Ibu Meninggal-Ayah Biologis Masih Hidup, Apakah Kakek Punya Hak Asuh?

detik's Advocate

Ibu Meninggal-Ayah Biologis Masih Hidup, Apakah Kakek Punya Hak Asuh?

Andi Saputra - detikNews
Kamis, 02 Mar 2023 11:00 WIB
Man and young boy handshake over the green
Ilustrasi (Foto: Getty Images/iStockphoto/sssss1gmel)
Jakarta -

Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan anak biologis punya hak keperdataan dengan ayah biologis. Lalu bagaimana dengan nasabnya?

Hal itu menjadi pertanyaan pembaca:

Hak asuh anak

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ibu D

Saya ingin bertanya.

ADVERTISEMENT

Seorang wanita hamil di luar nikah dan dia tetap dinikahi oleh lelaki yang menghamilinya, dan wanita ini meninggal. Keluarga dari wanita ini masih hidup (orang tua).

Apakah orang tua wanita yang hamil ini masih mendapat hak asuh cucunya walaupun ayah biologinya masih hidup?

Semoga terjawab pertanyaan saya. Terima kasih

Ibu D

Pembaca detik's Advocate juga bisa menanyakan masalah hukum dan dikirim ke email: redaksi@detik.com dan di-cc ke andi.saputra@detik.com :

Untuk menjawab pertanyaan pembaca detik's Advocate di atas, kami meminta pendapat advokat Penyuluh Hukum Ahli Madya Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kemenkumham, Masan Nurpian, S.H., M.H. Pembaca juga bisa melakukan konsultasi online ke BPHN di https://lsc.bphn.go.id/konsultasi. Berikut jawaban lengkapnya:

Berdasarkan kronologis dari masalah yang saudari sampaikan, sebelumnya terlebih dahulu kami jelaskan tentang dasar hukum yang mengatur hak asuh anak. Penjelasan singkat tentang siapa yang berhak mengasuh anak dan ibunya meninggal dunia sesuai dengan hukum yang berlaku.

Pada dasarnya, setiap anak berhak untuk mendapatkan jaminan dan perlindungan akan hak-haknya, agar dapat hidup, bertumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demikian yang disebut dalam Pasal 1 angka 2 dan Pasal 3 UU Perlindungan Anak. Berkaitan dengan kasus seperti yang diuraikan di atas, dalam UU Perlindungan Anak dikenal istilah kuasa asuh, yakni kekuasaan orang tua untuk mengasuh, mendidik, memelihara, membina, melindungi, dan menumbuhkembangkan anak sesuai dengan agama yang dianutnya dan kemampuan, bakat, serta minatnya (Pasal 1 angka 11 UU Perlindungan Anak).

Adapun yang dimaksud dengan orang tua menurut UU ini adalah ayah dan/atau ibu kandung, atau ayah dan/atau ibu tiri, atau ayah dan/atau ibu angkat [lihat Pasal 1 angka 4 UU Perlindungan Anak]. Hal ini berarti, selama orang tuanya masih hidup, yang berhak dan memiliki kuasa asuh adalah orang tua dari si anak. Antara lain jika ayahnya masih hidup. Dengan demikian, yang berhak membesarkan dan mengasuh bayi tersebut adalah ayahnya.

Aturan ini dipertegas dalam Pasal 7 UU Perlindungan Anak yang berbunyi:

"Setiap anak berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orang tuanya sendiri"

Dalam hal karena suatu sebab orang tuanya tidak dapat menjamin tumbuh kembang anak, atau anak dalam keadaan terlantar maka anak tersebut berhak diasuh atau diangkat sebagai anak asuh atau anak angkat oleh orang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Adapun ketentuan mengenai hak anak untuk mengetahui siapa orang tuanya, dalam arti asal-usulnya (termasuk ibu susunya), dimaksudkan untuk menghindari terputusnya silsilah dan hubungan darah antara anak dengan orang tua kandungnya, sedangkan hak untuk dibesarkan dan diasuh orang tuanya, dimaksudkan agar anak dapat patuh dan menghormati orang tuanya.

Hal ini terdapat dalam penjelasan Pasal 7 ayat (1) UU Perlindungan Anak. Lebih lanjut dikatakan dalam Pasal 14 UU Perlindungan Anak bahwa setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir.

Oleh karena itu, jika dalam kasus seorang bayi yang ibunya meninggal dunia saat melahirkan, selagi ayahnya masih ada, anak tersebut berhak untuk dibesarkan oleh ayahnya.

Hal ini semata-mata bertujuan agar anak dapat patuh dan menghormati orang tuanya. Namun, hal ini berbeda jika karena alasan tertentu dan/atau aturan hukum, ayahnya tersebut tidak dapat menjamin tumbuh kembang bayi atau bayi dalam keadaan terlantar, maka bayi itu berhak diasuh oleh orang lain.

Intinya adalah pemisahan tersebut dilakukan semata-mata demi kepentingan anak dan merupakan pertimbangan terakhir. Pemisahan yang dimaksud ini pun tidak boleh menghilangkan hubungan anak dengan orang tuanya [penjelasan Pasal 14 UU Perlindungan Anak].

Jika anak tersebut karena alasan tertentu tidak dapat diasuh oleh ayahnya, maka untuk kepentingan si anak, yang berhak mengasuh kemudian adalah keluarganya. Hal ini sebagaimana disebut dalam Pasal 26 ayat (2) UU Perlindungan Anak yang berbunyi:

1. Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk:

2. mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak;

3. menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya; dan

4. mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak.

Simak berita selengkapnya di halaman selanjutnya.

Dalam hal orang tua tidak ada, atau tidak diketahui keberadaannya, atau karena suatu sebab, tidak dapat melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya, maka kewajiban dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat beralih kepada keluarga, yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dari Pasal 26 UU Perlindungan Anak ini, kita dapat mengetahui bahwa ayah si bayi memiliki kewajiban dan tanggung jawab untuk mengasuh bayi tersebut. Apabila ayahnya tidak ada atau karena suatu sebab tidak bisa menjalankan kewajiban dan tanggung jawabnya, maka kewajiban dan tanggung jawab itu beralih kepada keluarganya.

Adapun yang dimaksud keluarga menurut Pasal 1 angka 3 UU Perlindungan Anak adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya, atau keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai dengan derajat ketiga.

Jadi, keluarga di sini adalah keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai dengan derajat ke tiga, yakni orang tua si istri maupun mertuanya yang mana mereka adalah kakek/nenek dari si anak.

Perlu diketahui juga, jika ayah dari anak itu melalaikan kewajibannya, terhadapnya dapat dilakukan tindakan pengawasan atau kuasa asuh orang tua dapat dicabut. Tindakan pengawasan terhadap orang tua atau pencabutan kuasa asuh ini dilakukan melalui penetapan pengadilan. Lalu kemudian, di sinilah kakek dan nenek dari anak dapat mengajukan permohonan ke pengadilan untuk mendapatkan penetapan pengadilan tentang pencabutan kuasa asuh orang tua atau melakukan tindakan pengawasan apabila terdapat alasan yang kuat untuk itu [Pasal 31 ayat (1) dan Pasal 30 ayat (1) UU Perlindungan Anak].

Hal terpenting yang disampaikan dalam UU ini adalah hubungan antara anak dan orang tua jangan sampai terputus dan agar anak dapat menghormati orang tuanya.

Sekalipun anak dipisahkan oleh orang tuanya karena suatu hal, akan tetapi hal itu tidak boleh menghilangkan hubungan anak dengan orang tuanya sebagaimana yang telah jelaskan di atas. Akan tetapi lain halnya jika sebelumnya telah terjadi perceraian antara si ayah dan si ibu.

Jika telah terjadi perceraian, dan si ibu meninggal dunia, maka berdasarkan Pasal 156 KHI dari Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung RI, urutan yang berhak mengasuh anak adalah:

1. wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ibu;

2. ayah;

3. wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ayah;

4. saudara perempuan dari anak yang bersangkutan;

5. wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ibu;

6. wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ayah

Demikian nasihat hukum yang dapat kami berikan semoga dapat memberdayakan saudara terhadap masalah hukum yang dialami.

Masan Nurpian, S.H., M.H.
Penyuluh Hukum Ahli Muda BPHN Kumham

Tentang detik's Advocate

detik's Advocate adalah rubrik di detikcom berupa tanya-jawab dan konsultasi hukum dari pembaca detikcom. Semua pertanyaan akan dijawab dan dikupas tuntas oleh para pakar di bidangnya.

Pembaca boleh bertanya semua hal tentang hukum, baik masalah pidana, perdata, keluarga, hubungan dengan kekasih, UU Informasi dan Teknologi Elektronik (ITE), hukum merekam hubungan badan (UU Pornografi), hukum waris, perlindungan konsumen dan lain-lain.

Identitas penanya bisa ditulis terang atau disamarkan, disesuaikan dengan keinginan pembaca. Seluruh identitas penanya kami jamin akan dirahasiakan.

Pertanyaan dan masalah hukum/pertanyaan seputar hukum di atas, bisa dikirim ke kami ya di email: redaksi@detik.com dan di-cc ke-email: andi.saputra@detik.com dengan subjek email: detik's Advocate

Semua jawaban di rubrik ini bersifat informatif belaka dan bukan bagian dari legal opinion yang bisa dijadikan alat bukti di pengadilan serta tidak bisa digugat.

Halaman 2 dari 2
(asp/jbr)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads