Majelis hakim menyatakan mantan Wakaden B Biropaminal Divpropam Polri Arif Rahman Arifin tidak melawan hukum yang berakibat sistem elektronik tidak bekerja dalam kasus pembunuhan Brigadir N Yosua Hutabarat. Dakwaan dan tuntutan jaksa terkait ini dikesampingkan hakim.
Hal itu dibacakan majelis hakim saat membacakan pertimbangan putusan Arif Rachman di PN Jakarta Selatan, Kamis (23/2/2023). Hakim awalnya menceritakan momen ketika Arif bersama Kompol Chuck Putranto dan Kompol Baiquni Wibowo menonton video CCTV di laptop Baiquni yang menunjukkan Yosua masih hidup di teras rumah AKBP Ridwan Soplanit.
Kemudian, setelah menonton video CCTV itu, Ferdy Sambo memerintahkan Arif untuk memusnahkan bukti video tersebut. Hakim mengatakan Arif menjalankan perintah lisan Sambo itu dengan cara mematahkan laptop Baiquni.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kamis, 14 Juli 2022, sekitar pukul 21.00 WIB, atas perintah lisan saksi Ferdy Sambo, terdakwa telah mematahkan laptop, berdasarkan fakta hukum ketentuan-ketentuan di dalam UU RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE dan pengertian di dalam KBBI, maka majelis hakim berkeyakinan bahwa laptop Microsoft Surface milik saksi Baiquni yang telah dipatahkan terdakwa tidak dapat ditentukan sebagai sistem elektronik sebagaimana yang ditentukan dalam UU RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE," ujar hakim.
Karena itu, hakim mengatakan unsur melawan hukum yang berakibat sistem elektronik tidak bekerja tidak terpenuhi.
"Menimbang bahwa sub-unsur sistem elektronik tidak terpenuhi, maka dengan demikian unsur dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindak apa pun yang berakibatkan terhadap terganggunya sistem elektronik, dan/atau mengakibatkan sistem elektronik tidak bekerja sebagaimana mestinya tidak terpenuhi," pungkasnya.