Kepala BRIN Tri Handoko menjawab kritik anggota Komisi VII DPR RI Fraksi Demokrat Sartono Hutomo yang menyebut ada program BRIN tak berjalan. Tri juga menjawab soal anggaran Rp 800 miliar, cuma yang terserap tak sampai 10 persen.
Tri awalnya menjelaskan mengenai program MBBM (Masyarakat Bertanya BRIN Menjawab). Dia menyebut program tersebut hanya dijalankan apabila ada surat permintaan dari kelompok masyarakat terkait.
"Program MBBM merupakan program reguler untuk melakukan diseminasi iptek dan pendampingan ke kelompok masyarakat yang membutuhkan. Program ini dilaksanakan berbasis pada surat permintaan dari kelompok masyarakat terkait, dan dieksekusi oleh Tim dari Deputi Pemanfaatan Riset dan Inovasi BRIN secara at-cost," kata Tri melalui keterangan tertulis, Jumat (10/2/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tri membantah jika BRIN dinilai memberikan anggaran glondongan setiap kegiatan. Dia mengatakan BRIN hanya mengeluarkan anggaran sesuai kebutuhan pelaksanaan kegaiatan yang berlangsung di lapangan.
"Artinya, BRIN hanya dapat mengeluarkan anggaran sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan riil di lapangan, dengan satuan biaya mengikuti SBM (Standar Biaya Masukan) yang ditetapkan di PMK 83/2022 tentang SBM TA 2023, sebagai contoh pemberian biaya transportasi peserta Rp 150 ribu/orang, honor narasumber Rp 1,7 juta/jam dan seterusnya," tuturnya,
"Sehingga sangat menyesatkan bila diinformasikan BRIN memberikan anggaran pelaksanaan dalam bentuk glondongan per kegiatan sesuai nilai yang diusulkan," lanjutnya.
Tri membantah terdapat alokasi dana sebesar Rp 800,8 miliar untuk 7 program dalam APBN BRIN tahun 2022. Dia mengatakan dana Rp 800,8 miliar itu merupakan usulan.
"Serupa dengan penjelasan pada postur anggaran BRIN TA 2023, di dalam APBN BRIN TA 2022 tidak terdapat alokasi sebesar Rp 800,8 miliar untuk 7 program. Nilai Rp 800,8 miliar untuk 7 program merupakan usulan dan belum menjadi alokasi di APBN BRIN TA 2022," kata dia.
"Tetapi BRIN tetap melaksanakan program untuk masyarakat memanfaatkan program reguler MBBM dengan alokasi yang ada secara at-cost. Sehingga sangat disayangkan apabila dipersepsikan telah terjadi sisa alokasi dari Rp 800,8 miliar yang tidak dilaksanakan oleh BRIN, dan kemudian dipertanyakan penggunaannya seperti digambarkan di ilustrasi artikel Tempo dan media sosialnya," imbuhnya.
Sebelumnya, anggota Komisi VII DPR Fraksi Demokrat Sartono Hutomo mendukung rekomendasi komisinya agar pemerintah mencopot Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko. Menurut Sartono, Handoko telah menjerumuskan BRIN ke kondisi carut-marut sejak didirikan pada 2021.
Sartono mengungkap sejumlah hal yang mendasari desakan agar Handoko diganti. Salah satunya lantaran banyak program masyarakat yang tidak berjalan di BRIN di bawah kepemimpinan Handoko.
"Mekanisme yang berbelit, informasi yang tumpang tindih bahkan ada program yang belum terealisasi hingga berganti tahun," kata Sartono kepada wartawan, Selasa (31/1/2023).
Sartono menilai banyak masalah internal yang terjadi sejak BRIN dibentuk. Menurutnya, transisi sumber daya manusia (SDM) dari integrasi lembaga pemerintah non-kementerian iptek ke BRIN hingga saat ini belum selesai.
Lebih lanjut, Sartono mempersoalkan pagu anggaran BRIN tahun 2023 yang mencapai Rp 6,3 triliun. Menurutnya, ada Rp 800 miliar dari anggaran tersebut yang dikucurkan untuk program yang bersentuhan dengan masyarakat. Namun yang terealisasi tak sampai 10%.
"Yang harus masyarakat ketahui, anggaran BRIN Rp 6,38 triliun dengan rincian, Rp 4 triliun untuk belanja pegawai, sisanya untuk program-program. Di antara program tersebut ada Rp 800 miliar untuk program yang bersentuhan dengan masyarakat. Namun dari Rp 800 miliar tersebut, hanya Rp 74,5 miliar yang terealisasi, tidak sampai 10%," katanya.
Sartono mengatakan BRIN dibentuk dengan tujuan memajukan dunia riset dan inovasi yang didasari UU Sisnas Iptek. Namun selama 1,5 tahun ini, sebut dia, BRIN justru menjauh dari yang sudah dicita-citakan.
"Dengan kondisi yang sudah karut-marut ini, sudah sewajibnya dilakukan audit khusus terkait penggunaan anggaran di BRIN. Kondisi ini juga menjelaskan ketidakmampuan Kepala BRIN untuk mengkonsolidasikan transisi ini. Oleh karena itu kami meminta Pemerintah untuk segera mengganti Kepala BRIN," lanjut Sartono.
(dek/idn)