Penggugat berharap Mahkamah Konstitusi (MK) segera memutuskan gugatan pemilu proporsional terbuka. Sebab, gugatan ini berkejaran dengan waktu jadwal pendaftaran caleg.
"Pihak terkait ada 14. Ini ini menjadi cukup lama. Dan keterangan kemarin hadir 3 itu sepertinya satu kelompok dan suaranya isinya tidak beda jauh. Mungkin mereka nggak usah membacalah. Serahkan saja. KPU sebagai pihak penyelenggaraan saja tinggal menyerahkan. Ini menjadi lama. Saya ras ini menjadi bertele-tele," kata kuasa hukum penggugat, Sururuddin, Senin (12/2/2023).
1. Demas Brian Wicaksono
2. Yuwono Pintadi
3. Fahrurrozi
4. Ibnu Rachman Jaya
5. Riyanto
6. Nono Marijono
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya sudah mengajukan permohonan provisi kepada Mahkamah Konstitusi agar ini dipercepat karena ini kan bulan-bulan depan sudah mulai calon-calon mulai daftar. Ini menjadi sesuai waktu yg ditentukan PKPU. Kita tidak tahu MK ini maunya apa dalam kebijakan jadwal sidang," ucap Sururuddin yang juga disampaikan dalam podcast Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kememkumham.
Sementara itu, anggota Dewan Pembina Perludem, Titi Anggraini, menyatakan judicial review itu menunjukkan pemahaman konstitusi masyarakat sudah meningkat yaitu dengan menempuh jalur ke MK.
"Dalam konteks uji materi, langkah warga patut diapresiasi," kata Titi.
Perdebatan sistem proporsional terbuka dan tertutup akhirnya juga menjadi menarik karena didiskusikan banyak pihak.
"Perdebatan ini menjadi sesuatu yang manis. Akhirnya perdebatan yang elitis diperbincangkan di ruang publik," kata Titi.
Namun Titi berharap perdebatan itu harus didekati dengan objektif dan berimbang. Titi menilai sidang di MK akan memakan waktu lama.
"Sehingga tidak didekati dengan dikotomi demokratis vs tidak demokratis karena semua masih punya konteksnya. Saya menduga, akan reli-reli panjang," ucap Titi.
Di mata Titi, sistem pemilu tidak ada yang absolut benar dan ideal. Setiap sistem pemilu memiliki konteks masing-masing.
"Apapun sistem pemilu tidak ada yang sepenuhnya ideal," tegas Titi.
Sistem pemilu yang baik didapat sesuai dengan lintasan sejarah, pengalaman interaksi politik, situasi budaya, dan lain-lain.
"Sistem pemilu adalah hasil konsensus politik banyak faktor. Tantangan bagi MK adalah menempatkan rambu-rambu yang mestinya dipedomani oleh pembentuk UU sehingga mampu melahirkan sistem pemilu yang, satu memperkokoh kedaulatan rakyat, kedua meningkatkan derajat representasi dan akuntabilitas pemerintahan dan seterusnya," pungkas Titi.
Simak juga 'Mahfud-Menaker Bicara soal Sistem Pemilu, Pilih Terbuka atau Tertutup?':