AMHTN Kritik Kegentingan Memaksa Perppu Ciptaker: Memaksakan Kegentingan

ADVERTISEMENT

Suara Mahasiswa

AMHTN Kritik Kegentingan Memaksa Perppu Ciptaker: Memaksakan Kegentingan

Danu Damarjati - detikNews
Selasa, 17 Jan 2023 12:25 WIB
Koordinator Humas AMHTN-SI, Tri Rahmadona (Dok AMHTN-SI)
Koordinator Humas AMHTN-SI, Tri Rahmadona (Dok AMHTN-SI)
Jakarta -

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Cipta Kerja (Perppu Ciptaker) menuai kritik dari kelompok mahasiswa hukum. Syarat kegentingan memaksa yang perlu dipenuhi dalam penerbitan Perppu dinilai tidak ada.

Hal ini disampaikan Asosiasi Mahasiswa Hukum Tata Negara Seluruh Indonesia (AMHTN-SI) dalam keterangan tertulisnya, Selasa (17/1/2023). Seharusnya pemerintah mematuhi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tahun 2020 yang mengamanatkan perbaikan UU Ciptaker, bukan menerbitkan Perppu.

"Ini mengindikasikan bahwa pemerintah menggunakan single executive dalam kewenangan mengeluarkan Perppu untuk mengaudit putusan MK. Sebenarnya bukan soal kegentingan memaksa, tapi memaksakan kegentingan," kata Koordinator Humas AMHTN-SI, Tri Rahmadona, dalam Kajian Konstitusional bertajuk 'Menyoal Perppu Cipta Kerja'.

Dorong pelibatan partisipasi publik

Perppu Ciptaker sudah kadung terbit. Perppu akan dibahas oleh DPR. AMHTN-SI mendorong agar ada perbaikan partisipasi publik oleh DPR dan pemerintah. Dorongan ini adalah rekomendasi dari konsolidasi AMHTN-SI dan kajian mereka.

Perppu Ciptaker dinilai cacat secara metodologis (formil) dan secara substantif. Pasalnya, Perppu Ciptaker menegasikan putusan inkonstitusional bersyarat MK tentang uji formil UU Cipta Kerja. Alih-alih pemerintah melakukan perbaikan formil terkait standar metode omnibus law dan partisipasi bermakna (meaningful participation), pemerintah didapati mengeluarkan Perppu dengan alasan kegentingan yang memaksa.

AMHTN-SI melihat alasan kekosongan hukum dalam menghadapi adanya resesi global, inflasi, dan stagflasi perekonomian nasional tidak dapat dikualifikasikan sebagai kegentingan yang memaksa. Akibatnya, alasan ini tidak dibenarkan untuk menegasikan putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020, yang mengamanatkan perbaikan formil UU Ciptaker.

Antara Perppu dan UU Ciptaker, AMHTN-SI menilai tak ada bedanya. Menurut mereka, Perppu makin mengabaikan hak buruh dan kepentingan rakyat, yakni soal ketentuan hari libur, harga upah minimum, dan jam kerja.

"Melihat kecacatan konstitusional itu, AMHTN-SI mendorong DPR bersama pemerintah memenuhi partisipasi publik dalam Perppu Cipta Kerja," kata AMHTN-SI.

Mereka mendorong legislative review terhadap Perppu Cipta Kerja. DPR diprediksi bakal menerima Perppu Ciptaker untuk disahkan menjadi UU Ciptaker. Setelah itu, DPR dan pemerintah harus melakukan perubahan terhadap UU itu lewat legislative review.

"Dorongan sistem legislative review ini sekaligus menjalankan putusan MK yang mensyaratkan perbaikan partisipasi bermakna dari publik. Hal ini juga untuk mengembalikan ulang perbincangan publik yang sempat hilang dengan dinamika dan realitas politik dewasa ini. Meski di satu sisi, AMHTN-SI juga tidak menampik adanya jalan tempuh uji materiil perppu ini ke Mahkamah Konstitusi," kata AMHTN-SI.

(dnu/dnu)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT