Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (Permahi) menolak wacana perpanjangan masa jabatan kepala desa (kades) lewat revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa). Menurut Permahi, perpanjangan masa jabatan kades bisa merusak demokrasi.
"Bagi kami, permintaan perpanjangan masa jabatan kepala desa menjadi 9 tahun dan dapat dipilih kembali selama tiga kali berturut-turut dengan total masa jabatan menjadi 27 tahun, hal ini mencerminkan bahwa kita sedang mencoba untuk kembali pada fase Orde Baru," kata Ketua Umum Permahi, Fahmi Namakule, dalam keterangan tertulisnya, Selasa (24/1/2023).
Isu perpanjangan masa jabatan kepala desa ini disuarakan para kepala desa yang berdemonsrasi menyuarakan aspirasi di depan Gedung DPR, Senin, 16 Januari 2023 lalu.
Mereka meminta Pasal 39 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 direvisi, sehingga masa jabatan yang semula enam tahun bisa menjadi sembilan tahun. Maka, kalau maksimal dua periode, kepala desa bisa menjabat 18 tahun. Bila maksimal tiga periode, maka masa jabatan kepala desa bisa sampai 27 tahun.
Di masa Orde Baru, masa jabatan kades diatur dalam UU Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, maksimal selama 16 tahun dalam dua periode. Setelah reformasi, UU Nomor 22 Tahun 199 tentang Pemerintahan Daerah mengatur. masa jabatan kepala desa paling lama 10 tahun dalam dua periode. Pada UU 32 Tahun 2004 tentang Pemda, masa jabatan kades diatur palng lama 12 tahun dalam dua periode atau satu periode selama 6 tahun. Kini, justru muncul wacana satu periode 9 tahun.
Menurut Permahi, perpanjangan masa jabatan itu bisa meningkatkan potensi korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), perilaku penyimpangan politik yang traumatis bagi rakyat dari era Orde Baru.
"Indonesia sebagai suatu bangsa merdeka, yang ikut mendeklaratifkan menolak dan menumbangkan pemerintahan orde baru yang otoritarian, mempunyai riwayat yang jelas bahwa praktek pemerintahan yang cukup lama di zaman itu sangat membuka ruang bagi aktivitas Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme yang tentunya berujung pada ketimpangan sosial maupun ekonomi," kata Fahmi Namakule.
Menurut Fahmi, pertimbangan para kades yang menginginkan masa jabatan sampai 9 hingga 27 tahun sarat muatan politik praktis. Alasan menghindari efek keterbelahan pasca-pilkades tidak bisa diterima Permahi. Apalagi, ada dana desa yang rentan disimpangkan.
"Selain itu perihal moratorium pemilihan kepala desa, penunjukan pejabat pelaksana sampai dengan soalan dana desa ini menjadi satu alasan baku yang semata-mata sasaranya berujung pada perpanjangan masa jabatan Kades, bagi kami pertimbangan ini bukan merupakan hal yang urgen" tegas Fahmi.
(dnu/dnu)