Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kemenkumham Widodo Ekatjahjana menilai sudah saatnya jalan tengah antara proporsional terbuka dan proporsional tertutup dalam pemilu. MK diyakini bisa memberikan solusi yang terbaik.
"Diskursus publik tentang sistem pemilu proporsional terbuka dan tertutup masih menyisakan perdebatan di ruang publik. Dalam kajian BPHN, baik sistem proporsional tertutup maupun sistem proporsional terbuka, masing-masing memiliki kelemahan dan kelebihan. Itu sebabnya perlu pemikiran sintesis sebagai jalan tengahnya dengan cara memadukan kelebihan masing-masing sistem," kata Widodo dalam diskusi 'Menakar Sistem Proporsional Terbuka dan Tertutup: Telaah dari Optik Politik, Hukum, Ideologi dan Sosial Budaya' yang digelar Badan Pembinaan Hukum Nasional (BHPN) Kemenkumham, Selasa (7/2/2023).
Diskusi itu diikuti para peserta yang berasal dari kalangan akademisi, masyarakat sipil, praktisi, kementerian/lembaga, analis hukum, dan penyuluh hukum, dan mengundang narasumber di antaranya adalah mantan Anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar, Ketua Dewan Pers Dr Ninik Rahayu, dan ahli dari berbagai kampus seperti Dr Oce Madril Dr Jimmy Usfunan, Dr Roberia, Dr Agus Riewanto, dan Andang Subahariyanto.
"Jadi kelebihan-kelebihan yang ada pada sistem proporsional terbuka maupun sistem proporsional tertutup digabungkan, sehingga kekurangan-kekurangan yang ada pada sistem pemilu existing dapat ditutup/dieliminir. Ini jalan tengah untuk memperbaiki sistem Pemilu kita saat ini," kata Widodo Ekatjahjana.
Saat ini polemik proporsional terbuka vs tertutup sedang diuji di Mahkamah Konstitusi (MK). Kepala BPHN meyakini MK akan hadir sebagai negarawan untuk menyudahi polemik tersebut,
"Saya sangat yakin Mahkamah Konstitusi akan memposisikan dirinya sebagai sosok negarawan yang berpikir besar untuk kepentingan bangsa dan negara," kata Widodo berharap.
BPHN meyakini MK tidak terpengaruh oleh kekuasaan mana pun, dan menyerap gagasan-gagasan publik yang cerdas dan bijak dalam putusannya. Hal itu untuk meningkatkan kualitas demokrasi dan sistem pemilu yang ada, memberikan penguatan pada partai politik dan sistem kaderisasinya, semakin meningkatkan kualitas wakil-wakil rakyat di lembaga perwakilan.
"Serta mengantisipasi masuknya paham demokrasi liberal dan individualisme yang dapat merusak paham demokrasi kita yang berdasarkan pada nilai-nilai Pancasila," pungkas Widodo.
Lihat juga Video: Uji Materi di MK, Ini Alasan PDIP Pilih Sistem Proporsional Tertutup