiayaan David Ozora
Dia mengatakan pihaknya berkomitmen agar pihak yang bersalah akan tetap dihukum. Dia mengatakan penyidikan kasus dilakukan secara berkesinambungan.
Dia menjelaskan, pada awal penyidik menerapkan konstruksi pasal, yaitu Pasal 76 C juncto Pasal 80 UU PPA juncto Pasal 351 KUHP tentang Penganiayaan Biasa.
Namun, setelah memeriksa alat bukti, polisi menerapkan konstruksi pasal yang baru. Berdasarkan pemeriksaan tersebut, polisi juga menetapkan AG (15) sebagai anak berkonflik dengan hukum alias pelaku.
"Ada peningkatan status dari anak berhadapan dengan hukum meningkat menjadi anak berkonflik dengan hukum ataupun pelaku, kemudian ada perubahan konstruksi pasal," kata Hengki.
Dia menjelaskan, tersangka Mario Dandy konstruksi pasalnya adalah 355 ayat (1) KUHP subsider 354 ayat (1) KUHP lebih subsider 353 ayat (2) KUHP lebih-lebih subsider 351 ayat (2) KUHP dan/atau 76 C juncto 80 UU Perlindungan Anak. Dandy terancam maksimal 12 tahun penjara.
Berikut ini bunyi Pasal 355 KUHP ayat (1) yang dipakai sebagai pasal primer untuk menjerat Mario David:
Penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
Sementara itu, tersangka Shane (19) disangkakan Pasal 355 ayat (1) juncto 56 KUHP subsider 354 ayat (1) juncto 56 KUHP, lebih subsider 353 ayat (2) juncto 56 KUHP, lebih-lebih subsider 351 ayat (2) juncto 56 KUHP dan/atau 76 C juncto 80 UU Perlindungan Anak.
"Terhadap anak AG, anak yang berkonflik dengan hukum, pasalnya 76 C juncto 80 UU Perlindungan Anak dan/atau 355 ayat (1) juncto 56 KUHP, subsider 354 ayat (1) juncto 56 KUHP, lebih subsider 353 ayat (2) juncto 56 KUHP, lebih-lebih subsider 351 ayat (2) juncto 56 KUHP. Tentang ancaman maksimal," bebernya.