7 Hal Diungkap Hakim Sebelum Akhirnya Vonis Mati Ferdy Sambo

Sidang Vonis Ferdy Sambo

7 Hal Diungkap Hakim Sebelum Akhirnya Vonis Mati Ferdy Sambo

Yogi Ernes, Wilda Hayatun Nufus - detikNews
Senin, 13 Feb 2023 16:26 WIB
Jakarta -

Mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo divonis mati dalam kasus pembunuhan ajudan sendiri, Brigadir N Yosua Hutabarat. Majelis hakim mengungkap tujuh hal terkait pembunuhan berencana Yosua sebelum menjatuhkan hukuman mati terhadap Sambo.

Sidang vonis Sambo digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023). Sambo mengikuti sidang secara langsung.

"Mengadili, menyatakan terdakwa Ferdy Sambo telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan berencana dan tanpa hak melakukan perbuatan membuat sistem elektronik tidak berfungsi sebagaimana mestinya secara bersama-sama," kata hakim ketua Wahyu Iman Santoso saat membacakan amar putusan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Ferdy Sambo pidana mati," imbuhnya.

Sambo juga dinyatakan bersalah melakukan perusakan CCTV yang berakibat terganggunya sistem elektronik dan/atau mengakibatkan sistem elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya.

ADVERTISEMENT

Sambo dinyatakan bersalah melanggar Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sambo juga dinyatakan bersalah melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sebelum membacakan vonis mati, hakim menjelaskan analisis atas unsur-unsur dalam pembunuhan berencana Brigadir Yosua Hutabarat. Setidaknya, ada tujuh hal yang disampaikan hakim dalam analisisnya:

Tak Ada Pelecehan Dialami Putri Candrawathi

Hakim menyatakan tidak ada pelecehan atau kekerasan seksual yang dialami istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi. Hakim menyebut tidak ada bukti valid yang menunjukkan pelecehan terjadi.

"Dari tanggal 7 Juli tidak ada bukti pendukung yang mengarah pada kejadian yang valid adanya pelecehan seksual atau kekerasan seksual atau yang lebih dari itu," kata hakim.

Hakim juga menyinggung soal penjelasan dominasi atau relasi kuasa dalam kasus pelecehan seksual sebagaimana yang diatur dalam Surat Edaran Mahkamah Agung. Hakim menyatakan dalam relasi kuasa, Putri Candrawathi yang berstatus istri Kadiv Propam Polri memiliki posisi dominan atas Yosua.

Hakim mengatakan latar belakang Putri sebagai dokter gigi lebih dominan dibanding Yosua yang cuma lulusan SMA, berstatus ajudan, serta berpangkat Brigadir. Atas dasar itu, hakim menyatakan kecil kemungkinan Yosua melakukan pelecehan terhadap Putri.

"Posisi dominan Putri Candrawathi selaku istri terdakwa yang merupakan Kadiv Propam," ujar hakim.

"Dengan adanya ketergantungan relasi kuasa dimaksud sangat kecil kemungkinan korban melakukan pelecehan seksual terhadap Putri Candrawathi," sambung hakim.

Yosua Buat Putri Sakit Hati, tapi Bukan Melecehkan

Hakim menyatakan motif pelecehan seksual terhadap Putri Candrawathi di balik pembunuhan berencana Brigadir Yosua Hutabarat tidak terbukti. Hakim menyatakan pengakuan Putri telah diperkosa oleh Yosua tidak memiliki landasan hukum yang kuat. Menurut hakim, ada perbuatan Yosua yang membuat Putri sakit hati, tapi bukan pelecehan seksual.

"Menurut majelis hakim adanya sikap korban Nopriansyah Yosua Hutabarat di mana perbuatan atau sikap tersebut yang menimbulkan perasaan sakit hati yang begitu mendalam terhadap Putih Candrawathi," katanya.

"Majelis tidak memperoleh keyakinan yang cukup bahwa korban Nopriansyah Yosua Hutabarat telah melakukan pelecehan seksual atau perkosaan atau perbuatan lebih dari itu kepada Putri Candrawathi sehingga adanya alasan demikian patut dikesampingkan," katanya.

Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.

Terbukti Rencanakan Pembunuhan

Hakim menyatakan Ferdy Sambo terbukti melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua. Hakim awalnya menjelaskan soal rangkaian peristiwa mulai dari rumah Sambo di Magelang hingga rumah dinas Sambo di Duren Tiga, Jakarta Selatan, yang menjadi TKP pembunuhan Yosua pada 8 Juli 2022.

Hakim kemudian menyinggung momen Sambo memanggil ajudannya, Bharada Richard Eliezer, untuk menyampaikan skenario pembunuhan Yosua. Hakim juga membacakan peristiwa Sambo memberikan sekotak peluru ke Eliezer.

"Bahwa terdakwa telah memikirkan bagaimana caranya melakukan pembunuhan tersebut, terdakwa masih bisa memilih lokasi, terdakwa masih bisa memilih alat yang akan digunakan, dan terdakwa menggerakkan orang lain untuk membantunya," ujar hakim.

"Menimbang bahwa dengan demikian menurut pendapat majelis unsur dengan rencana terlebih dahulu telah nyata terpenuhi," sambung hakim.

Sambo Punya Glock 17 dan Ikut Tembak Yosua

Majelis hakim menyatakan Ferdy Sambo ikut menembak Brigadir Yosua. Hakim juga menyebut Sambo memiliki senjata jenis Glock 17 Austria.

"Dari barang bukti tersebut, dapat diketahui bahwa Terdakwa memiliki sepucuk senjata api Glock 17 Austria," ucap hakim saat membacakan fakta hukum dalam vonis Ferdy Sambo terkait kasus pembunuhan Brigadir Yosua di PN Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023).

"Berdasarkan barang bukti dan ahli Arif Sumirat, keterangan Rifaizal Samual, serta keterangan saksi Richard dapat disimpulkan tiga fakta, yaitu: Terdakwa pada saat di tempat kejadian membawa senjata api di pinggang kanannya, terdakwa memiliki sepucuk senjata merk jenis Glock 17 Austria dengan seri numb 135," imbuhnya.

Keyakinan majelis hakim lainnya yaitu setelah mencocokkan peluru yang identik dengan senjata Glock 17 milik Sambo. Sebagaimana diketahui bila Eliezer juga menggunakan Glock 17.

Putri Tahu Rencana Pembunuhan Yosua

Hakim menyatakan istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, mengetahui rencana pembunuhan Brigadir N Yosua Hutabarat sejak awal. Keyakinan hakim salah satunya mengacu pada tindakan Bripka Ricky Rizal yang mengamankan senjata milik Yosua. Tindakan itu, menurut hakim, diketahui oleh Putri hingga dilaporkan kepada Ferdy Sambo.

"Tindakan Ricky Rizal mengamankan senjata api korban dilaporkan kepada Putri Candrawathi dan diketahui oleh terdakwa," kata hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023).

Bukti lainnya yang diyakini hakim ialah keberangkatan Kuat Ma'ruf dan Ricky Rizal ke Jakarta. Padahal, keduanya sehari-hari bertugas di Magelang menemani anak Ferdy Sambo.

"Majelis hakim berkeyakinan bahwa Putri Candrawathi mengetahui rencana pembunuhan terhadap korban Nopriansyah Yosua Hutabarat akan dilakukan di rumah Duren Tiga Nomor 46," sambung hakim.

Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.

Sambo Pakai Sarung Tangan Hitam Tembak Yosua

Majelis hakim meyakini Ferdy Sambo turut menembak Brigadir Yosua di rumah dinas Duren Tiga. Hakim berkeyakinan Sambo menembak Yosua dengan menggunakan senjata Glock 17 miliknya dan memakai sarung tangan hitam.

"Penuntut umum di persidangan telah menyita lantai 1 ditemukan sarung tangan yang sudah terbuka, satu buah boks yang sudah terbuka, satu buah boks yang belum terbuka yang menunjukkan terdakwa memiliki ketersediaan sarung tangan warna hitam," kata hakim Wahyu.

"Satu buah pucuk senjata milik Glock 17, menimbang bahwa dari barang bukti terdakwa memiliki satu pucuk senjata Glock," kata hakim.

Hakim telah mengumpulkan keterangan saksi dari penyidik anggota Polres Jaksel dan juga ahli. Hakim berkesimpulan bahwa Sambo membawa senjata api di pinggang kanan saat menuju rumah dinas Duren Tiga.

Hakim pun menyimpulkan serta berkeyakinan cukup bahwa Sambo telah menembak Yosua dengan senjata Glock 17. Hakim menyebut Sambo mengenakan sarung tangan saat menembak.

"Oleh karenanya berdasarkan keterangan terdakwa Eliezer, Rifaizal, dan Adzan Romer, ahli Farah, dan ahli Sumirat majelis hakim memperoleh keyakinan yang cukup terdakwa telah melakukan penembakan terhadap Yosua dengan senjata jenis Glock yang pada waktu itu dilakukan terdakwa dengan menggunakan sarung tangan hitam," kata hakim.

Perintah 'Hajar Chad' Bantahan Kosong Sambo

Hakim menyatakan pernyataan Sambo soal perintah 'hajar Chad' kepada Bharada Eliezer hanyalah bantahan kosong semata. Hakim meyakini Sambo menghendaki kematian Yosua karena adanya perencanaan pembunuhan yang rapi dan sistematis.

"Bahwa rencana untuk membunuh Yosua adalah benar-benar telah terdakwa pikirkan dengan baik sehingga terdakwa mengatakan 'Kamu aman Chad karena pertama kamu melindungi ibu dan kamu membela diri'," kata Hakim.

Hakim mengatakan, dalam fakta persidangan, Sambo menyuruh Eliezer untuk menambahkan amunisi peluru dan meminta menyerahkan senjata Yosua. Karena tindakan itu, hakim meyakini Sambo memikirkan pembunuhan dengan rapi dan sistematis.

"Menimbang bahwa fakta di atas, majelis meragukan keterangan terdakwa yang hanya menyuruh Richard untuk mem-back up atau mengatakan 'Hajar Chad' pada saat itu karena menurut hakim hal itu merupakan keterangan bantahan kosong belaka," ujar hakim.

Halaman 2 dari 3
(haf/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads