Berkali-kali Warga Minta MK Bikin Aturan Hukuman Mati ke Koruptor

ADVERTISEMENT

Berkali-kali Warga Minta MK Bikin Aturan Hukuman Mati ke Koruptor

Andi Saputra - detikNews
Minggu, 15 Jan 2023 12:01 WIB
Kegiatan di Mahkamah Konstitusi (MK) nampak berjalan normal seperti biasa. Rencananya, BPN Prabowo-Sandiaga akan menyampaikan gugatan Pemilu hari ini.
Foto: Gedung MK (Rengga Sancaya/detikcom)
Jakarta -

Sebanyak 20 orang dari penjuru negeri meminta Mahkamah Konstitusi (MK) membuat payung hukum agar koruptor dijatuhi hukuman mati. Permohonan ini bukan lah yang pertama kali diajukan ke lembaga penjaga konstitusi itu.

Pemohon terakhir berjumlah 20 orang, di antaranya Andi Redani Suryanata dari Kutai Kertanegara, Abdullah Ariansyah dari Musi Banyuasin dan Muhammad Ridwan dari Buton Tengah. Mereka menggugat Pasal 603 KUHP baru yang berbunyi:

Setiap Orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit kategori II dan paling banyak kategori VI.

Keduapuluh WNI itu berharap agar hukuman mati dimasukkan dalam ancaman hukuman bagi koruptor. Sehingga berbunyi:

Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana mati, atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit kategori II dan paling banyak kategori VI.

Kegeraman rakyat terhadap koruptor itu bukan yang pertama kali dilampiaskan ke MK. Pada 2012, seorang guru les matematika, Pungki Harmoko, mengajukan uji materi UU No 20/2001 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Dia menggugat pasal 2 ayat 2 UU Tipikor No 20/2001 yang mengatur vonis mati bagi pelaku Tipikor. Menurut Pungki pasal tersebut tidak adil dan merugikan hak konstitusinya sebagai warga negara Indonesia.

"Ada frasa dalam penjelasan pasal 2 ayat 2 UU No 2001 telah menyebabkan hukum tidak dapat ditegakkan," ujar Pungki kala itu.

Pungki menganggap keberadaan pasal itu berbeda dengan pasal 2 ayat 2 di UU Tipikor pada tahun 1999.

"Bahwa pasal tersebut berbeda dengan UU Tipikor tahun 1999 yang sangat dimungkiknkan untuk memberlakukan hukuman mati bagi pelaku tipikor," ucap Pungki.

Dalam sidang, hakim Konstitusi Anwar Usman menyatakan permohonan yang diajukan Pungki bukan menjadi wewenang MK.

"Ini bukan judicial review, tapi legislatif review. Untuk itu, coba dikaji kembali permohonan saudara, apakah memang harus seperti ini untuk ikut andil dalam memperjuangkan pemberantasan tipikor," kata Anwar saat itu.

Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.

Tonton juga Video: Nasib Benny Tjokro Lolos Dari Tuntutan Hukuman Mati di Kasus ASABRI

[Gambas:Video 20detik]





ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT