Kejagung: Penerapan Restorative Justice bagi Pemakai Narkoba Jangan Main-main

Kejagung: Penerapan Restorative Justice bagi Pemakai Narkoba Jangan Main-main

Yulida Medistiara - detikNews
Senin, 27 Feb 2023 13:05 WIB
Gedung Kejaksaan Agung (Kejagung)
Kejagung (Foto: dok. Kejagung)
Jakarta -

Jaksa Agung ST Burhanuddin mengeluarkan Pedoman Jaksa Agung Nomor 18 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Penanganan Perkara Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika melalui Rehabilitasi dengan Pendekatan Keadilan Restoratif. Kejagung menyebut usai pedoman itu diterapkan, banyak korban penyalahgunaan narkoba atau pengguna narkoba dilakukan restorative justice, tapi jaksa diminta jangan bermain-main dalam penerapannya.

Kejaksaan RI sebagai pelopor penegakan hukum humanis menilai criminal justice system/sistem peradilan pidana terpadu belum mampu membangun penanganan yang efektif, sebab cenderung berjalan sendiri sehingga menyebabkan penegakan hukum punitif yakni mengejar hukuman dan pembalasan. Hal inilah yang mengakibatkan biaya penanganan perkara menjadi besar dan berdampak pada tingkat hunian lembaga pemasyarakatan meningkat bahkan melebihi kapasitas (over capacity), dimana 60% penghuni merupakan penyalahgunaan narkotika.

"Melihat keadaan tersebut, Jaksa Agung merasa prihatin dan oleh karenanya harus ada solusi untuk ke depannya. Jaksa Agung menegaskan agar jangan sampai pengguna narkotika berada dalam satu sel tahanan dengan pengedar, sebab pengedar perlu mendapat perhatian serius," kata Kapuspenkum Kejagung, Ketut Sumedana, dalam keterangan tertulisnya, Senin (27/2/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Oleh karena itu Jaksa Agung ST Burhanuddin membuat Pedoman Jaksa Agung Nomor 18 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Penanganan Perkara Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika melalui Rehabilitasi dengan Pendekatan Keadilan Restoratif sebagai pelaksanaan Asas Dominus Litis Jaksa. Ketut menyebut usai pedoman itu diterapkan, banyak korban penyalahgunaan narkotika yang dilakukan rehabilitasi dengan berdasarkan restorative justice.

"Usai diimplementasikannya pedoman tersebut, menunjukkan tren positif dalam penerapan restorative justice di perkara narkotika. Hampir ratusan korban penyalahgunaan narkotika mendapatkan haknya untuk diobati secara mental dan fisik," kata Ketut.

ADVERTISEMENT

Ketut lalu menyampaikan pesan Jampidum Fadil Zumhana yang menyebut tidak ada ampun bagi pengedar narkoba. Menurut Fadil pengedar harus ditindak tegas karena telah merusak moral bangsa.

"Kami tidak segan-segan memberikan hukuman mati bagi mereka yang mencoba menjadi pengedar narkotika di negeri ini," ujar Fadil Zumhana seperti disampaikan Ketut.

Kejagung menegaskan penerapan restorative justice bagi pengguna narkoba berdasarkan Pedoman Jaksa Agung Nomor 18 Tahun 2021 dilakukan dengan sangat ketat dengan melihat jumlah barang bukti, kualifikasi Tersangka, kualifikasi tindak pidana dan pasal yang disangkakan, unsur kesalahan (mens rea) pada diri Tersangka, serta pemeriksaan terhadap Tersangka secara seksama melalui hasil asesmen terpadu.

Selain itu, bahkan ada kewajiban khusus oleh Penuntut Umum untuk memberikan petunjuk kepada Penyidik yakni memastikan Tersangka merupakan pengguna terakhir (end user), serta mengetahui profil Tersangka baik gaya hidup, transaksi keuangannya, hingga termasuk kolega dan lingkungannya (know your suspect).

Ketut mengingatkan kembali pesan Jaksa Agung ST Burhanuddin agar tidak ada jaksa yang bermain-main perkara terkait penerapan restorative justice. sebab ini merupakan "program memanusiakan manusia".

Melihat pelaku sebagai korban penyalahgunaan narkotika yang perlu mendapat pengobatan serius dan guna mendukung implementasi dari Pedoman Jaksa Agung Nomor 18 Tahun 2021, Jaksa Agung mendorong pemerintah daerah dan penegak hukum untuk berkolaborasi dalam mendirikan rumah rehabilitasi di setiap provinsi dan kabupaten/kota. Hal ini sebagai upaya yang sangat serius bagi penegakan hukum yang humanis.

"Jika ada jaksa yang main-main, saya tegaskan akan saya pidanakan," ujar Burhanuddin, seperti disampaikan Ketut.

Ketut menambahkan, penerapan restorative justice juga memperhatikan nurani kemanusiaan. Menurutnya, naluri kemanusiaan sebagai seorang penegak hukum harus ada di setiap insan Adhyaksa, karena Jaksa merupakan bagian dari masyarakat dan harus menjadi solusi bagi masyarakat yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika.

"Rehabilitasi hanya bisa dilakukan bagi mereka yang terbukti sebagai pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika. Sementara bagi mereka yang memiliki dan menguasai, juga dapat dimungkinkan menjalani rehabilitasi apabila dalam proses asesmen menunjukkan bahwa narkotika digunakan untuk dikonsumsi sendiri dengan jumlah yang sangat kecil," kata Ketut.

"Filosofi restorative justice dalam perkara narkotika tidak saja dilihat dari ultimum remedium sebagai pintu terakhir dalam proses peradilan, tetapi sebagai bentuk rehabilitasi yakni pemulihan kembali korban pelaku keadaan semula, dengan harapan korban yang telah menjalan rehabilitasi tidak hanya sembuh tetapi dapat kembali ke masyarakat, serta tak lagi menggunakan narkotika. Menyehatkan bangsa dari pengguna narkotika tidak hanya tugas penegak hukum, tetapi menjadi tanggung jawab Negara dan kita semua," imbuhnya.

Diketahui, keadilan restoratif (restorative justice) merupakan konsep pemikiran baru yang berkembang dalam penyelesaian perkara sebagai pola pemikiran hukum modern. Ketut menyebut sejumlah pihak merespons positif atas gebrakan Kejaksaan terhadap penyelesaian perkara pidana di tingkat penuntutan dengan konsep cepat, tepat, sederhana, serta efektif sesuai dengan KUHAP.

Tak hanya itu, apresiasi diterima oleh Kejaksaan RI mulai dari dalam hingga luar negeri seperti Special Achievement Award dari International Association of Prosecutors (IAP) pada September 2022 lalu, karena menilai konsep restorative justice mampu menyelesaikan perkara di luar pengadilan paling efektif dan efisien, serta berkeadilan. Konsep restorative justice ini juga mendapat apresiasi dari United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) serta mendukung penyelesaian perkara korban penyalahgunaan narkotika dengan konsep tersebut. Selanjutnya, telah dilakukan penelitian secara mendalam di beberapa kejaksaan negeri di Jawa Timur dimana hasilnya dijadikan sebagai role models dalam penyelesaian perkara korban penyalahgunaan narkotika dengan konsep restorative justice.

Lihat juga Video 'Jaksa Agung Pamer 2.103 Kasus Selesai Lewat Restorative Justice':

[Gambas:Video 20detik]



(yld/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads