Bamsoet: Toleransi dalam Beragama Tak Boleh Hanya Bersifat Retorika

Bamsoet: Toleransi dalam Beragama Tak Boleh Hanya Bersifat Retorika

Atta Kharisma - detikNews
Rabu, 22 Feb 2023 14:24 WIB
Bamsoet
Foto: Dok. MPR
Jakarta -

Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menyampaikan bangsa Indonesia adalah bangsa yang menjunjung tinggi nilai toleransi. Kendati demikian, ia menilai toleransi beragama di Indonesia masih perlu diperkuat.

Hal ini ia sampaikan saat mengisi kegiatan di Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Bali secara virtual dari Jakarta. Wakil Ketua Umum Partai Golkar itu mengungkapkan berdasarkan hasil Jajak Pendapat KOMPAS November 2022, 72,6% masyarakat Indonesia masih menjunjung tinggi nilai toleransi.

Bahkan, lanjut Bamsoet, 10,4% di antaranya menyatakan masyarakat Indonesia 'sangat toleran'. Meski begitu, 47,6% responden mengungkapkan masih perlu dilakukan penguatan sikap tenggang rasa dan toleransi dalam kehidupan beragama.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Persepsi senada juga tercermin dari temuan SETARA INSTITUT yang mengungkapkan bahwa sepanjang tahun 2022, masih dijumpai beberapa kasus yang mencederai kehidupan beragama kita. Setidaknya tercatat ada 175 peristiwa dengan 333 tindakan pelanggaran kebebasan beragama dan 50 gangguan yang dilakukan terhadap tempat ibadah," ujar Bamsoet dalam keterangannya, Rabu (22/2/2023).

Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menjelaskan gambaran tersebut menunjukkan nilai toleransi, khususnya toleransi dalam kehidupan beragama, belum sepenuhnya mencerminkan gambaran ideal sebagaimana diamanatkan oleh Konstitusi. Antara lain pada pasal 28 E ayat 1 bahwa setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya.

ADVERTISEMENT

Bamsoet menuturkan pasal 28 I ayat 1 mengatur hak beragama sebagai hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. Sementara pasal 29 ayat 2 menyebut negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing, dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

"Dalam konteks kehidupan beragama, belum optimalnya implementasi nilai-nilai toleransi mengisyaratkan perlunya kita bermawas diri, serta mengubah paradigma dalam memaknai toleransi. Toleransi dalam kehidupan beragama tidak boleh hanya bersifat retorika yang hanya terlihat baik-baik saja di permukaan, namun rapuh dalam landasan fundamentalnya," jelasnya.

Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila dan Wakil Ketua Umum FKPPI ini menerangkan dalam konteks kehidupan berdemokrasi, sikap toleransi pada ranah politik pun masih menyisakan beragam persoalan yang cukup menyita perhatian publik. Hal ini tercermin dari hasil Survei Litbang KOMPAS, yang mengindikasikan bahwa sekitar 77,8% responden merasa pesimis dan khawatir tergerusnya nilai-nilai toleransi pada Pemilu 2024.

"Potensi intoleransi ini ditengarai dipicu oleh beberapa faktor, antara lain rendahnya kedewasaan politik masyarakat, kurangnya keteladanan tokoh politik dalam kontestasi politik secara sehat, penggunaan politik identitas, imbas atau residu dari Pemilu 2019 yang belum sepenuhnya tuntas, dan maraknya buzzer politik," tuturnya.

"Semua faktor tersebut dikhawatirkan menjadi pemicu terpinggirkannya sikap toleran dalam kontestasi politik, dan turut memanaskan suhu politik," pungkas Bamsoet.

(akn/ega)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads