Jakarta - Sjafruddin Prawiranegara hingga kini belum berstatus sebagai mantan Presiden. Padahal, pada tahun 1948-1949, Sjafruddin pernah menjadi Ketua Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang berkedudukan di Bukittinggi. Tanpa PDRI, bisa jadi pemerintah Indonesia terbengkalai. Tapi, gara-gara keterlibatannya dalam PRRI/Permesta, Sjafruddin dikejar-kejar dan dikarantina. Gara-gara PRRI/Permesta ini, nama Sjafruddin disengaja oleh penguasa menjadi tidak harum. Hingga kini, Sjafruddin belum ditetapkan pemerintah sebagai pahlawan nasional. Padahal, jasa Sfaruddin sangat bejibun. Selain sebagai ketua PDRI, Sjafruddin juga pernah menjadi Wakil Perdana Menteri (Waperdam), menjadi menteri keuangan, dan menjadi gubernur Bank Indonesia pertama. Sjafruddin lahir di Anyer Kidul 28 Februari 1911 dan wafat di Jakarta pada 15 Februari 1989. Jenazah Sjafruddin dimakamkan di TPU Tanah Kusir, Jakarta Selatan. Makamnya sederhana, tak terlihat beberapa puluh tahun silam pernah sebagai orang besar. Pada 1 Agustus 2006, makam Sjafruddin tampak basah. Di atas makamnya bertabur bunga-bunga yang masih segar. Ini karena, istrinya, Tengku Halimah, yang meninggal dunia pada 1 Agustus 2006 dimakamkan di atas jasad Sjafruddin. Tokoh nasional, Rosihan Anwar, memiliki kenangan bersama Sjafruddin. Dia masih ingat betul, kalimat yang diucapkan Sjafruddin sebelum wafat. "Rosihan, alangkah sakitnya dijajah bangsa sendiri. Kita ini dijajah oleh bangsa sendiri," kata Sjafruddin kepada Rosihan saat itu. Sjafruddin menyatakan hal itu, tanpa ditanya dan spontan keluar dari lubuk hatinya. "Bagi saya, ini menyimpulkan apa yang menjadi pikirannya, yaitu dia sebagai orang yang ikut memperjuangkan RI, duduk dalam berbagai kabinet, memimpin PDRI kemudian dia mimpin PRRI, ikut PRRI. Lantas dikejar-kejar, dikarantina segala macam tapi dia bisa mengatasi. Tinggal di benaknya ingatan kalau dijajah oleh bangsa sendiri itu bukan main sakitnya,"ujar Rosihan. Rosihan yang wartawan dan sastrawan ini tidak heran dengan ucapan Sjafruddin. Sebab, bukan hanya Sjafruddin saja yang bilang begitu. "Bung Karno waktu dia ditahan di Jakarta, sesudah tahun 1967 di Wisma Yaso, Jl. Gatot Soebroto, juga bilang hal yang sama kepada istrinya, Ibu Hartini," kata Rosihan. "Saya ini diperlakukan oleh orang-orang Belanda yang notabene lawan saya, lebih bagus daripada oleh orang-orangku sendiri," demikian kata Soekarno saat itu. Menurut Rosihan, bangsa Indonesia tidak tahu cara menghargai jasa-jasa orang, tidak tahu menghormati orang tua yang pernah berjuang, padahal mereka adalah para pahlawan. "Bangsa kita ini tidak punya
sense of history, nalar sejarahnya. Jadi dia itu hidup cuma untuk zaman sekarang, sekarang zamannya sulit, hidup susah, pekerjaan susah, jadi dia masa bodoh dengan apa yang dipikirkan. nah inilah gambarannya," ungkap Rosihan saat berbincang-bincang dengan
detikcom beberapa waktu lalu.Di mata Rosihan, Sjafruddin adalah orang yang memberikan segala-galanya, dari dirinya untuk perjuangan. Sjafruddin orang yang idealis. "Dia itu sebenarnya orang yang berpikir secara sosialis demokrat. Dia dekat dengan Sutan Sjahrir, jadi wajar saja dia ikut dalam Partai Sosialis Indonesia (PSI). Tapi, dia bilang nggak bisa. Bapak dia Islam dan latar belakang dia Islam, maka dia tak bisa masuk ke sana," kata dia. Menurut Rosihan, Sjafruddin bisa menerima segala macam pikiran sosialis, tapi karena latar belakang dia muslim, maka dia masuk Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia). "Tapi, akhirnya mereka kerja sama yang baik. Masyumi dan PSI itu kerja sama yang baik," ujar Rosihan. Meski Sjafruddin telah berjasa, kata Rosihan, pemerintah dilecehkan begitu saja. "Banyak
kan yang dialami dia, zaman PRRI, dan setelah dia kembali menjadi masyarakat biasa, dia kan dilecehkan saja, nggak dianggap," demikian Rosihan.
Keterangan Foto: Inilah makam Sjafruddin Prawiranegara di TPU Tanah Kusir, Jakarta Selatan.
(asy/)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini