Mantan Dirjen Kekuatan Pertahanan Kemhan Laksamana Muda (Purnawirawan) Agus Purwoto, Surya Cipta Witoelar, dan Arifin Wiguna didakwa terkait kasus korupsi proyek pengadaan satelit slot orbit 123 derajat Bujur Timur (BT) Kementerian Pertahanan (Kemenhan) tahun 2012-2021. Ketiga terdakwa didakwa bersama-sama merugikan negara Rp 453 miliar.
"Telah melakukan perbuatan atau turut serta melakukan perbuatan secara melawan hukum," kata jaksa koneksitas dari jaksa penuntut umum Kejari Jakpus dan Oditur Militer PN Militer Jakarta di PN Tipikor Jakarta, Kamis (2/3/2023).
Dalam kasus ini, terdakwa Laksda TNI (Purn) Agus Purwoto selaku mantan Dirjen Kekuatan Pertahanan Kemhan didakwa bersama-sama dengan terdakwa II Arifin Wiguna selaku Komisaris Utama PT Dini Nusa Kusuma (PT DNK) dan terdakwa III Surya Cipta Witoelar selaku konsultan teknologi PT Dini Nusa Kusuma (PT DNK) sejak 2015-2016 dan selaku Direktur Utama PT DNK periode 2016-2020. Para terdakwa melakukan perbuatannya juga bersama Thomas Anthony Van Der Heyden (warga negara AS) selaku Senior Advisor PT DNK.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kasus itu bermula saat Laksda TNI (Purn) Agus Purwoto menandatangani Kontrak Sewa Satelit Floater, yaitu Satelit Artemis antara Kemenhan dengan Avanti Communication Limited, meskipun Sewa Satelit Floater yaitu Satelit Artemis tidak diperlukan.
![]() |
Jaksa mengatakan terdakwa Arifin Wiguna, Surya Cipta, dan Thomas Anthony berperan meminta Laksda (Purn) Agus Purwoto menandatangani kontrak sewa satelit artemis tersebut.
Jaksa menyebut Laksda (Purn) Agus Purwoto tidak menjabat pejabat pembuat komitmen (PPK) sehingga dalam penandatanganan tersebut tidak sesuai dengan tugas pokok dan kewenangan menandatangani kontrak.
Jaksa menyebut, karena tidak pernah mendapat penunjukan sebagai PPK dari pengguna anggaran (PA), sehingga dalam penandatanganan kontrak tersebut belum ada anggaran dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Kemenhan. Serta belum ada Rencana Umum Pengadaan Barang/Jasa, belum ada Kerangka Acuan Kerja (KAK) atau Term of Reference (TOR), dan belum ada Harga Perkiraan Sendiri (HPS), tidak ada proses pemilihan penyedia Barang/Jasa, dan wilayah cakupan layanan Satelit Artemis tidak sesuai dengan filing Satelit di Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur (BT). Selain itu, jaksa menyebut Satelit Artemis memiliki spesifikasi yang berbeda dengan Satelit Garuda-1.
Lihat juga Video 'Kejagung Cekal Tiga Tersangka Korupsi Proyek Satelit ke Luar Negeri':
Simak berita selengkapnya di halaman selanjutnya.