Panitera Pengganti (PP) Edy Wibowo ditahan KPK terkait suap putusan kasasi kasus pailit RS Sandi Karsa, Makassar. Putusan itu diketok oleh ketua majelis hakim agung Takdir Rahmadi. Kini, pihak perusahaan mengajukan permohonan peninjauan kembali (PK).
Kasus bermula saat RS Sandi Karsa memesan alat kesehatan (alkes) ke PT Mulya Husada Jaya pada 2019. Jaminannya dua sertifikat tanah dan bangunan. Nilai pembelian alkes Rp 2,3 miliar.
Belakangan, RS Sandi Karsa tidak bisa mencicil utangnya dengan lancar. Akhirnya PT Mulya Husada Jaya mengajukan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) ke Pengadilan Negeri (PN) Makassar dan dikabulkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun perdamaian tidak ada hasilnya hingga akhirnya PN Makassar menyatakan RS Sandi Karsa pailit. Mengetahui putusan itu, RS Sandi Karsa mengajukan kasasi dengan harapan status pailit dibatalkan. Permohonan dikabulkan dan keadaan berbalik.
"Menyatakan pemohon kasasi Yayasan Rumah Sakit Sandi Karsa tidak pailit," demikian bunyi putusan kasasi yang diketuai Takdir Rahmadi dengan anggota Nurul Elmiyah dan Rahmi Mulyati. Sedangkan panitera pengganti adalah hakim Edy Wibowo.
Belakangan, KPK menangkap dua hakim agung, Gazalba Saleh dan Sudrajad Dimyati. Dari penangkapan itu, ditangkap juga PNS MA, Muhajir Habibie. Nah, dari jejak Muhajir Habibie, ditemukan bercak aroma suap di perkara RS Sandi Karsa itu. Akhirnya, KPK menahan dan menetapkan Edy Wibowo sebagai tersangka. Terakhir, Yayasan RS Sandi Karsa, Wahyudi Hardi ditahan KPK.
"Apa yang kami umumkan ini, penahanan ini adalah pengembangan penyidikan dari kasus yang sebelumnya, jadi ada jalur berbeda yang sebelumnya berkaitan dengan pengurusan perkara di jalur koperasi simpan pinjam, kemudian ketika kami melakukan pengembangan penyidikan menemukan adanya perkara lain yang juga diliputi dengan suap," ucap Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam konferensi pers di KPK, Kamis (17/2/2023).
Di sisi lain, PT Mulya Husada Jaya tidak terima atas putusan kasasi itu. Kini PT Mulya Husada Jaya mengajukan peninjauan kembali (PK).
Berdasarkan informasi perkara di website MA, Senin (20/2), duduk sebagai ketua majelis I Gusti Agung Sumanatha dengan anggota Ibrahim dan Hamdi.
"Panitera Pengganti Afrizal," demikian keterangan perkara tersebut.
Untuk diketahui, Agung Sumanatha merupakan Ketua Muda MA bidan Perdata yang menunjuk Takdir Rahmadi mengadili kasus Intidana. Kasus Intidana ini juga diungkap KPK ada praktik suap menyuap perkara. Ibrahim juga sudah diperiksa KPK beberapa waktu lalu terkait kasus korupsi suap-menyuap di MA.
(asp/zap)